Olivia menatap pria di depannya dengan sedikit takut. Laki-laki yang di panggil Semmy oleh bossnya tadi tidak mengatakan apapun sejak mereka ditinggalkan berdua saja diruangan ini. Dengan pelan dan tersembunyi Olivia mengamati pria itu, mencoba mencuri pandang namun gagal. Matanya kini benar-benar terpusat pada pria itu.
Dia tidak tahu harus memanggilnya Mas atau Semmy, sebab penampilannya benar-benar seperti seorang Mas-mas, dengan wajah di penuhi dengan janggut dan kumis, bahkan pipinya dipenuhi rambut tipis yang menjalar dari bawah telinganya. Rambutnya sedikit gondrong dan acak-acakan, mencuat ke berbagai arah dan nyaris menutupi kedua matanya yang memiliki tatapan tajam. Hidung pria itu meruncing mancung namun ujungnya menghitam, seolah tertutup kotoran yang kelihatannya seperti bercak tinta. Tidak hanya di hidung, bercak-bercak itu juga melekat di kanan-kiri pipinya. Membuat Olivia bertanya-tanya apa yang dilakukan pria itu sehingga wajahnya menjadi begitu kusam.
"Kenapa?" tanya pria dihadapannya ketika Olivia mulai menurunkan tatapannya ke bawah hidung, pada sebuah bibir tipis yang sedari tadi cemberut.
Olivia terkejut dan buru-buru mengalihkan pandangannya ke pintu masuk. Dia berdeham sekali dan menggeleng sebagai jawaban.
"Kenapa kamu mengatakan kepada Bos kalau kamu pelakunya?" sambung suara itu tanpa melihat Olivia.
Dengan sedikit takut dan lega, Olivia menjawab. "Karena itu memang salahku."
Pria itu diam saja dan tidak menunjukkan sebuah ekspresi sama sekali. Tatapannya kosong dan bibirnya kembali mencebik ke bawah.
"Maafkan aku," imbuh Olivia dan dia melihat pria itu meliriknya sekilas tetapi tetap mengunci bibirnya rapat-rapat, tidak menjawab permintaan maafnya. Olivia mengerucutkan bibir tidak suka. Bukankah dia sudah meminta maaf berulang kali? Kenapa pria ini masih mengacuhkannya?
Pertanyaan itulah yang ada dipikiran Olivia meskipun akhirnya dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Alih-alih meracau seperti itu, Olivia mengatakan hal yang lebih sopan tetapi nada suaranya sedikit meninggi. "Sem, apakah kamu memaafkanku?"
Pria itu lalu menggerakan kepalanya ke arah Olivia dengan perlahan-lahan hingga akhirnya pandangan mereka bertemu. Dan Olivia bisa melihat betapa pria ini memiliki bola mata yang indah, berwarna kecoklatan dan seperti memiliki manik di kedua pupilnya, bersinar diantara helaian rambut yang jatuh tak terawat."Olivia antariksa.." panggil pria itu dengan suara pelan. Dan entah kenapa jantung Olivia berdetak tak beraturan mendengar namanya diucapkan oleh pria dihadapannya ini. "Permintaan maaf tidak mengubah apapun." Ujarnya dingin.
Untuk beberapa saat Olivia terhenyak mendengar perkataan pria itu. Dia benar-benar tidak menduganya sama sekali. Dan tiba-tiba saja emosi menguasainya. Namun lagi-lagi Olivia tidak mengatakan apapun yang ada dibenaknya saat ini. Dia hanya mampu mendesis jengkel dan menggigit bibirnya kuat-kuat.
Dengan gerakan tiba-tiba, Semmy bangkit dan melangkah keluar, setelah lebih dulu memberikan tatapan sinis kepada Olivia dan mendengus menyebalkan. Sementara Olivia memandangi kepergiannya dengan menggerutu dan memaki dalam hati. Mengapa dia sempat berdebar ketika pria pemarah itu mengucapkan namanya?
Lima belas menit setelah berdiam diri di ruang rapat, Doni, Senior yang ia tunggui muncul dan meminta maaf atas keterlambatannya. Laki-laki separuh baya ini kelihatan baik hati dan lebih murah senyum dibanding dua orang pria yang sebelumnya ditemui Olivia. Dengan lega Olivia mengikuti Doni yang membawanya ke gedung sebelah, menuju ruang kerjanya. Selama di perjalanan, Doni menjelaskan banyak hal seperti di gedung berapa tim desain kendaraan berada dan di sebelah mana ruangan untuk mengecek kualitas. Dalam perjalanannya pula Olivia melihat begitu banyak gadis-gadis cantik yang mengenakan pakaian luar biasa keren yang berlalu-lalang sepanjang gedung.
Meskipun memiliki nama Indomobil perusahaan ini tidak hanya memproduksi mobil tapi juga onderdil dan segala rupa yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Perusahaan ini bahkan memiliki tim khusus desain grafis yang mendesain majalah Automotive dan juga tim web desain yang bertanggung jawab dalam bagian tampilan situs perusahaan. Karena itulah, perusahaan yang namanya sudah melanglang buana itu memutuskan untuk melakukan perlindungan terhadap situs resmi mereka yang kerap kali di kacaukan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Dan itulah yang akan di kerjakan Olivia, menjaga sistem control perusahaan dari tangan-tangan penyusup.
Mereka melewati koridor panjang dan lebar, yang menghubungkan antara main building dan second building. Kedua gedung ini bersisian dan memiliki bentuk yang serupa, mulai dari jumlah lantai hingga arsitektur yang memperindah tampilannya. Olivia melihat beberapa gedung lagi yang bisa di katakan seperti pabrik dan tidak jauh dari pabrik itu, ada sebuah aula megah yang Js miliki yang di khususkan untuk acara-acara yang sering perusahaan adakan menurut penuturan Doni.
Orang-orang yang mereka lewati membungkuk ketika melihat Doni dan tersenyum ramah kepada Olivia. Hal itu tak urung membuat Olivia tersenyum senang. Setidaknya masih ada orang-orang yang sopan disini.
"Ini ruangan khusus IT, Olivia.." Ujar Doni menunjuk sebuah ruangan yang lumayan luas, memiliki monitor dimana-mana dan setiap meja dibatasi dengan sekat yang memberikan privasi."Mohon perhatiannya!" seru Doni kepada seluruh orang didalam ruangan. "Ini adalah karyawan baru dan dia akan bekerja sebagai co-administrator."
Olivia maju satu langkah dan mencoba tersenyum. Kepala-kepala yang tadinya menunduk, kini mendongak, menanti dengan antusias. Seperti dugaannya, sebagian besar penghuni ruangan ini adalah laki-laki.
"Hallo, Selamat pagi, Aku Olivia antariksa. Senang berkenalan dengan kalian." Sapanya kikuk lalu menunduk. Beberapa orang menggumam dan balas mengangguk sementara selebihnya hanya menunduk sekilas.
"Itu mejamu, Liv." kata Doni untuk yang terakhir kali sebelum mengucapkan selamat bekerja dan kemudian pergi.
Olivia duduk di kursinya dan melihat-lihat berbagai perlengkapan kantornya dengan bersemangat. Dia sedang mencoba menghidupkan komputernya yang berada dalam kondisi sleep ketika sebuah tepukan ringan mendarat di bahunya.
"Hai.." sapa seseorang di belakangnya. Olivia berbalik dan menemukan seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut keriting-keriting kecil sedang menatapnya berbinar. Bibirnya tersenyum lebar dan menampakkan deretan gigi berkilau. Wanita ini benar-benar mungil. Bahkan dengan hak sepatunya yang tinggi tetap tidak membuatnya menjulang sedikitpun.
"Hai.." balas Olivia dan tersenyum ramah.
Wanita itu terkikik sedikit aneh dan menjawab "Kenalin, gue Rismawati. Lo bisa panggil gue Ris atau Risma, asal jangan wati." sambil mengulurkan tangannya yang berisi. Olivia langsung menjabat tangannya dan bergumam, "Ya, Salam kenal, Risma."
"Ishh kaku banget." pekik Risma tiba-tiba. "Kayanya lebih bagus kalau 'Ya, Salam kenal, Ris' daripada lo menyebutin nama gue lengkap?" Protesnya membuat Olivia meringis mendengarnya. "Ya, Ris.." timpal Olivia pasrah.
Risma terkikik lagi dan berkata dengan penuh semangat "Selamat bergabung di tim IT JS. Mulai hari ini lo adalah junior disini. Dan karena itu...." kata-kata Risma menggantung ketika wanita itu harus pergi ke mejanya dan kembali dengan membawa setumpuk berkas. "Lo harus ngerjain semua ini dalam waktu 2 hari!" serunya dengan senyum lebar.
Olivia memandangi tumpukan berkas yang tingginya bisa mencapai satu jengkal dan menelan ludahnya dengan susah payah. Belum ada lima belas menit dia duduk nyaman dikursinya dan kini dia harus menyelesaikan semua ini? Yang benar saja?
"SEMANGAT LIV!" ucap Risma dengan gaya seperti gadis 17 tahun yang genit. Dia bahkan mengedipkan mata sebelum kembali ke mejanya yang hanya berjarak beberapa meter dari Olivia. Sekali lagi olivia memandang tumpukan berkas itu lalu menghela nafas panjang. Mungkin ini adalah apa yang di namakan tradisi perpeloncoan, memaksa karyawan baru untuk bekerja gila-gilaan.
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Suspicion
Mystery / Thriller"Cium aku, Mel.." Amel menatapnya bingung. "Apa?" "Cium aku. Sekarang juga." Ujarnya penuh penekanan, mengabaikan keterkejutan Amel yang semakin jelas. "Anggap saja aku sedang mabuk atau apapun. Tapi kumohon cium aku sekarang sebelum aku berubah p...