"Ayo masuk," ujar Didit disebelahnya dan mendadak Olivia merasa mulas. Dia tidak percaya diri. Sama sekali tidak. Bukan karena apa yang dikenakannya saat ini, melainkan karena dia sadar penampilannya ini benar-benar terlihat menyedihkan, bahwa dia mengharapkan perhatian dari seseorang yang telah menghancurkan hatinya tiga hari yang lalu.
"Kamu cantik, Olivia.." Imbuh Didit dan Olivia hanya meringis.
Akhirnya setelah berdiri didepan Aula JS selama hampir lima menit, Olivia memutuskan untuk masuk. Seniornya itu langsung tersenyum semringah dan tanpa ragu melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang Olivia. Dia baru akan memprotes namun Olivia mengurungkan niatnya ketika melihat sosok Semmy yang berdiri ditengah ruangan dengan penampilan yang meluluh-lantakkan hatinya.
Rambut pria itu di blow keatas dan menampakkan dahinya yang memesona, menjadi pemandangan paling indah dengan mata cokelat sempurna dan hidung mancung serta bibir tipis yang menggoda. Untuk sesaat seluruh oksigen tampaknya lolos dari paru-parunya, karena wajah Semmy ternyata menggantikan oksigennya.
Pakaian pria itu tampak formal dengan kemeja putih yang di balut Jas hitam dengan dasi kupu-kupu yang melingkar di lehernya. Semmy memegang sebuah gelas sampanye dan Olivia melihat bahwa kedua tangannya menggunakan sarung tangan putih dengan desain unik yang entah kenapa begitu serasi dengan setelan pakaiannya.
Pria itu tersenyum ketika bersalaman dengan seseorang dan Olivia benar-benar bersyukur Didit meletakkan tangannya di pinggangnya, karena dia yakin tubuhnya tidak punya tenaga lagi untuk sekedar berjalan. Namun tiba-tiba kepanikan melandanya. Bagaimana jika Semmy melihat gaun ini dan menyadari bahwa Olivia sebenarnya masih tidak bisa melupakan pria itu? Bahkan setelah pria itu memporak-porandakan hidupnya?
Bayangan akan Amel dan Semmy yang sedang berciuman kembali menghantui pikirannya dan Semmy memandang seniornya setengah putuh asa. Dia sangat ingin pulang sekarang. "Jangan khawatir, Oliv. Aku akan selalu bersamamu." Bisik Didit tersenyum, mengirimkan ketenangan ke sekujur tubuhnya. Olivia menarik napas panjang dan memberanikan diri masuk lebih dalam ke Aula.
"Wah, lo cantik banget, Liv!" seru salah seorang dan tiba-tiba saja mereka dikelilingi orang-orang yang sangat ingin tahu.
"Kalian berdua pacaran?" tanya Liska, resepsionis gedung Administrasi, sementara yang lain menunggu jawaban sambil menahan nafas.
Olivia hendak mengatakan "tidak" ketika dia mendengar Didit menjawab santai, "yaa..," dan sekeliling mereka menjadi riuh. Olivia bisa mendengar beberapa pria mendengus jengkel dan bergumam "Sial!" dengan jelas. Namun pertanyaan-pertanyaan berikutnya semakin mendetail hingga Didit harus berkata dengan tegas bahwa Olivia butuh minuman agar bisa meloloskan diri dari mereka.
Didit menariknya menuju meja penuh makanan dan memberikan sebuah piring kecil padanya. Dalam hitungan detik, piring itu sudah terisi dengan berbagai macam kue, membuat cacing kecil diperutnya berteriak bahagia, dan Didit memaksanya untuk menghabiskan kue-kue itu sebelum dia jatuh pingsan.
"Jujur saja, aku tidak punya keyakinan untuk bisa menggendongmu sampai kerumah." Ujar Didit dengan cengirannya.
"Apa?! Apa kamu pikir aku seberat itu?" tanya Olivia pura-pura tersinggung.
"Uhm, maafkan aku. Mungkin kamu lebih ringan daripada Risma." jawab Didit sambil mengerling.
Olivia tertawa mendengar jawaban Didit dan balik menggoda seniornya itu. "Tunggu sampai Risma mendengar bahwa Kamu mengatainya ‘berat’, aku yakin dia akan memberimu tatapan tak bersahabat selama berminggu-minggu." Ujar Olivia dalam tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Suspicion
Mystery / Thriller"Cium aku, Mel.." Amel menatapnya bingung. "Apa?" "Cium aku. Sekarang juga." Ujarnya penuh penekanan, mengabaikan keterkejutan Amel yang semakin jelas. "Anggap saja aku sedang mabuk atau apapun. Tapi kumohon cium aku sekarang sebelum aku berubah p...