Bagian 22

3.3K 218 1
                                    

Dugaannya benar. Bahkan Alistar pun sama terkejutnya dengan dirinya. Dia memperhatikan bagaiamana Alistar membolak-balik setiap halaman dari laporan yang diselesaikannya sore ini juga. Setelah hampir setengah jam berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alistar akhirnya menatap Olivia dengan sorot mata yang terlihat cemas.

"Terima kasih karena telah bekerja keras. Untuk selanjutnya kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyerahkan berkas-berkas ini pada polisi." Ujar pria itu sambil membenarkan letak kacamatanya.

Olivia mengerutkan keningnya dengan tak kentara. Menyerahkan masalah hacking pada polisi? Apakah itu bisa menghentikan falcon_33 untuk berusaha menyabotase JS?

"Dan sebagai reward atas kerja kerasmu dan tim IT, aku akan mereservasi sebuah restoran untuk kalian besok malam. Kalian boleh memesan apa saja yang kalian suka karena aku yang akan membayar semua tagihannya." Kata Alistar yang disambut tatapan tak percaya oleh Olivia. "Pastikan semua tim IT bisa pergi." Tambah bosnya sambil tersenyum.

Dia tidak percaya ini. Bukankah mereka bilang Alistar adalah bos bertangan dingin? Mengapa tiba-tiba dia merasa pria itu menghangat?
"Terima kasih banyak, Pak." Ucapnya berbinar-binar lalu segera meninggalkan ruangan Alistar dengan penuh semangat.

Seluruh orang di ruangan IT memasang wajah semringah padanya. Dia tidak lagi menerima tatapan penuh intimidasi ataupun harus menelan kata-kata sengit seperti beberapa hari yang lalu. Kini semua orang menyelamatinya, memujinya dengan senyuman dan tak henti-hentinya memanggil namanya dengan suara manis.

Dan entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja semua orang memanggilnya 'Youralicious'; singkatan dari 'You are Delicious', karena ternyata Alistar telah mereservasi sebuah restoran mewah di pinggir pantai Ancol khusus untuk menghibur otak tim IT yang kata pria itu sudah bekerja keras. Berulang kali dia meminta mereka berhenti memanggilnya seperti itu tetapi tampaknya tidak ada yang mendengarkan protesnya. Karena dia kini telah menjadi junior yang paling di elu-elukan di departemen IT.

"Dengan begini semua orang bisa ikut perayaan, bukan?" ucapnya pada Didit yang sedang duduk disebelahnya.

Pria itu hanya tersenyum dan mengangguk kecil. "Sebentar lagi jam kerja selesai. Bagaimana kalau kita pulang bersama? Kebetulan aku membawa mobil," tawar Didit padanya.

Olivia menatap Didit dengan tersenyum lebar. Dia tidak menyangka bahwa Didit benar-benar sangat baik hati. "Terima kasih, Dit, tapi sepertinya aku tidak bisa.." tolaknya halus. "Ada yang harus aku kerjakan sebelum pulang. Dan juga aku akan mampir ke suatu tempat. Sorry."

"Begitu? Sayang sekali, tapi kalau kamu berubah pikiran, aku akan menunggumu." Ujar Didit sebelum bangkit dan meninggalkan Olivia yang merasa tidak enak atas kebaikan Pria itu.

Setengah jam kemudian, jarum jam menuju ke angka 5 tepat dan semua orang telah bergegas keluar ruangan, seakan enggan untuk duduk di kursi kerja satu menit lebih lama. Tapi lain halnya dengan Olivia yang masih saja terpaku didepan monitornya. Dia harus menyelesaikan laporan untuk besok karena Alistar meminta dirinya untuk menyerahkan laporan itu pagi-pagi. Dia juga sedang berusaha menghindari Risma yang terus-terusan meminta untuk menemaninya berbelanja di PIM sore ini.

Ketika semua orang sudah meninggalkan kantor, Olivia beranjak dari meja kerjanya dan menyambangi jendela yang menghadap ke arah gedung Inti. Samar-samar dia melihat siluet seseorang di atap gedung dan tiba-tiba saja jantungnya berdetak tidak terkendali. Perlahan-lahan kedua pipinya menghangat dan dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari siluet itu.

Semmy kemarin memeluknya. Dan bukan itu yang membuatnya salah tingkah saat ini. Tetapi lebih pada kenyataan bahwa dia merasa bahwa pelukan pria itu menenangkan. Olivia menekan dadanya dalam-dalam, berusaha menghentikan euforia yang tengah merekah dalam relung hatinya. Dia merasa bodoh karena memiliki pikiran seperti itu. Padahal pria itu memeluknya karena simpati.

"Tenangkan dirimu, Liv. Dia itu pria galak. Kejam dan berhati dingin." Ulangnya dalam hati sebagai sugesti diri. Dan setelah merasa yakin bahwa dia sudah bisa mengatasi perasaannya, Olivia bergegas menuju gedung Inti.

Pemandangan yang terlihat dari atap gedung JS memang benar-benar menakjubkan. Tapi bodohnya Olivia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari punggung pria itu, pria yang kini tengah membelakanginya. Semmy sendiri tidak perlu berbalik untuk melihat siapa yang datang karena pria itu langsung menyapanya tanpa repot membalikan badan.

"Kenapa lama sekali?" ujar Semmy dengan nada bosan.

Olivia tersenyum dan menghampiri Semmy. "Kenapa sekarang kamu menunggu kedatanganku? Bukankah dulu kamu selalu bertanya kenapa aku datang terus kesini?" komentarnya tertawa.

"Yaa, sebenarnya aku juga ingin tahu kenapa," jawabnya tersenyum. "Sudah merasa lebih baik?" tanya Semmy lagi.

"Tidak pernah sebaik ini." Olivia mengedikkan bahunya dan langsung merebahkan tubuh ke atas kursi dibelakang mereka.

"Aku sempat heran apakah kamu memang bebal atau hanya berpura-pura tidak tahu kalau senior-seniormu menaruh hati padamu. Ternyata kamu bukannya tidak tahu, tapi kamu hanya tidak bisa melihat mereka, bukan?"

"Apa maksudmu?" tanya Olivia tidak mengerti.

"Kamu tidak bisa melihat mereka semua karena sudah memiliki seseorang dihatimu. Bukankah begitu?" Semmy kini menatapnya lurus-lurus.

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?"

"Maksudku, bukalah matamu, Livi. Semua perhatian yang kamu dapatkan itu karena mereka menyukaimu." Jawab Semmy dengan penekanan.

Olivia terhenyak mendengar pernyataan Semmy yang diluar dugaannya. "Bagaimana kamu bisa berkata seperti itu? Mereka adalah seniorku, bukankah wajar jika mereka berbaik hati padaku?" sanggahnya dengan alis bertaut.

Dia merasakan tatapan Semmy menembus raganya, menusuk begitu dalam hingga membuatnya sulit bernapas. Bola mata cokelat yang indah, yang telah berulang kali menyesatkan pikirannya. "Berhati-hatilah, karena mereka bisa salah paham dengan sikapmu. Dan perhatikan baik-baik, Livi. Mata orang yang sedang jatuh cinta itu berbeda.." ujarnya penuh peringatan.

Her SuspicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang