Mereka tidak mengucapkan sepatah katapun lagi setelahnya. Tidak juga ketika Semmy mengantarnya pulang hingga ikut menumpangi taksi menuju rumahnya dan bahkan ketika Olivia turun dari taksi, Semmy masih mengikutinya dengan membisu, seolah telah kehilangan pengendalian untuk mengakses kemampuan berbicara.
Dia tidak berdiri tepat di samping Olivia, tetapi tidak berada terlalu jauh karena Olivia bisa mendengar setiap tarikan napas pria itu. Keheningan yang melingkupi mereka hanya terpecah dengan lolongan anjing yang beberapa kali terdengar di sepanjang jalan. Memutuskan mengikuti sikap pria itu, Olivia pun memilih untuk mendiamkan lidahnya. Dia masih berusaha mengatasi ketakutan akan kejadian yang baru saja dialaminya.
"Ini tempat tinggalmu?"
Olivia tersentak kaget dan dia menoleh ke kanan, ke tempat Semmy berdiri lalu mengangguk.
"Bagus. Sekarang masuk dan aku harap kamu tidak cukup bodoh untuk berkeliaran malam-malam seorang diri lagi." Ucapnya kemudian pergi.
Jelas sekali dia kelihatan jengkel dan itu bukanlah salam perpisahan yang bagus. Terlebih untuk Olivia. Karena dia bahkan belum sempat mengatakan terima kasih yang sebenarnya sudah pasti tidak akan di gubris, tetapi Semmy sudah menghilang, meninggalkannya sendirian di bawah sorotan lampu jalan.
"Dasar pemarah." Gerutu Olivia sambil mengerutkan kening. Sikap Semmy membuatnya ingin menangis tapi dia tidak punya tenaga lagi, dia hanya ingin pergi tidur.
***
Keesokan harinya Olivia tiba di kantor dan mendapati suasana ruangannya begitu buruk. Beberapa orang seniornya mengurut-urut kepala dan ada yang meletakkan kepala mereka diatas meja. Risma bahkan menempelkan plaster besar di keningnya.
"Ya Tuhan, kepala gue pusing banget." Desah Risma di kursinya.
Olivia meringgis kasihan dan tidak berkomentar apapun.
"Kalau aja gue nggak minum sebanyak itu! Liv, tolongin gue, gue nggak sanggup ngerjain ini. Pusing banget."
"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Olivia ramah, walaupun dalam hatinya ia mengernyit tidak suka. Kenapa Risma masih tetap minum banyak tadi malam kalau dia tidak mau mengalami hangover pagi ini?
"Ahh, lo emang dewi penolong gue!" ucapnya berbinar-binar dan langsung berdiri tegak. "Ini, lo harus selesain semua laporan hari ini. Thanks ya Liv." Sambung Risma, menyerahkan setumpuk berkas lalu berjalan keluar ruangan dengan alasan izin pulang.
Olivia langsung mencatat dalam kepalanya, 'tidak akan ada keramahan lagi selama-lamanya.' Dia menarik kursinya untuk duduk ketika tiba-tiba para senior mengelilingi mejanya. "Aku mohon bantu aku juga, Liv.." pinta mereka sebelum meletakkan berbagai macam berkas dan langsung kabur tanpa sempat mendengar penolakan dari Olivia.
Dia benar-benar ingin menangis sekarang. Pekerjaannya sendiri belum selesai dan dia harus mengerjakan semua ini? Apa seharusnya dia ikut mabuk saja tadi malam?
"Tidak bertanggung jawab sekali mereka, menyerahkan perkerjaan sebanyak ini kepada orang lain." Ucap Didit disebelah Olivia. "Biar aku bantu," imbuhnya baik hati.
Kalau tadi dia ingin menangis, sekarang Olivia benar-benar ingin memeluk Didit yang begitu murah hati membantu pagi Olivia yang buruk. Tetapi kenyataannya tidak ada yang dilakukan Olivia selain mengucapkan terima kasih berulang kali dan memandangnya penuh haru.
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Suspicion
Mystery / Thriller"Cium aku, Mel.." Amel menatapnya bingung. "Apa?" "Cium aku. Sekarang juga." Ujarnya penuh penekanan, mengabaikan keterkejutan Amel yang semakin jelas. "Anggap saja aku sedang mabuk atau apapun. Tapi kumohon cium aku sekarang sebelum aku berubah p...