Bagian 8

6.1K 301 3
                                    

Alistar menatap sebuah pigura yang berisi potret dua orang pria beda usia yang sama-sama tengah tersenyum menghadap sang fotografer. Ekspresi yang tercetak di wajah keduanya terlihat bahagia, walaupun dia masih bisa mengingat bahwa dirinya sedang tidak dalam mood bagus ketika gambar ini diambil.

Ali memperhatikan foto itu sedikit lebih lama, sambil mengingat-ingat bahwa itu adalah kali terakhir dia berfoto dengan wajah tersenyum, sebelum akhirnya dia belajar untuk mengendalikan ekspresi di wajahnya, dan juga terakhir kalinya Ali berfoto bersama anak remaja itu.

Terdengar ketukan di pintu dan ketika Ali memerintahkan untuk masuk, seorang laki-laki dengan setelan hitam yang mengkilat berdiri persis didepan mejanya.

"Pak, mereka mengatakan bahwa Nakazacki sudah tiba dan Semmy sedang dalam perjalanan kesana." Anak buahnya berkata sambil sedikit membungkuk.

Untuk sesaat, Ali mencerna informasi itu sembari tetap memperhatikan pigura di tangannya. "Ikuti dia." Perintah Ali singkat. Tidak menunggu lama, laki-laki dihadapannya langsung mengangguk dan bergegas meninggalkan ruangan.

Dia tidak tahu apakah semuanya sudah terlambat atau belum. Tapi Ali harus tetap mencoba. Kesempatannya mungkin kecil, tapi dia harus berusaha untuk menyelamatkan semuanya. Dan setelah meletakkan kembali pigura itu kedalam laci kerjanya, Ali beralih membuka laptop. Jari-jarinya dengan lihai mengetik deretan huruf-huruf janggal dan dalam hitungan menit, perhatian Ali tenggelam sepenuhnya pada monitor itu.

Semmy menyelinap diantara kerumunan orang yang memadati jalanan setelah keluar dari TransJakarta di daerah Thamrin. Mentari sudah tampak samar dan cuaca sedang lumayan bagus sehingga dia bisa melihat titik bulan diantara langit yang dipenuhi polusi. Botol vodka yang tersembunyi didalam saku mantelnya berguncang pelan seiringan langkahnya yang tergesa-gesa. Ide untuk pura-pura mabuk memang terdengar bagus. Tapi jika dia menenggak vodkanya sekarang, dia yakin dia tidak akan bisa tiba di tempat pertemuan itu tepat waktu.

Matahari sudah tenggelam sepenuhnya sekarang. Barisan awan yang membingkai senja kini sudah berganti kelabu, menemani bulan yang mulai mengintip. Lampu-lampu di jalanan satu-persatu dihidupkan, mencoba menyemarakkan malam.

Semmy berbelok ke kiri, memasuki kawasan restoran dan rumah makan mewah di daerah situ. Dia berjalan sambil melirik tak kentara ke berbagai sudut, mencari tanda-tanda akan kehadiran salah satu Yakuza paling berpengaruh di Jepang.
Setelah mencari hampir berjam-jam, Semmy menghentikan langkahnya ketika melihat deretan mobil hitam berbaris didepan sebuah restoran bergaya Thailand yang letaknya agak tertutup. Tidak hanya itu, pintu masuk restoran itu juga di penuhi begitu banyak penjaga yang bertampang galak. Semmy mendecak kesal dan dia berjalan memutar, menuju pintu belakang restoran yang bertingkat dua itu.

Ketika tiba di pintu belakang, dia bisa mendengar keributan didalam dapur yang sibuk menyiapkan hidangan. Namun belum lagi bergerak satu langkah, Semmy mendengar suara decitan ban mobil dari arah depan dan buru-buru dia berjongkok diantara tumbuhan disekitar sisi bangunan, mengintip tanpa suara.

Nakazacki Kenichiro!

Lelaki yang mengenakan kacamata cokelat dan menghisap tembakau di bibirnya itu keluar dari sebuah Limusin dengan wajah angkuh ketika sebuah karpet merah terbentang dibawah kakinya, yang sengaja bawahannya bentangkan sebelum Nakazacki menjejakkan langkah ke lantai berpasir. Nakazacki, pemimpin Yakuza klan Yamaguchi-gumu ke delapan, cucu dari Kennichi Shinoda, pemegang kekuasaan tertinggi dunia mafia di Jepang, sebuah organisasi kriminal tingkat dunia yang memiliki lebih dari seratus ribu anggota dengan basis di Tokyo itu tidak hanya menguasai industri seks dan perjudian, tetapi juga narkoba dan perdagangan senjata di Jepang. Pendek kata, Nakazacki adalah pria paling berkuasa di Negara Matahari Terbit itu.

Her SuspicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang