"Na, nanti les?" Tanya Kiki saat Anna baru saja duduk di kursinya.
"Iya. Kenapa?"
"Ih! Les mulu! Udah cabut sekali-sekali yuk gapapa!" Kiki menggebrak mejanya kesal.
Anna hanya tersenyum, tidak menjawab keluhan Kiki. "UTS kapan?" Tanya Anna mengalihkan pembicaraan.
"Dua minggu lagi harusnya." Anna mengerutkan keningnya, dua minggu lagi.
"Kenapa?" Tanya Kiki ketika melihat ekspresi Anna.
"Gak, belum terlalu siap aja." Jawab Anna.
"Alah bullshit, seorang Anna belum siap UTS! Gue aja belum megang buku, Na." Kiki menatap Anna dengan tatapan 'becanda-lo'.
"Biar nanti gue gak buru-buru, Ki," jawab Anna kalem.
"Emang lo mau ngapain?"
"Gak ngapa-ngapain, cuma males aja kalo buru-buru."
Kiki menghela napas mendengar jawaban Anna. "Na, lo tuh terlalu sibuk sama ginian, hidup cuma sekali, jangan terlalu serius."
Anna lagi-lagi hanya tersenyum manis mendengar ucapan Kiki, membuat Kiki semakin heran dengan Anna. Di mata Kiki, Anna semacam princess yang sempurna. Pintar, cantik bukan main, anggun.
"Pokoknya lo harus ke rumah gue, ajarin gue Fisika. Atau Kimia. Pokoknya lo harus ke rumah gue," ucap Kiki untuk terakhir kali.
"Iya, Kirana Putri Cendana."
Hari-hari sekolah Anna berjalan kurang lebihnya seperti itu sejak ia kecil. Rutinitasnya selalu sama. Mononton. Sekolah, les, pulang. Sekolah, memanah, pulang. Tidak ada ceritanya main ke rumah teman, main ke tempat-tempat lain, dispensasi sekolah, atau hal lainnya yang anak SMA sewajarnya alami.
"Annara dan Hariadi?" Panggil seorang guru di ambang pintu kelas, segepok kertas berada di tangannya.
"Wayoloh Na, masuk BK," bisik Kiki sambil mencolek-colek lengan Anna.
"Berisik." Anna menepis tangan Kiki sambil terkekeh. Ia tahu ia tidak terlibat masalah apapun, karena ia memang tidak bermasalah.
"Permisi, Bu," pamit Anna dan Hari kepada guru yang sedang mengajar, lalu mengikuti guru yang berada di ambang pintu dengan segepok kertas.
"Ada apa ya, Pak?" Tanya Hari sambil berjalan.
"Kalian dipanggil kesiswaan. Bukan karena masalah kok." Anna menghela napas lega, pasalnya kata 'kesiswaan' sangat dekat dengan masalah.
Saat Anna dan Hari masuk ke ruang kesiswaan, sudah ada beberapa siswa lainnya juga yang sedang duduk manis sambil berbisik dengan teman di sebelahnya.
"Udah semua, Pak?" Tanya Bu Andin.
"Udah, Anna dan Hari yang terakhir."
"Makasih, Pak," ucap Bu Andin, lalu guru itu keluar dari ruang kesiswaan.
"Selamat pagi, anak-anak. Langsung aja ya, biar kalian bisa langsung balik ke kelas. Kalian saya kumpulin di sini, karena kalian siswa terpintar di kelas kalian masing-masing. Saya mau kalian memberikan tutor sebaya untuk teman-teman kalian yang kemarin UTS di ruangan terakhir," jelas Bu Andin.
"Untuk anak-anaknya, nanti Ibu kasih list-nya. Sekarang, ada yang keberatan? Oh, ya, satu lagi, kalian dapet nilai tambahan di semua mata pelajaran," lanjut Bu Andin.
"Yesssss!" Serentak terdengar begitu Bu Andin menyebut 'nilai tambahan'.
"Ada yang keberatan?" Tanya Bu Andin sekali lagi. Saat tidak ada yang mengangkat tangan, Bu Andin tersenyum puas dan mempersilahkan siswa-siswa itu kembali ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma
Teen FictionEnigma [ɪˈnɪɡmə]: Noun 1: A person or thing that is mysterious or difficult to understand. Asa tidak pernah berusaha untuk memahami kepribadian orang. Untuk apa? Bikin pusing. Lagi pula dia bukan cenayang. Setelah bertemu Anna, Asa mulai menyesali k...