"Hah, serius? Oke, gue sama Asa ke sana sekarang ya." Asa menoleh ketika mendengar namanya disebut oleh adiknya yang sedang menelepon.
"Apaan?" Tanya Asa ketika Jovanca memasukkan ponselnya ke kantung, lalu memanggil waiter untuk meminta bill.
"Anna udah selesai latihan, terus dia ngajak kita ketemu, di FX. Yuk, mumpung deket," ucap Jovanca antusias. Tanpa disadari, Asa langsung mengambil dompetnya, membayar dengan uang pas, lalu keluar dari restoran tempatnya dan Jovanca berada.
Asa nyaris membanting motornya dan berlari ke FX karena saat itu sangat macet, padahal rush hour sudah lewat. Jovanca perlu beberapa kali menenangkan Asa yang nyaris bertengkar dengan pengendara motor lainnya.
"Lo duluan aja deh, Anna ada di Ichiban Sushi katanya. Gue mau ke toilet dulu," ucap Jovanca, lalu berbelok ke toilet tanpa menunggu jawaban dari Asa.
Asa memutuskan untuk pergi duluan dengan hati berdebar, entah kenapa. Saat ia sampai di Ichiban Sushi, matanya langsung menatap Anna yang sedang makan sendirian.
"Hai," sapa Asa sambil menarik kursi di seberang Anna.
"Eh, hai! Jovanca mana?" Tanya Anna, reflek menegakkan punggungnya.
"Uh.. lagi ke toilet," jawab Asa gugup.
Lalu keduanya diam. Diam yang canggung. Asa tidak tahu harus bicara apa dan Anna tidak tahu harus melanjutkan makan atau menunggu sampai Jovanca sampai.
"Pesen aja, Sa. Gue traktir kok," ucap Anna ketika Asa tidak bergerak, bahkan tidak mengeluarkan ponselnya dari kantung seperti biasa.
"Hah? Dalam rangka apa?" Tanya Asa sambil meraih buku menu yang ada di sebelahnya.
"Gak dalam rangka apa-apa, sih. Kan gue yang ngajak kalian ke sini, jadi gue traktir," jawab Anna sambil tersenyum manis.
"Oh, okedeh."
Sekitar sepuluh menit kemudian, Jovanca datang dengan santai. Ia bahkan tidak heboh saat melihat Anna. Dengan kalem, ia duduk di samping Asa.
"Hai, cimitku. Traktir kan?" Tanya Jovanca sambil merampas buku menu dari tangan Asa.
"Ya Tuhanku, gue kan lagi liat Ca," gumam Asa.
"Tapi lo udah pesen, gue belum."
Anna hanya tersenyum melihat kakak beradik itu bertengkar. Ia mengambil menu lain yang berada di kursi di sebelahnya, lalu memberikannya ke Asa. "Nih."
"Mas, pesen sushi ini tapi sharing ya? Mau gak?" Jovanca menyodorkan menu ke Asa, menunjuk salah satu sushi yang dia inginkan.
"Ya udah. Tumben mau sharing," ucap Asa sambil membolak-balik menunya.
"Gue udah pesen curry don soalnya, takut gak abis kalo sendirian."
Lalu ketiga remaja itu mengobrol. Tentang sekolah, tentang apa yang mereka lakukan, ini itu.
"Gak ngerti juga gue, baunya malah jadi aneh," ucap Asa mengenai percobaan Kimianya. Mereka ditugaskan untuk membuat sabun cuci tangan, dan entah kenapa buatan Asa tidak bisa sewangi buatan Anna.
"Lo ada salah masukin kali," ucap Anna sambil mengelap mulutnya dengan tisu. Bersamaan dengan itu, seorang waiter datang dengan pesanan Jovanca dan Asa.
"Sudah keluar semua ya Kak, pesanannya," ucap waiter itu.
"Tolong air mineral satu, gak dingin ya Mbak. Makasih," pinta Jovanca sopan sambil tersenyum. Waiter itu mengangguk sambil ikut tersenyum, lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma
Teen FictionEnigma [ɪˈnɪɡmə]: Noun 1: A person or thing that is mysterious or difficult to understand. Asa tidak pernah berusaha untuk memahami kepribadian orang. Untuk apa? Bikin pusing. Lagi pula dia bukan cenayang. Setelah bertemu Anna, Asa mulai menyesali k...