Satu jam kemudian, mereka sampai di tempat 'rahasia' Asa. Sebuah danau di komplek rumahnya.
"Dari rumah lo ke McD jauh juga berarti ya?" Tanya Anna sambil menutup pintu mobil.
"Biasa aja, tapi tadi macet banget," jawab laki-laki itu. Ia kemudian duduk di batu besar di samping danau. Banyak lampu di sekitarnya, ada ayunan dan beberapa kursi taman juga. Hanya karena sudah malam, danau itu sepi.
"Lo belom makan dari kapan?" Tanya Anna ketika melihat Asa mengeluarkan burger beserta kentang dan kotak berisi nasi ayam.
"Nggak lah gila ini nasi ayam titipannya Jovan," jawab Asa nyolot, lalu memasukkan kembali kotak berisi nasi ayam itu kembali ke paper bag.
Keduanya makan dalam diam, hanya ada beberapa kali obrolan kecil di sela-sela acara makannya.
"Oke, sekarang mau ngapain?" Tanya Anna sambil meremas bungkus burgernya menjadi bola, lalu dilempar ke tempat sampah di kirinya.
"Gue mau nanya."
"Gue mau jawab."
"Kenapa lo selalu boong sama kita?"
Anna mengerutkan dahinya bingung. "Boong? Gue gak pernah boong sama kalian."
"Tentang pipi lo yang memar waktu itu, terus main lo berantakan di final, kenapa lo gak pernah mau jalan sama kita. Lo gak pernah ngasih tau kenapa." Ucapan Asa seperti menampar Anna. Rasa bersalah mulai menjalar di hati gadis itu, berpikir ulang tentang semua hal yang ia tutupi dari teman-temannya.
Anna menghela napas berat. Ia menekuk dengkulnya, merapatkan ke dada lalu dipeluk. Ia menyandarkan dagunya di dengkul, matanya menatap danau yang beriak. "Gue mulai dari mana ya.."
"Dari awal," jawab Asa datar, namun ketegasan terdengar jelas.
"Sebenernya semua karena nyokap," Anna memulai. "Dia tuh orang ter-ambisius yang pernah gue tau. Perfeksionis. Semua hal harus berjalan sesuai kemauannya. Gue harus belajar tiap detik, les, manah, semuanya. Semua orang yang tau jadwal gue pasti nanya gue capek apa gak, dan gue selalu jawab gue udah terbiasa. Gue dididik kayak gitu sejak gue kecil. Capek, tapi gue emang beneran udah terbiasa.
"Memar di pipi gue gara-gara waktu abis latihan, gue gak langsung pulang tapi gue makan dulu sama lo dan Jovan di FX. Gue selesai manah lebih cepet, pelatih gue ada urusan. Dan gue mikir untuk sekali aja, gue bisa main sama temen gue, walaupun cuma sebentar. Ternyata, pas kita di FX, temennya nyokap liat gue. Salah gue sih, pas nyokap nanya gue gak langsung jujur. Kayaknya itu yang bikin dia marah banget sampe gue digampar. Untung pembantu gue di rumah super baik. Dia bantuin gue, dia yang ngobatin gue. Dia selalu.. apa ya, istilahnya bersekongkol sama gue. Gak bersekongkol juga sih. Gitu deh, dia sering boong gitu ke nyokap bilangnya gue lagi belajar, padahal gue lagi tidur. Itupun karena gue udah gak kuat banget belajar.
"Gue gak pernah ikut makan atau nongkrong sama kalian ya gara-gara nyokap, gue gak akan diizinin dan sebagian besar gue udah males duluan izinnya karena nyokap pasti langsung nyolot." Anna berhenti untuk mengambil napas dalam lalu membuangnya perlahan. Ia minum sedikit, lalu melanjutkan.
"Gue mati-matian banget dulu. Gue asma parah banget, yang lari sedikit aja udah megap-megap. Terus dokter bilang disuruh olahraga mulai dari yang ringan, supaya paru-paru gue gak kagetan. Nyokap langsung nyuruh gue olahraga yang keras banget, gue berkali-kali masuk UGD, tapi nyokap gak peduli. Dia cuma mau gue jadi yang terbaik. Gue dilarang olahraga dua bulan, tapi baru satu bulan gue udah langsung disuruh olahraga lagi. Gue masuk UGD lagi. Gue sesering itu masuk rumah sakit, semua suster tau gue.
"Berkali-kali gue mikir gue mau nyerah aja, tapi gue tau kalo hal-hal baik nungguin gue. Gue tau kerja keras gue selama ini pasti ada hasilnya suatu saat. Gue mikir, pasti banyak orang yang pengen ada di posisi gue saat ini. Bisa sekolah, kebutuhan gue terpenuhi, bisa les ini-itu. Makanya gue gak nyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma
Teen FictionEnigma [ɪˈnɪɡmə]: Noun 1: A person or thing that is mysterious or difficult to understand. Asa tidak pernah berusaha untuk memahami kepribadian orang. Untuk apa? Bikin pusing. Lagi pula dia bukan cenayang. Setelah bertemu Anna, Asa mulai menyesali k...