24

196 15 2
                                    

Kedatangan Anna dinanti oleh Asa, Jovan, dan Kiki. Mereka bertiga sudah menunggu di tempat Anna akan keluar. Anna akhirnya membalas pesan Jovanca, hanya memberi tahu ia akan berada di gate berapa dan pukul berapa.

Saat orang mulai keluar dari pintu kedatangan, Asa langsung berdiri dari tempatnya duduk. Ia bersandar di pembatas besi, matanya menyapu satu-persatu orang yang keluar.

Hatinya serasa berhenti berdetak ketika ia melihat Anna berjalan keluar dari pintu kaca itu bersama Alvin, lengan Alvin melingkar erat di bahu Anna. Ia bisa melihat Aretha berjalan di belakang mereka dengan senyum sumringah, seakan-akan ia habis menenangkan sebuah mobil mahal.

"Mas," bisik Jovanca, menatap reaksi kakaknya. Ia tidak kalah kagetnya, jantungnya juga berdegup kencang ketika melihat Anna.

"Hai," sapa Anna lembut, berdiri di depan ketiga temannya, sekarang tangannya bertautan dengan tangan Alvin.

"H-hai," sapa Jovanca, wajahnya penuh dengan kebingungan. "What..?"

"Oh!" Anna tersenyum sumringah. "Gue sama Alvin tunangan."

Asa langsung terbatuk-batuk heboh ketika mendengar kalimat itu keluar dari bibir Anna. Ia bertumpu di kedua lutut, berusaha mengatur ritme nafas dan detak jantungnya.

"Loh? Alvin.. Nadira?" Jovanca terbata-bata, masih tidak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Alvin putus sama Nadira," jawab Anna santai, seakan itu bukan masalah besar.

"What the fuck?" Gumam Kiki yang sedari tadi diam. "You better tell me what the fuck is actually happening because I can see damn well that you're spitting straight lies into my face."

"I am telling the truth!" Suara Anna naik beberapa oktav. Ia menatap Kiki tajam. "I told you the truth and don't force me to tell you otherwise just because you can't accept it. Grow the fuck up." Ia mengambil sebuah paper bag, mendorongnya ke dada Kiki, lalu ia berbalik, masuk ke mobilnya yang sudah menunggu, tangannya masih bertautan dengan tangan Alvin.

"She cursed." Itu hal pertama yang terdengar di antara tiga remaja itu setelah Anna pergi. "Dia gak pernah ngomong kasar."

Kiki menghela napas, wajahnya menunjukkan jelas bahwa ia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Sementara Jovanca, ia membantu kakaknya berdiri tegap.

"Ca," bisik Asa, masih tidak bisa bernapas dengan benar. Ia merasa seperti sekumpulan badak sedang berlari menginjak-nginjak dadanya, membuatnya sangat sulit bernapas.

"Shit," gumam Jovanca panik. Ia merogoh kunci mobilnya, memberikannya ke Kiki. "Lo ambil mobil gue cepetan!"

Kiki berlari menuju parkiran. Perlahan, Jovanca membantu kakaknya yang masih kesulitan bernapas untuk berjalan ke depan. Beberapa orang menatap keduanya dengan tatapan aneh, beberapa dengan tatapan kasian.

Tidak lama kemudian, Mazda CX-5 putih itu berdecit di depan Jovan dan Asa. Jovan membantu Asa untuk masuk ke kursi penumpang, kemudian buru-buru membuka dashboard, mengambil sekaleng oksigen yang disimpan untuk keadaan darurat.

Butuh waktu lama untuk membantu Asa kembali bernapas dengan benar, cukup lama untuk membuat mereka diusir oleh penjaga setempat. Kaleng oksigen itu tidak membantu banyak, namun setidaknya cukup menenangkan Asa.

Kiki melompat ke kursi belakang dan Jovanca duduk di balik kemudi. "What happened?" Tanya Kiki pelan.

Jovanca menatap Asa sekilas, bernapas lega ketika melihat Asa tertidur. "Gue gak yakin. Dia dulu.. gitu deh. Anxious."

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang