29

252 13 0
                                    

"Aku udah di depan," suara Asa di seberang telepon membuat gadis yang masih setengah tidur itu tersentak bangun dari kasurnya.

"Gila ya lu?"

"Lah," Asa terkekeh, kemudian memencet klaksonnya. "Tuh gua klakson."

"Astaga aku masih di kasur!"

"Ya udah, cuci muka, sikat gigi. Tidur pake sweatpants, kan? Dobel sweater aja. Aku juga belom mandi."

"Ye lo mah emang biawak jorok jadi orang!"

"Tuhan pencipta Alam," Asa menghela napas. "Mau sarapan doang!"

"Udah masuk aja dulu ketemu Liam sama Papa!"

"Belom bangun dia," jawab Asa asal. Anna meneriakkan nama adiknya, dan Liam menyahut.

"Tuh udah bangun!"

"Ah kalo aku masuk dulu nunggu kamu kelar keburu makan malem, belom ngalis apa segala macem," goda Asa.

"Eh gue gak pernah ngalis ya!" Bantah Anna tidak terima. Ia memang tidak pernah menggambar alisnya.

"Tuh bapak lu udah keluar," Asa memencet klaksonnya sekali ketika melihat David keluar dari rumah dengan gelas di tangannya.

"Ya udah salim dulu sama Papa! Idih gak sopan banget lu gila gak dikasih restu baru tau rasa!" Mendengar ancaman Anna, Asa buru-buru mematikan mesin mobilnya lalu menghampiri David.

"Hai, Om," sapa Asa, mencium tangan David.

"Eh, Asa. Mau sarapan? Anna masih tidur kayaknya."

"Udah aku telfon kok. Udah bangun, lagi siap-siap," Asa cengengesan.

"Mau masuk?" Tawar David.

"Gak usah, Om. Nanti Anna malah leyeh-leyeh kalo aku masuk dulu." David terkekeh mendengar jawaban Asa, mengangguk setuju.

"Gimana kerja? Kapan dapet ruangan sendiri?" Tanya David, dan seketika Asa merasa jantungnya berdegup lebih cepat.

"Lancar, Om. Belum tau kapan, semoga secepatnya. Doain aja, Om, hehe," jawab Asa gugup.

"Di rumah sakit mana?"

Asa belum sempat menjawab, Anna sudah menarik Asa menuju mobil. "Don't do the dad thing, Dad."

David hanya terkekeh. "Nitip cakwe ya."

Anna mengangguk. Ia mencium pipi ayahnya, kemudian beranjak ke mobil Asa.

"Bokis banget lu gak ngalis!" Seru Asa ketika melihat wajah Anna dengan jelas.

"Demi Tuhan aku gak ngalis! Kemarin abis rapihin doang!" Anna menggosok-gosok alisnya, lalu memperlihatkan jarinya yang bersih. "Tuh!"

"Botak tuh alis digosok-gosok mulu," gumam Asa sambil melajukan mobilnya.

"Sumpah ya," Anna menghela napas dalam-dalam. "Kalo bukan dokter udah gua tinggalin lu."

"Lah!" Asa tertawa. "Emang kenapa kalo aku dokter?"

"Pertama, aku bisa pamer ke temen-temen kalo pacar aku dokter. Kedua, kalo aku sakit tinggal kamu ngurusin, gratis. Rumah sakit jaman sekarang mahal."

"Sekarang gua yang bawaannya pengen ninggalin lu."

"Gih, sana. Range Rover-nya jangan lupa diparkir di garasi Papa."

"Najis!"

Setelah Anna bertemu Asa dan Kawan-kawan di cafe dua tahun yang lalu, hubungan mereka kembali membaik. Anna minta maaf kepada Asa dan Jovanca atas kelakuannya dulu, dan mereka langsung memaafkan Anna ketika mendengar penjelasannya. Beberapa bulan setelah pertemuan mereka, Asa dan Anna kembali seperti dulu. Tanpa status, tapi seperti dua orang berstatus. Bukan tidak ingin membuat semuanya 'resmi', Asa hanya berpendapat bahwa hal itu tidak perlu. Begitupun Anna. Adit dan Evra berkali-kali menyuruh Asa untuk meresmikan hubungan mereka, jaga-jaga jika kejadian waktu mereka SMA terjadi lagi, namun Anna meyakinkan bahwa itu tidak akan terjadi.

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang