"Suzy-aa, mianhe(maaf) aku tak bisa menjemputmu"
"Mwo, wae?"
"Eumh, aku ada acara mendadak, nanti sore aku baru pulang ke Seoul"
"Aish, arrasho"
"Gwenchana(kau baik-baik saja)?"
"Ei gwenchana(aku baik-baik saja). Eoh, besok lusa aku mulai bersekolah di Sekang, sampai di Seoul aku akan langsung membeli apartemen"
"Eoh, jinjja? Arrasho, aku akan langsung menyusul ke apartemenmu nanti"
"Mwo, kau akan menginap?"
"Dangyeonhaji(tentu saja)"
"Eoh, itu sangat bagus. See you, baby!"
"Nee, see you too!"
***
"Kau mungkin masih bingung mengapa aku memilihmu. Arrasho, aku akan mengatakannya. Sejak awal melihatmu, aku menyukaimu. Saranghae"
"Aku tak peduli jika kau sama sekali tak mau berbicara padaku meski satu kata pun. Aku pasti akan menerimamu apa adanya. Saranghae, Park Jiyeon"
Memikirkan kata-kata Myungsoo, Jiyeon bahkan tak bisa tidur. Apa benar yang dikatakan namja itu. Bahkan Myungsoo sendiri terihat jelas sangat berandal, apa mau menerima yeoja seperti dirinya. Ia juga mengira, kebohongannya pasti akan terungkap. Ia justru takut jika Myungsoo mulai menjauhinya dan membencinya, karena baginya hanya Myungsoo, namja yang mau dekat dengannya, dan ia mulai nyaman berada di sisi namja itu. Padahal, sejak awal ia tak peduli apapun tentang kasih sayang apalagi ikut terjebak dalam cerita rumit oppanya, Choi Minho.
Central Park, Manhattan, New York
Dengan dress putih selutut, Jiyeon melangkah sambil bercanda tawa dengan Myungsoo, rasa lelahnya karena terus mengirim pesan kepada Myungsoo, hilang karena kebahagiaannya.
Mereka pun duduk di bangku taman setelah membeli es krim. Melihat Jiyeon yang belepotan es krim di wajahnya, Myungsoo jutsru senang memandangi wajah cantik Jiyeon yang tidak pernah disadari oleh siapapun,
"Yah, apa es krimnya begitu enak?" tanya Myungsoo, Jiyeon terkejut ia baru menyadari Myungsoo sedari tadi terus memandanginya,
"Anhi.. pagi tadi di Jeju aku belum makan"
"Aish, kau seharusnya mengajakku makan dulu tadi" ucap Myungsoo setelah membaca pesan Jiyeon,
"Ei, gwaenchana. Itu sudah biasa"
"Arrasho. Sebelum ke museum, kita makan siang dulu" ucap Myungsoo, Jiyeon mengangguk. Myungsoo kembali memandangi wajah Jiyeon membuat yeoja itu tergugup. 'cup..' Myungsoo justru kembali mencium bibir Jiyeon, manis.
Jiyeon membulatkan matanya, ia justru teringat saat Myungsoo berciuman dengan Naeun tempo hari,
"Cih, kau benar-benar mempermainkanku Kim Myungsoo, apa kau pikir aku akan tergoda oleh ucapanmu. Arrasho, aku akan menuruti permainanmu" batin Jiyeon, ia memejamkan matanya lalu membalas ciuman Myungsoo. Beberapa meter di belakangnya, Naeun dan Minho berjalan sambil bercanda tawa. Melihat hal itu, Myungsoo menatap tajam Minho seolah ia sedang balas dendam. Namun ia justru mendapati Minho yang memandang remeh padanya
Amrican National History Museum, Manhattan, New York
Myungsoo melangkahkan kakinya menuju toilet namja, 'plok..' seseorang menepuk bahunya dari belakang, ia menoleh dan mendapati sosok namja yang sangat dikenalnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
No Perfection
Fanfiction||COMPLETED|| In Minho's eyes, she is not perfect. She is just in a fragile crystal, embracing herself and her bitter past. Until someone comes and breaks the crystal, also breaks her for second time. He is the man who gives Jiyeon pain and comfort...