Raya melangkahkan kakinya mengitari jalanan yang mulai sepi, langit pagi yang indah adalah sesuatu yang sangat Raya suka. Sunrise yang tepat dibelakang pohong tak berdaun itu membuat bibir Raya melebar kesamping. Ya saat Raya melihat langit itu seperti menerima energy positif untuk berlari.
"Ya! Sial gue kesiangan lagi!".
Telapak kaki Raya terus beradu kencang dengan aspal jalan, orang bertubuh besar itu mulai menarik pagar hitam itu dan "Yes akhirnya". Raya berhasil mengejar pagar gerbang sekolah.
"udah lo gak usah sekolah aja, balik lagi sana!!". Sindir Lina temen sekelas Raya .
"Gue sih pengennya gitu, tapi apa boleh buat gue masih menang ngejar tu pagar". Raya melempar senyum manisnya sambil melambaikan tangannya dan berjalan menuju kelasnya. Lina hanya tersenyum, dia sudah terbiasa melihat Raya berangkat kesiangan dengan nafas yang terengah-engah karena harus mengejar gerbang sekolah.
Raya berjalan menuju bangkunya yang berada dipojok kanan kelasnya, dia membuka tasnya kemudian mengambil dasi lalu memasangkannya dikerah bajunya.
"Ray keatas sekarang yuk". Arsi salah satu teman dekat Raya merangkulkan tangannya ke bahu Raya.
"Yuk". Raya dan Arsi melangkah menuju lapangan upacara, karena 5 menit lagi upacara akan dimulai. Lapangan upacara sudah mulai ramai dipenuhi siswa-siswi, berbeda dengan kelas Raya yang hanya ada Raya dan Arsi yang berdiri dibarisan kelasnya.
"Apa-apaan ini ? Cuma kita yang mau upacara ?". Cetus Arsi kesal.
"Itu mereka, Heyyy !". Raya melambaikan tangannya heboh ketika melihat dua temannya Azka dan Mela yang sedang berjalan menghampirinya.
"Astaga apa yang dilakukan dua orang gila ini". Azka tersenyum sambil meledek Raya dan Arsi.
"Kalian kenapa ? gak salah makan ? sejak kapan kalian semangat ikut upacara ? udah waras ?". Mela terus menghujani Raya dan Arsi dengan pertanyaan.
"Hei, udahlah gue sama Arsi cuma—ya lagi bersemangat aja, iya kan ?". Raya melempar pandangan ke Arsi menunggu persetujuan.
"I- iya, kita lagi semangat aja". Arsi meregangkan kedua tangannya, lalu menggerak-gerakannya seperti melakukan pemanasan olah raga.
"Gila emang lu". Cetus Azka. Seketika mereka semua tertawa kencang.
Setengah jam sudah mereka semua melakukan upacara. Seperti biasa diakhir upacara pak Anto selaku kesiswaan akan mengumumkan siswa-siswi yang melakukan pelanggaran ketika mengikuti upacara. Raya, Arsi, Azka dan Mela menghiraukan itu, mereka malah asik bercanda.
Pak Anto terus memanggi beberapa nama siswa yang melakukan pelanggaran. "Arya Anggara X.3". Panggil Pak Anto lantang.
"Oh yaampun, suami gue !". teriak Raya, matanya langsung terpusat ketengah lapangan upacara. "Yaampun itu beneran suami gue, yaaa ngapain dia kedepan, oh kenapa dia gak pake dasi ?". Raya terus menggerutu panik.
"Itu beneran suami lo Ray ?". Azka bertanya sambil merangkul pundak Raya.
"Dia beneran dihukum ? yah sabar ya Ray". Arsi ikut merangkul pundak Raya.
Raya memang menyukai Arya, adik kelasnya itu. Hampir satu tahun ini dia menjadi penggemar rahasia Arya, hanya dia dan ketiga temannya yang mengetahui itu. Raya memanggil Arya dengan sebutan "suami" ya memang Raya sudah tidak waras. Padahal dia tidak pernah bertegur sapa sekalipun dengan Arya, dia hanya memandang Arya dari kejauhan, dia tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk menyapa Arya. Dia sudah merasa puas walaupun hanya melihat Arya dari kejauhan selama setahun ini. Ohh Raya sudah benar-benar gila. Gila karena cinta.
***
"Ya! Lo apa-apaan sih Ren ? Gaada kerjaan banget ih sumpah ganggu". Raya beranjak dari tempat duduknya berlari mengejar Rendi sahabat dekatnya sejak Raya masih kecil.
"Elah lo Ray, kerjaan lo marah-marah mulu, cepet tua lo!". Rendi menoleh kebelakang tetapi tetap tidak kehilangan fokus menjauhkan diri dari kejaran Raya.
"Udah cukup ya Ren, gue gak mau lagi berantem sama lo, balikin bolpoin gue Rendi Adrian!!!". Raya berteriak kencang.
"Eishhhh berisik lo Ray, gue bakalan balikin bolpoin lo elah, gausah teriak-teriak lo ah kebiasaan!".
"Oh Rendi ku yang tampan, balikin bolpoin gue ya, gue mau ngerjain tugas gue, ya ya Rendi tampan ?". Raya memohon dengan lembut, dia mengedipkan matanya seraya membujuk Rendi.
"Ohh Raya ku yang manis, gak mau!".
"Ya! Rendi balikin gak ?". kali ini kemarahan Raya sudah berada diubun-ubun, dia melepas sebelah sepatunya dan ingin melemparkannya pada Rendi.
"Yahhh lo galak amat sih!". Rendi menahan tangan Raya yang menggenggam sebelah sepatunya yang kini tingginya sudah berada diatas kepalanya.
"Gue bakalan balikin bolpoin lo, asal—lo mau—". Rendi terus bergerak maju sambil terus memegang pergelangan tangan Raya, begitu juga dengan Raya yang langkahnya terus mundur sampai punggungnya menyentuh tembok yang ada dibelakangnya.
"Lo- lo mau apa ?". Raya bertanya dengan suara panik. Rendi mendekatkan mulutnya disamping kuping Raya.
"Gue mau lo sore ini nemenin gue beli buku !".
"Gak mau!". Jawab Raya sinis. Raya terus menggerakkan tangannya.
"Ren lepasin gak ? sakit tau !". Ucap Raya sambil menghentakan kakinya.
"Gue gak bakalan lepasin tangan lo, sebelum lo mau nurutin ajakan gue!". Jawab Rendi yang semakin gencar membujuk Raya.
"Oke Ren Oke! Gue temenin lo beli buku, puas ? sekarang lepasin tangan gue !". Jawab Raya kesal.
"Nah gitu dong Ray, daritadi kek". Rendi melepaskan tangan Raya dari genggamannya.
"Mana bolpoin gue ?".
"Nih bolpoin lo". Rendi memberikan bolpoin berwarna merah muda itu pada Raya.
Raya mendengus kesal kemudian berjalan meninggalkan Rendi.
"Nanti jam 3 sore gue jemput ya Ray!". Rendi berteriak karena Raya sudah semakin jauh meninggalkannya.
Langkah Raya terhenti dan dia berbalik "Terserah lo Ren !". Raya terus berjalan ke kelasnya sambil terus menggerutu.
Hayhay~ Ini cerita pertama gue, gimana ? masih garing dan gak jelas yah ? haha pasti itu!
Minta vomment-nya yah^^
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
Teen FictionJika kita mencintai seseorang yang salah, siapakah yang harus disalahkan ? Dirikita sendirikah ? Atau cinta ? Apakah ada aturan tersendiri jika kita ingin mencintai seseorang ? Adakah hal-hal yang melarangnya ? Apakah cinta sejati itu selalu mengal...