[dua]

20 5 0
                                    

Raya terus membolak-balikan badannya ke kiri dan ke kanan, sudah hampir setengah jam dia merebahkan tubuhnya diatas kasur. Rasa kantuk dengan perlahan mulai meracuni matanya, dia memejamkan kedua matanya, tanpa menunggu waktu lama Raya sudah tertidur dengan pulas

"Woy Ray buka pintunya !!". Laki-laki itu terus menggedor pintu kamar Raya. Tidak ada jawaban apapun dari dalam kamar itu.

"Apa Raya gak ada dikamarnya ya ? Ah gak mungkin, jelas-jelas tadi tante Risa bilang Raya ada di kamarnya". Guman laki-laki itu dalam hati. Rencana jahil pun mulai berkeliaran dikepalanya.

"Woy kebakaran oi ! tsunami oi ! wah longsor ini ! banjir oi ! kiamat ini kiamat !". laki-laki dengan kemeja putih itu terus berteriak sambil mendekatkan mulutnya kelubang kecil pintu kamar Raya.

Raya yang baru saja tidur nyenyak, dengan terpaksa membuka kedua matanya karena sudah tidak tahan dengan gangguan orang yang ada diluar kamarnya. Raya mengambil jam weker yang ada didekat lampu tidurnya. "Aishh sial ! gue baru aja tidur 15 menit yang lalu". Raya beranjak dari tempat tidurnya, berjalan lesu menuju pintu kamarnya.

"Ada apa ?". Raya membuka pintu kamarnya. Orang yang berada didepan pintu kamar Raya dengan cepat bergerak masuk ke kamar Raya.

"Ya! Lo ngapain sih ?". Raya berteriak.

"Lah lo dari tadi tidur Ray ? lo kan udah janji mau nemenin gue beli buku, lo lupa ya ? kebangetan lo Ray". Rendi memasang muka so melas.

"Eh? itu—gue cuma tiduran doang ko, gu-gue gak lupa lagi!". Balas Raya gugup sambil menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.

"Oh kenapa gue harus lupa sih kalau ada janji sama Rendi, bagaimana ini ?". Raya terus menggerutu panik didalam hatinya.

"Bohong lo ! udah la Ray gue tuh udah kenal lo dari kecil, gue tau banget kalau sekarang tuh lo lagi bohong".

"Yaa maaf Ren, abisnya tadi gue ngantuk banget. Gue sekarang siap-siap, jangan marah ya ?". Raya terus memohon dengan memasang puppyeyes-nya.

"Gak ! gue marah sama lo". Jawab Rendi sinis.

"Ih Rendi lo jahat banget sih sama gue, gue kan sahabat lo". Raya menundukan kepalanya. Kali ini dia benar-benar memasang wajah seperti orang paling menyedihkan di dunia.

"Ya mulai deh". Rendi memegang puncak kepala Raya, menaikan kepalanya, lalu menatap mata Raya dengan tajam "Udah deh taktik lo ini udah basi banget, lagian kapan gue beneran marah sama lo ? Sekarang lo cepetan mandi, gue tunggu lo dibawah". Rendi melangkah meninggalkan Raya. Raya tersenyum penuh kemenangan, lagi-lagi dia berhasil membuat Rendi tidak jadi marah.

****

"Ray !". Rendi memanggil Raya yang sedang asik mencari buku. Raya berbalik kaget karena Rendi tiba-tiba berada didepannya dengan memegang buku yang kini buku itu berada 2 cm didepan mata Raya.

"Oh astaga, lo dapet buku ini dari mana Ren ?". Raya memandang buku itu takjub, kemudian dia mengambil buku itu dari tangan Rendi. "Wow ini luar biasa".

"Lu seneng Ray ? Gue sengaja ngajak lo ke toko buku, soalnya gue tahu kalau hari ini hari pertama buku itu dijual di toko buku". Rendi terus tersenyum menatap Raya yang kini sedang asik membuka halaman demi halaman novel karya penulis favorite-nya Tere Liye.

"Ohhh sungguh gue seneng banget Ren, makasih ya Rendi lo emang sahabat terbaik gue. ini buat gue kan ?". Raya menatap Rendi dengan senang.

"Bayar sendiri lah". Rendi berjalan meninggalkan Raya.

"Ya! Rendiiiii !!!". Raya berlari mengejar Rendi. Rendi tertawa kecil melihat Raya, dia membuka pintu mobilnya dan langsung masuk kedalam mobilnya yang kemudian disusul dengan Raya.

"Udah dong jangan baca terus, ada gue nih disini". Rendi berdecak sambil terus mengemudikan mobilnya.

"Mending gue liatin ini buku daripada gue harus liatin wajah lo, my bipolar". Balas Raya sambil terkekeh.

Rendi Adrian seorang ice boy tak tersentuh. Muka datar tanpa ekspresi sudah menjadi julukannya di sekolah, tapi.... sikap dinginnya akan sirna hilang entah kemana jika Rendi sedang bersama teman-teman dekatnya dan.... Raya sahabatnya. Karena sikapnya yang berubah-ubah, Raya memanggil Rendi dengan sebutan 'My Bipolar'.

"Rese emang lo Ray, gaada terimakasih-terimakasihnya sama gue, tau gini gue kagak bakalan beliin lo tu buku". Rendi menatap Raya dengan sinis.

"Widih santai dong Ren, lu sensi banget sih". Cibir Raya. Kini Raya menutup bukunya dan menatap Rendi.

"Eh Ren kita makan dulu ya, gue laper".

"Yaudah kita makan di café depan ya, gimana ?". Tanya Rendi.

"Oke boleh deh".

Setelah mereka memarkirkan mobil, mereka berjalan menuju café yang sedang ramai dikunjungi pengunjung. Tiba-tiba Raya menghentikan langkahnya, tatapannya menatap tajam lurus kedepan.

"Eh Ray lo kenapa ?". Rendi bertanya panik.




Heyhooo~ gimana ? masih biasa aja ? biasa ajaaa!!!!!

Tapi aku minta vote sama commentnya yah^^

Byebye!!!!


I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang