[duapuluh dua]

16 5 0
                                    

1 bulan kemudian.

Pandangan Rendi tak pernah lepas satu detik pun, tangannya terus menggenggam tangan Raya. perasaan bersalah masih terus menyelimuti dirinya, bahkan dia sudah bersumpah tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika Raya sampai kenapa-kenapa. Saat ini Rendi berharap agar Raya dapat kembali membuka matanya. Dan jika boleh jujur Rendi sangat merindukan manik coklat terang Raya, Rendi rindu senyuman Raya, Rendi rindu teriakan Raya, Rendi rindu semuanya.

"Ray, lo kok betah banget sih tidurnya ? gue tau lo itu kebo, tapi kebo juga gak gini-gini banget tidurnya". Rendi mengelus tangan Raya pelan.

"Ohiya Ray, besok hari terakhir UN. Lo bangun dong, asal lo tau aja yah lo itu udah ketinggalan jauh banget". Rendi sangat yakin Raya dapat mendengar perkataannya.

"Tapi tenang aja, gue bakalan bantuin lo ngejar ketinggalan itu. Seperti yang lo bilang otak gue itu diatas rata-rata hehehe". Rendi terkekeh hambar, kekehan yang mengisaratkan kesedihan.

"Ren, lo harus mulai nyoba buat ng-ikhlasin Raya".

Rendi menoleh ke arah sumber suara, ada Chandra diambang pintu. Seperti biasa Rendi akan menghiraukannya. Dia sudah bosan mendengar semua orang berbicara hal yang sama.

"Kasian Raya Ren, lo jangan ngekang dia kayak gini, mungkin memang Raya sudah ingin pulang. Bukannya gue pesimis atau apa, gue juga gak mau kehilangan Raya. tapi apa boleh buat ? lo juga tau sendiri sampai saat ini keaadaannya gitu-gitu aja. Satu minggu mungkin cukup buat lo buat nyoba ng-ikhlasin Raya".

Rendi masih tidak bergeming. Dia sudah mengetahui semuanya, termasuk mengetahui keputusan keluarga Raya yang akan melepas semua alat-alat yang selama ini melekat ditubuh Raya, yang artinya mereka akan merelakan Raya. satu minggu ? Rendi selalu berdo'a dan memohon agar Raya segera sadar.

Rendi beranjak dari duduknya, mengambil tas sekolahnya.

"Rendi pulang dulu Kak". Rendi berlalu melewati Chandra. Chandra hanya bisa mengehembuskan nafasnya lelah. Lelah dengan sikap Rendi yang keras kepala.

***

Tettt..... bel sekolah menggema diseluruh penjuru sekolah, teriakan siswa-siswi pun ikut menggema. Siapa yang tidak senang ? mereka semua telah selesai melaksanakan tugas negara a.k.a Ujian Nasional. Rasanya seperti puluhan ton beban yang selama ini menumpuk dikepalanya hilang lenyap begitu saja.

Dengan ekspresi datarnya Rendi berjalan keluar kelasnya. Berjalan menyusuri koridor sekolah menuju tempat parkir. Langkahnya terhenti keika dia merasakan getaran disaku celananya.

"Hallo Kak... Hah ?.... oke Rendi segera kesana".

Rendi pun langsung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit.

Setelah sampai dirumah sakit, Rendi melangkah cepat ke ruangan Raya.

"Raya.......". Rendi membuka pintu ruangan Raya dengan keras, dia masuk dan langsung menarik tubuh Raya kedalam pelukannya.

"Ren, gue gak bisa nafas". Lirih Raya. Rendi langsung melepas pelukannya, dia menatap Raya tak percaya. Sahabatnya oh tidak lebih tepatnya pujaan hatinya kini sudah terbangun dari tidur panjangnya. Ini seperti keajaiban.

"Gue seneng banget lo bangun". Rendi kembali memeluk Raya. bahkan dia tidak sadar kalau saat ini, diruangan itu ada keluarga Raya yang sedang melihatnya dengan bibir yang melengkung membuat senyuman.

"Ekhem". Deheman Chandra berhasil membuat Rendi tersadar dan melepas pelukannya dengan cengiran tanpa dosa.

"Kyaknya kita harus keluar dulu deh mah, pah". Chandra berkata sambil tersenyum jahil.

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang