[empat]

11 5 0
                                    


Raya, Mela, Azka dan Arsi sedang asik berbincang di kantin sekolah, Rendi dan ke dua temannya Aldi dan Bayu baru saja keluar dari kelasnya dan berjalan menghampiri mereka. Raya dan Rendi memang berbeda kelas, tetapi Rendi mempunyai banyak waktu untuk mengganggu Raya, pasalnya kelas mereka memang bersebelahan, jadi Rendi bisa dengan mudahnya gangguin Raya tanpa ada gangguan jarak.

"Rendi lo kebiasaan banget sih main nyomot makanan gue!". Raya berteriak kesal, ketika Rendi memakan makanan pesanannya.

"Yee lo Ray jadi orang pelit banget sih".

"Bodo amat !". Raya menopang dagunya dengan kedua tangannya, dia memasang muka cemberut. Rendi hanya tertawa kecil melihat kelakuan Raya yang seperti itu. Ah itu muka cemberut itu, Rendi sangat menyukainya. Pandangan Rendi kemudian tertuju pada perban yang meliliti lengan Raya.

"Eh Ray tangan lo kenapa ?". Rendi dengan cepat menarik tangan Raya dan melihat luka yang kini sudah terbalut perban.

"Lo jatuh dimana ? kapan ? kok bisa ?". Rendi bertanya panik.

"Aduh udah deh Ren gue gapapa". Raya menarik tangannya dari genggaman Rendi. Raya kemudian diam terpaku ketika melihat seseorang berjalan menghampirinya.

"Kak Raya gapapa kan ? lukanya udah diobatin ? aduh kak gue bener-bener minta maaf ya". Arya menatap Raya cemas.

"Duh gapapa kali Ar, ini cuma luka biasa aja ko". Jawab Raya so santai padahal hatinya sedang berdegup kencang.

"Gue beneran ngerasa gak enak kak, eh- kalau nanti pulang sekolah gue anterin pulang gimana ? itung-itung itu sebagai permintaan maaf gue". Arya bertanya dengan entengnya. Rendi yang sedang meminum es jeruk pesanannya langsung tersedak ketika mendengar perkataan Arya. Semua orang yang ada disana hanya terdiam. Sesekali Arsi menyikut perut Azka seolah memberi kode dan bertanya ini beneran Arya suami Raya ? mereka benar-benar serasa sedang bermimpi, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Eh? bo boleh deh". Raya menjawab dengan gugup, pipinya mulai memanas dan memerah, jantungnya berdebar semakin kencang.

"Oke kak, nanti pulang sekolah gue tunggu diparkiran ya". Arya tersenyum tipis lalu berjalan pergi meninggalkan mereka.

Oh tuhan senyum itu, senyum itu senyum yang paling indah dari siapapun.

***

Bel sekolah berbunyi sangat indah ditelinga Raya, tanpa basa-basi dia langsung keluar kelas berjalan menuju parkiran.

"Kenapa tu orang ?". Arsi bertanya dengan mata yang terus memperhatikan Raya.

"Tau deh yang mau pulang bareng suaminya, yuk ah pulang!". Azka merangkul Arsi lalu berjalan keluar kelas.

Raya berdiri manis ditempat parkir, sesekali dia merapihkan poninya, bagaimana pun juga dia ingin terlihat cantik didepan Arya.

Hampir setengah jam Raya berdiri mematung ditempat parkir, teman-temannya sudah pulang dari tadi, parkiran sudah mulai sepi tapi Arya masih tidak kelihatan batang hidungnya. "Arya kemana ya ? kok belum datang juga. dia gak lupa kan ? apa dia udah pulang dari tadi dan ninggalin gue gitu aja. Oh cukup Raya gausah nething gitu". Raya berusaha menenangkan dirinya sambil menggerak-gerakkan sebelah kakinya.

"Lo belum pulang juga Ray ?". Suara itu membuat Raya mendongakan kepalanya, pasalnya sendari tadi Raya terus menekuk kepalanya bete.

"Menurut lo ?". Jawab Raya sinis.

"Lo mau pulang bareng gue gak ? Mau sampai kapan lo nunggu Arya ? Rese banget tuh bocah seenaknya gitu nyuruh lo nunggu disini". Decak Rendi kesal.

"Udah lo pulang sama gue aja". Rendi menarik tangan Raya menuju mobilnya, Raya tidak protes sedikitpun, kini dia benar-benar kecewa, hayalan-hayalan indahnya hilang begitu saja. Tiba-tiba langkah Raya terhenti ketika Raya merasa ada yang menarik sebelah tangannya lagi. Raya membalikan badannya begitupun Rendi yang menyadari langkah Raya terhenti dan ikut membalikan badannya.

"Sorry kak gue telat, tadi gue abis beresin dulu barang bekas pratikum kimia". Ucap laki-laki sambil mengatur nafasnya.

Raya mengerjapkan matanya berkali-kali seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Gue balik !". Rendi melepaskan genggaman tangannya dari tangan Raya, kemudian dia menyalakan mesin mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Raya dan Arya. Rendi terus menancap gasnya, seperti biasanya kali ini kecepatan mobilnya sudah diatas rata-rata.

"Kak Raya gak marah kan ?". pertanyaan Arya berhasil membuat Raya kaget.

"Oh-huh enggak ko, udah yuk kita pulang". Raya dan Arya berjalan menuju mobil putih milik Arya. Sepanjang jalan Raya hanya diam membisu. Jantungnya terus berdetak tidak karuan, pasalnya ini pertama kalinya Raya bisa duduk berdampingan dengan Arya dalam waktu yang cukup lama, karena memang jarak rumah Raya dari sekolah cukup jauh. Itulah kenapa Raya demen banget kesiangan.

"Kak ko diem aja sih ?". Arya melempar senyum manisnya pada Raya.

"Terus gue harus gimana de ? kalau gue joged-joged disini entar gue dikira gila sama lo". Raya menatap Arya sinis yang kemudian disusul dengan senyum manisnya.

"Haha duh kak ko lo lucu banget sih". Rendi tertawa pelan, matanya tetap menatap lurus kejalanan.

"Apa Arya bilang ? Gue lucu ? Oh tuhan bunuh gue sekarang, gue udah gak sanggup". Pipi Raya mulai memerah,detak jantungnya semakin menjadi-jadi.

"Kak ini belok kiri apa belok kanan ?". Arya melirik Raya yang sedang memegang dadanya dengan kedua telapak tangannya dengan pipi yang memerah. Saat itu juga Arya menghentikan mobilnya.

"Kak lo gak lagi sakit kan ? Ko pipi lu merah ?". Arya bertanya panik dan berhasil membuat Raya tersadar dari lamunannya.

"Eh? enggak ko gue baik-baik aja, ini belok kanan de". Jawab Raya gugup.

Arya kembali menjalankan mobilnya, dan kini mereka sudah sampai didepan rumah Raya.

"Makasih ya de udah mau nganterin gue balik". Raya tersenyum, lalu berjalan memasuki rumahnya. Tiba-tiba sebuah tangan menarik pergelangan tangan Raya yang membuat Raya menghentikan langkahnya.



Hoolaaahooppp~

Tap Vote tap Comment guys, <3

I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang