Aku berjalan menyusuri tangga rumah megah ini, dengan masih menggunakan gaun pengantin yang kupakai saat resepsi pernikahan kami tadi pagi.
Pernikahanku bersama seorang pria kaya yang berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak. Sekarang aku sudah sampai didepan pintu kamar dia, maksudku pria yang telah sah menjadi suamiku sejak tiga jam yang lalu.
Masih terngiang jelas ditelingaku tentang bagaimana sumpah pernikahan yang kami ucapkan dengan khidmat saat acara pemberkatan tadi pagi.
Masih jelas di ingatanku, melihat binar bahagia, dari wajah kedua orangtua pria itu sangat berbalik dengan ekspresi dinginya yang sejak pertama kali bertemu denganku.
Song Jong Ki, nama pria yang telah menikahiku dan menjadi suamiku sekarang, kami tidak saling mengenal. Bahkan aku baru pertama kalinya melihat pria itu, saat kami melangsungkan pemberkatan pernikahan dihadapan pendeta.
Pernikahan kami bukan karena perjodohan, bukan juga karena saling mencintai tapi ini adalah sebuah pertanggung jawaban.
Tidak, ini bukan karena aku tengah mengandung anaknya aku harus menikah, ini karena aku harus membayar hutang bibi dan pamanku, maka aku harus mau dinikahinya.
Menikah denganya pun memiliki alasan dan batas waktu, sampai aku melahirkan anak untuknya dan juga calon isterinya.
Aneh bukan?
Dia sudah memiliki calon isteri tapi dia harus menikahiku terlebih dahulu untuk mendapatkan keturunan.
Karena saat kudengar dari bibi, bahwa calon isterinya yang bernama Moon Chae Won itu tidak bisa memberikan cucu untuk keluarganya yang sangat kaya raya itu.Song Jong Ki, merupakan seorang pewaris Rumah Sakit Seoul. Maka pria itu harus memiliki keturunan untuk pewaris di masa yang akan datang.
Jangan mengira, pernikahanku dengannya akan bertahan lama. Bahkan yang hadir dalam pernikahanku hanyalah orangtuanya, calon isterinya, serta paman dan bibiku.
"Sudahkah hutang budiku terbayar lunas untuk pernikahan ini?" Desisku tajam pada bibiku yang terlihat menikmati makanan yang disediakan diatas meja tamu kamar ini.
Saat ini, kami hanya berdua dikamar pengantinku. Kami duduk berhadapan disebuah kursi, yang sepertinya diperuntukkan untuk tamu dikamar yang lumayan luasa ini.
"Tiffany, maafkan aku, kau tau kan bahwa. . ."
"Aku tahu alasannya, dengan uang peninggalan kedua orangtuaku, tidak cukup bagi kalian, untuk membesarkanku. Itukan alasannya?"
Aku membenci alasan yang tak masuk akal itu, kemana saja uang yang ditinggalkan ayahku, uang asuransi, uang rumah orangtuaku, yang mereka jual tanpa sepengetahuanku, dan uang tabungan ibuku.
Apakah mereka memakainya hanya untuk berjudi dan menghamburkanya pada investasi yang acap kali, selalu menipu mereka. Aku tidak percaya ini, mereka memperbudakku hanya demi kepuasan materi?
Seandainya, ayah dan ibu masih hidup. Atau jika saja mereka tidak menjatuhkan hak asuhku pada paman dan bibiku, aku pasti bisa bahagia meski hanya sebatang kara.
"Menantu Song datang, Tiffany ada suamimu" Aku tidak peduli.
"Bisakah, bibi tinggalkan aku dengannya" Aku melihat bibi beranjak ingin pergi, tapi dengan cepat kucegah kepergianya dengan memegangi ujung lengan bajunya.
Bibi melihat kearah tanganku, dan dia tidak berfikir untuk tinggal meski aku meminta. "Aku harus pergi Fany-ah, ada suamimu disini, jadi bersenang-senanglah kalian berdua"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiffany Hwang • Destiny [Re-write]
FanfictionTIFFANY HWANG (Destiny) © 2016, Nura Ihsan Taufiko (Nuraihsant). All rights Reserved. _______________ Usia kandunganku sudah memasuki usia delapan minggu, dan itu artinya aku sudah menjadi temanya selama dua bulan ini [ Tiffany Hwang ] _____________...