Telah banyak cerita yang kita lalui
Menangis bersama dan tertawa
Jarak di antara kita tak lagi bermakna
Engkau sahabatku selamanya
("Sahabat" - Tiffany Kenanga)***
Sahabat terbaik adalah dia yang mampu mendukung tindakan sahabatnya. Meski yang dilakukan terbilang egois.
Memikirkan bahwa ini hari terakhir Selva berada di rumah Ivan membuat cewek itu begitu semangat memasak untuk menu sarapan. Berkali-kali cewek itu bersiul bahagia, membuat Nyonya Helen yang melintas mengerutkan dahinya heran.
"Ngapain kamu senyam-senyum gitu? Bahagia banget kayaknya," celetuk Nyonya Helen yang masih betah berdiri sambil memasang wajah ingin tahu di belakang Selva.
"Iya dong, Tante. Selva, kan nanti sore udah pulang ke rumah. Dan nggak bermalam di sini lagi."
"Oh gitu, jadi seneng banget ya udah nggak tinggal di sini lagi?"
"Nggak gitu juga sih, Tan. Tapi seneng juga sih ya, soalnya udah nggak tinggal di neraka lagi."
"Apa?!"
Kontan Selva menampar mulutnya yang bicara seenaknya. Ia jamin pasti nanti akan ada hukuman dari wanita itu.
Mulut, lancang sekali dirimu! Selva mengutuk dirinya sendiri yang asal ngomong. Jujur saja, itu kata hatinya. Dan mulutnya tidak ada niat untuk berkata sedemikian rupa.
"Tan, sorry. Tadi yang bicara mulut Selva, bukan kemauan Selva sendiri kok, hehe."
Nyonya Helen hanya medengus keras sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah kenapa, mengurus satu orang dalam waktu tiga hari saja membuatnya pusing tujuh keliling seperti ini.
"Tante nggak mau tau ya, Selva! Pokoknya kamu nanti sehabis pulang sekolah langsung bersihin gudang. Itu hukumanmu karena mulutmu itu lancang sekali berbicara," Selva membelalakkan kedua matanya. Menatap Nyonya Helen dengan tatapan tak percaya.
Membayangkan banyak tikus, kecoa, dan musuh hidup Selva yang lain di dalam gudang saja sudah membuat cewek itu hampir muntah. Selva bukan gadis yang mudah jijik atau anti barang berdebu. Tak masalah kalau ia harus membersihkan barang-barang yang berdebu, tapi jangan di gudang, okay!
Sumpah demi apapun, Selva sangat jijik dengan hewan-hewan gudang itu.
"Tante!" Nyonya Helen yang sudah sampai pertengahan tangga, tak bisa menahan rasa kesalnya ketika Selva berteriak sekuat tenaga.
"Hihh, apa sih Selva?!" balas teriakan Nyonya Helen. Wanita sosialita itu mau tak mau kembali menuruni tangga. Dan melotot dengan tatapan membunuh ke arah Selva.
"Aku nggak mau bersihin gudang, banyak kecoanya. Selva nggak mau! Selva maunya disuruh bersihin barang-barang aja."
Refleks Nyonya Helen mengelus dadanya, bersikap sabar pada sosok makhluk pembangkang macam Selva. Untung gadis itu bukan anaknya.
"Terserah kamu deh, capek saya debat sama kamu."
Selva sontak berteriak kegirangan, sampai meloncat-loncat hingga membuat Nyonya Helen menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tante!"
"Ya Allah, Selva! Apa lagi?!" bayangkan saja, wanita paruh baya itu hampir terjengkang setelah mendengar teriakan Selva yang kelewat keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Confused
Teen FictionIni, tuh rumit. Selva Argani suka sama Afrey Andhika, tapi Dika minta dia buat suka sama kakak kandungnya, Ivan yang jatuh cinta sama Selva sejak kecil. Sejak mereka belum bisa ngusap ingus dengan benar. Selva mulai bimbang. Ketika Dika memohon pada...