The story of my life
I take her home
I drive all night
To keep her warm
("Story of My Life" - One Direction)***
L
SREKKK!
Tirai berwarna rose gold di kamar seorang gadis nampak ditarik oleh seseorang. Orang itu tampak memberengut tak suka ketika tahu sang empunya kamar masih tetap bergelung nyaman di balik selimutnya. Menghangatkan diri di balik suhu dingin dari pendingin ruangan Selva yang diputar dengan suhu 17 derajat celcius. Tama terkadang heran, mengapa jika dingin adiknya itu sama sekali tidak mau mematikan pendingin ruangan. Dan malah menyiksa dirinya sendiri lantaran hawa dingin dari mesin pendingin.
SRET!
Kali ini selimut sang gadis yang ditarik lalu dilempar jauh hingga mencapai pintu. Membuat si pemilik kamar mengerang lirih.
"Bangun, putri pemalas! Ayo ke Thailand."
"Eunghh."
Sebelah tangan besar milik Tama mencubit hidung Selva selama beberapa detik, yang dibalas tepisan keras oleh gadis itu. Dengan raut muka kesal, Selva bangkit duduk di atas tempat tidurnya. Namun matanya masih terpejam erat, seolah tak mau melewatkan momen indah di dalam mimpinya.
"Heh! Buruan bangun atau mau gue tinggal nih?"
"Tinggal aja sana. Gue juga nggak ada niat buat pergi ke pesta Tante Molly."
"Ya tapi hari ini hari spesial dia, Selva. Dia ibu baru kita saat ini."
Wajah mengantuk Selva yang semula mendominasi kini terganti dengan wajah kesal sepenuhnya. Matanya kontan membuka cepat. Tama kembali membahas masalah sensitif itu, tentu saja Selva tak suka. Memangnya hati anak siapa yang mau mendengar bahwa kenyataan ibunya sudah tiada lalu sekarang tergantikan oleh orang lain.
Tama sudah dewasa, laki-laki itu mungkin tau bagaimana cara menanggapi suatu hal buruk atau baik. Tapi Selva masih terlalu dini untuk mengerti tentang status Molly yang sejak awal tidak disetujuinya itu.
"Nggak. Aku ada acara sama Ivan dan Dika." Selva segera bangkit berdiri. Ia tak mau berlama-lama di kamar ini mengobrol tentang pesta Molly bersama kakaknya. Atau ia akan mati akibat darahnya naik tiba-tiba karena tetap memaksakan diri mengobrol dengan Tama.
"Mau sampai kapan, sih Sel, lo lari dari kenyataan? Ibu udah nggak ada. Jadi wajar kalo Tante Molly sekarang ibu kita." Tama mendesah frustasi. Pandangannya menyendu meski Selva tidak lagi menatap ke arahnya, lantaran gadis itu kini sedang membelakangi Tama.
"Kenyataan yang mana yang bikin aku lari? Kalian itu sok tau! Aku udah nggak sedih atas kematian ibu, aku juga nggak marah sama ayah karena punya Tante Molly sekarang. Aku emang hari ini ada acara, Kak. Aku nggak bisa ikut ke Thailand."
Tama menghela napas pendek. Batinnya menyalahkan dirinya sendiri yang terus memaksa Selva untuk pergi ke pesta ulang tahun Molly. Harusnya Tama tahu sejak awal, adiknya itu tidak akan pernah mau terlibat dengan Molly. Meski baru saja Selva menegaskan bahwa ia tak lagi keberatan dengan wanita itu juga atas kematian ibunya, tapi Tama tahu bahwa Selva sesungguhnya masih sedikit keberatan.
Dirinya sudah mengenal Selva sejak lahir. Ia dan Selva hanya terpaut jarak 4 tahun. Selama Selva membentuk karakter dirinya yang berjiwa kuat, Tama tahu bahwa gadis itu tidak akan pernah mau terlihat sedih oleh siapapun. Selva dengan aktingnya yang bagus akan langsung membuat orang percaya bahwa ia sesungguhnya memiliki seribu kepedihan terpendam, di balik tawanya yang berusaha ia umbar di depan banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Confused
Teen FictionIni, tuh rumit. Selva Argani suka sama Afrey Andhika, tapi Dika minta dia buat suka sama kakak kandungnya, Ivan yang jatuh cinta sama Selva sejak kecil. Sejak mereka belum bisa ngusap ingus dengan benar. Selva mulai bimbang. Ketika Dika memohon pada...