Your arms around me come undone
Makes my heart beat like a drum
See the panic in my eyes
Kiss me only when you cry
'Cause you always want what you're running from
And you know this is more than you can take
("Bittersweet" - Ellie Goulding)***
Sesak, sayang. Rindu dengan kejamnya menghempas pergi oksigen di dadaku.
Seperti biasa, hari ini Ivan hadir menemani Selva setelah pulang sekolah. Ia sendirian. Tentu saja. Karena orang yang beberapa waktu lalu ikut menemaninya menjenguk Selva, telah ia usir perlahan agar tak mengusik kebersamaannya dengan Selva.
Dika. Dialah orang yang sempat ia usir kedatangannya dengan ancaman halus. Kedengarannya jahat. Tapi percayalah, Ivan masih menyayangi adiknya itu. Hanya karena satu gadis yang sama, ia dan Dika bersitegang kembali.
Walau Ivan tak menginginkan hal itu terjadi, namun Tuhan seolah sedang mengujinya. Seberapa kuat ia mencintai Selva. Sedangkan Dika, juga mencintainya sama besarnya.
Ivan khawatir pada adik satu-satunya itu. Takut jika hubungan persaudaraan mereka kali ini benar-benar renggang. Batinnya juga terus mendesaknya untuk berbaikan pada Dika. Namun rasa gengsinya lebih tinggi hanya sekedar meminta maaf. Sehingga ia kini sedang lost contact dengan adik laki-lakinya itu.
Karena terlalu lama memikirkan keadaan orang di sekelilingnya, Ivan kadang sampai tak menyadari bahwa dirinya sendiri tengah terpuruk. Ia bahkan terkadang tidak mau makan dan lupa minum obat karena Selva yang belum juga tersadar dari tidur panjangnya. Gadis cantik itu seolah merasa nyaman dalam dunia bawah sadarnya, hingga tak mau lagi kembali ke alam nyata.
Tapi tak tahukah ia, bahwa Ivan di sini menunggunya. Menunggu Selva sampai gadis itu membuka kelopak mata indahnya, menunggu gadis itu untuk berkicau ria seperti biasa, dan menunggu gadis itu untuk kembali tersenyum manis kepadanya. Jika pun Selva tak membuka mata untuk Ivan, tak apa. Yang jelas ada banyak orang yang menunggunya tersadar selain Ivan.
Tentu saja ada Dika yang disayang gadis itu, ayahnya yang sering membuat kesalahan, kedua kakak kembarnya yang sangat dicintainya, dan Sonia yang sangat disayanginya setelah kedua orang tuanya.
Semua orang itu menunggu Selva, menunggu gadis itu agar kembali ceria seperti biasa. Namun faktanya, sudah lebih dari dua minggu mereka menunggu. Tetap saja belum ada hasil. Selva masih terbaring nyaman di atas ranjang rumah sakit, ditemani jarum alat medis yang menusuk kulitnya. Bila ia dapat berbicara pun, Selva pasti akan berucap bahwa ia merasa sakit di atas ranjang. Sama sekali tidak nyaman.
Tapi hingga kini, bibir tipisnya itu masih setia terbungkam. Tertutup alat bantu oksigen yang menutupi sebagian wajahnya.
"Van?" panggilan lembut yang khas dari seorang wanita, berhasil menggugah Ivan dari dunia bawah sadarnya. Ditolehkan kepalanya ke belakang, ingin mengetahui siapa yang telah memanggil namanya.
"Loh? Mama? Sejak kapan di sini?" Ivan mengerjapkan dua matanya tak percaya. Pasalnya ia tak mendengar suara pintu terbuka. Mungkin saja karena ia terlalu asyik berkutat dalam lamunannya. Dan tiba-tiba sudah melihat Mamanya berdiri di belakangnya.
"Kamu pulang dulu, gih. Mama yang bakal di sini jagain Selva." Bukannya menjawab pertanyaan sang anak, wanita itu malah berujar dengan lembut. Sembari meremas bahu anaknya penuh tatapan sayang.
"Nggak, Ma. Ivan mau di sini sampai Selva bener-bener udah siuman," balas Ivan keras kepala. Diliriknya sosok Selva yang masih setia memejamkan mata. Gadis itu terlihat sangat lelap dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Confused
Teen FictionIni, tuh rumit. Selva Argani suka sama Afrey Andhika, tapi Dika minta dia buat suka sama kakak kandungnya, Ivan yang jatuh cinta sama Selva sejak kecil. Sejak mereka belum bisa ngusap ingus dengan benar. Selva mulai bimbang. Ketika Dika memohon pada...