25. Can I Plead?

430 24 6
                                    

The older I get
The more I can see
How much he loved my mother and my brother and me
And he did the best that he could
And I only hope when I have my own family
That everyday I see A little more of my father in me
("A Song for Dad" - Keith Urban)

***

Dad says, "Jangan memohon apapun dariku. Karena selamanya aku akan tetap melindungimu, bahkan ketika seluruh dunia berlaku kejam padamu."

          Selva tidak menduga bahwa sekembalinya Julian ke hadapannya mengundang hawa jengkel yang berlebihan dalam diri Selva. Gadis itu tahu betul jika Julian sudah mendatanginya secara langsung seperti ini, cowok itu biasanya punya urusan yang lebih penting daripada yang terpenting.

          Maka sejak Julian menyusulnya ke rooftop tadi malam hingga pagi hari ini, Selva sama sekali tidak menanggapi kehadirannya sama sekali. Cowok itu pun tak banyak bicara, seolah mengerti bahwa Selva memendam amarah untuknya. Ia akan mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan tenang.

          Namun yang membuat Selva tak percaya adalah, segila-gilanya Julian selama ini, cowok itu tak akan mungkin menjadi orang bodoh. Dan sekarang gadis itu benar-benar tidak menduga jika Julian mendadak jadi orang bodoh atau bahkan gila.

          Bayangkan saja, malam sebelum Selva tertidur hingga pagi menjelang, cowok itu masih saja ada di sisinya. Bukan apa-apa, justru Selva senang karena ada yang menemaninya dan ia merasa tidak kesepian lagi. Namun jika begini caranya, ia benar-benar stres. Pasalnya cowok itu benar-benar diam di tempatnya memandangi Selva tanpa berkata sedikit pun.

          "Tujuan lo ke sini apa, sih sebenernya?!" pada akhirnya Selva bertanya dengan nada sarkastik. Ia tak tahan untuk terdiam terus-menerus tanpa keterangan yang jelas.

          "Mau jenguk lo. Nggak boleh?" Selva menggeram kesal dibuatnya. Cowok itu benar-benar tidak tahu pada siapa ia berhadapan.

          "Iya gue tau lo mau jenguk gue. Tapi gue yakin lo punya rencana lain selain jenguk gue. Iya kan? Ngaku lo!" tukas Selva dengan nada tinggi. Masih ditatapnya Julian dengan mata melotot jengkel.

          "Gue pengen lo jadi pacar gue."

          Singkat, padat, dan jelas. Kata-kata penuh makna yang justru membuat Selva menahan amarahnya secara mati-matian. Kedua tangan cewek itu sudah mengepal dengan sangat erat. Ditambah lagi melihat wajah datar Julian yang memandang ke arahnya. Wajah datar yang serasa ingin Selva timpuk dengan vas bunga di pojok ruangan.

          "Jangan ngaco, deh! Gue nggak sudi dan keinginan lo itu nggak akan pernah terjadi," sergah Selva dengan rahang terkatup rapat. Bahkan gesekan antar gigi atas dan bawahnya terdengar bergemeletuk. Tanda bahwa dirinya sangat emosi.

          Sedangkan Julian hanya mampu tersenyum miring. Ia berlagak seolah tak melakukan kesalahan apapun dengan cara menutup koran dengan santai, kemudian menyesap kopi yang beberapa menit lalu dibelinya di kedai kopi.

          "Lo tau gue nggak serius, Sel," ujar cowok itu pelan di sela-sela sesapan kopinya.

          Untuk ukuran orang yang sedang minum, suaranya terlampau lirih. Jika saja Selva tidak mempunyai pendengaran yang normal, ia mungkin tidak akan mendengar apa yang tengah dibicarakan cowok gila itu.

          "Lo ngomong sukanya bertele-tele, tau nggak sih?! Coba deh to the point," Selva berseru dengan nada tak terima. Ia hanya malas menanggapi perkataan seseorang yang bertele-tele, persis seperti Julian saat ini.

The ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang