18. Where Are You

772 69 5
                                    

Selama aku masih bisa bernafas
Masih sanggup berjalan kukan slalu memujamu
Meski ku tak tahu lagi engkau ada dimana
Dengarkan aku ku merindukanmu
("Merindukanmu" - d Masiv)

***

Biarkan semuanya berjalan dengan perlahan, berjalan dengan semestinya sesuai takdir yang ditulis Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan tidak akan lupa akan imbalan untukmu.

          Ayam sudah berkokok sejak 5 jam yang lalu, burung berkicau merdu di atas sana, tak peduli bahwa ada seonggok anak manusia yang tengah terbaring malas di ranjangnya. Bahkan matahari pun tersenyum dengan cerahnya, seolah sudah mendapatkan jalan terang di antara kegelapan.

          Cewek yang tengah terbaring itu pun memilih diam, berkutat dengan ponsel pintarnya yang kini sedang mendunia. Ia sengaja menulikan pendengarannya ketika seseorang terus saja berteriak, menggedor pintu kamarnya di luar sana. Cewek itu tak peduli jika pita suara orang-orang yang berada di luar kamarnya terputus.

          DUKK! DUKK! DUKK!

          "Sel, plis... bukain pintunya! Lo harus makan kalo nggak mau sakit, jangan jadi anak bandel! Oke, lo bebas nggak sekolah juga terserah lo. Tapi tolong pikirin kondisi lo, gue nggak mau lo sakit."

          DUKK! DUKK! DUKK!

          "Non Selva, Mbok udah buatin masakan kesukaan Non Selva loh. Ayo makan dulu, habis itu mandi, terus nanti Mbok temenin jogging deh."

          "Selva...."

          Tepat setelah dipanggil dengan nada sendu itu, sang empunya nama menenggelamkan kepalanya di antara tumpukan bantal dan boneka. Menutup telinganya rapat-rapat supaya alat pendengarannya itu tidak tuli mendengar suara cempreng Tami.

          Ia sudah biasa seperti ini. Sejak hari pertama ibunya tiada, Selva memilih mengurung diri di kamar. Tak pernah mau keluar kamar dari 2 hari yang lalu sampai hari ini. Cewek itu pun tak peduli kalau ia akan sakit, dan perutnya kelaparan karena hanya makan permen. Iya, Selva selama ini kehilangan nafsu makannya, lebih memilih memakan permen yang tidak dapat dicerna di dalam perutnya.

          Cewek itu juga tak pernah peduli kalau ia busung lapar. Toh, kalaupun ia sakit tidak akan ada yang peduli dengannya. Ayahnya saja tidak pernah mempedulikannya setelah malam itu ia melawannya. Bahkan pria paruh baya itu juga tak pernah mendatangi kamarnya, sekedar menggedor pintu atau memanggil namanya seperti yang dilakukan kakak perempuannya beberapa menit yang lalu.

          Miris memang. Kehilangan sosok ibu yang selalu mencurahkan seluruh perhatiannya untuk putri bungsunya. Bahkan Selva kehilangannya saat ia belum sempat mengucapkan kata terakhir, pelukan terakhir, dan kecupan terakhir dari sang ibu. Selva juga tidak mendapat semangat apapun sebelum ibunya benar-benar menutup mata. Hal itu mematahkan semangat hidup Selva. Gadis itu terlalu putus asa untuk menghadapi kekejaman dunia ini.

          Karena selamanya ia tahu, Tuhan pun tidak tidur, bahkan semesta menjadi saksi, bahwa hanya ibunyalah yang mampu menegakkan badannya. Bahwa hanya wanita itulah yang mampu menopang kembali semangatnya yang telah runtuh diterjang badai. Tapi kemana wanita itu sekarang? Pergi tanpa jejak. Hanya meninggalkan seonggok kenangan yang tersimpan di dalam memori orang-orang terdekatnya.

          "Bu, bahagiakah dirimu di sana? Kau meninggalkan kami di sini, meninggalkanku sendirian tanpa teman. Kau tahu aku selalu punya teman, sahabat, saudara. Tapi kau tidak tahu bahwa rasanya aku seperti sendirian di dunia ini, rasanya seperti aku sendiri yang menghadapi kejamnya badai, tanpa sosok teman satupun."

The ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang