6. Bagas

520 41 10
                                    


Apes. Akhir-akhir ini rasanya ratu keberuntungan sedang tidak memihak padaku. Matematikaku yang tak kunjung lulu KKM, Theo yang tiba-tiba saja menganggapku orang asing, bahkan baju-baju lembab karena belakangan ini hujan sering turun.

Jangan-jangan ini adzab karena durhaka pada suami?

Halah, memangnya sinetron.

Aku menghela napas. Mungkin ada satu hal yang membuat sedikit lega, setelah pernyataan dari Bagas tempo hari itu tidak membuatnya menjadi orang yang berbeda. Dia masih sama seperti biasa, berbicara dan menyapaku seperti tak pernah ada apapun yang terjadi. Dia bahkan tidak mengungkit-ngungkit ataupun memintaku menjawab perasaannya. Dia menunggu diriku yang tidak siap. Dia memang cowok yang sangat baik hati.

"Oke anak-anak, karena guru kimia hari ini tidak hadir, jadi pelajaran kali ini diganti menjadi self study di perpustakaan. Gunakan waktu kalian sebaik mungkin mengerti." Begitulah ucapan guru piket di siang hari itu, dan dalam sekejap kelas menjadi sunyi karena seluruh penghuninya langsung berhamburan keluar.

Anak-anak yang memang sudah terbiasa membolos tak akan pernah terlihat di perpustakaan, sudah sejak awal melangkahkan kaki keluar kelas arah yang mereka ambil sangatlah melenceng. Well, terkadang aku juga membolos, tapi kali ini tidak terpintas sedikitpun di benakku untuk melakukannya. Entah ada dorongan apa yang membuatku agak peduli dengan masa depan.

"Nyari buku apa, Len?" tahu-tahu Dian muncul dari balik bahuku, dia kemudian berdiri di sampingku dan menggapai sebuah buku yang letaknya dua rak di atas kepalaku.

"Gue mau baca buku... yang enak dibaca buku apaan Di?" beda dengan Dian yang memang seneng nelen buku, aku ini bukan tipe yang mau baca buku tebal selain pelajaran—itupun karena kewajiban.

"Mm, Lo emang suka baca buku yang kayak gimana?"

"Yang banyak gambarnya, yang isinya cerita bukan analisa, yang lucu gitu Di."

"Halah bilang aja Lo mau baca komik."

Aku hanya memberikan cengiran terbaikku padanya.

"Coba Lo baca ensiklopedia, banyak gambarnya tuh."

"Iya ya? Yaudah gue ambil itu deh.." akupun pergi mencari rak dimana buku-buku ensiklopedia ditata. Tak lama untuk menemukannya, dan untungnya tidak berada di rak yang terlalu tinggi untuk kugapai. Lalu setelah mendapatkannya aku pergi mencari Dian untuk membaca di sebelahnya.

Tanpa perlu bertanyapun aku tau tumpukan buku yang Dian taruh di sampingnya adalah buku tentang kedokteran, begitupula buku yang sedang ia baca saat ini.

Kami tenggelam dalam buku bacaan masing-masing, walau terkadang diselingi oleh candaan ketika salah satu diantara kami mulai memberikan komentar sekilas mengenai bait yang dibaca. Saking terbawa suasananya aku bahkan tak sadar kalau dua puluh menit, atau mungkin lebih, telah berlalu. Hingga akhirnya aktivitas itu terhenti begitu empat buah ensiklopedia yang kuambil sudah kuselesaikan semua—well, Dian benar, banyak gambarnya jadi aku tidak harus berlelah-lelah menatap tulisan.

Aku membereskan ensiklopedia yang berantakan karena ulahku sendiri. "Gue udahan ah Di..." sementara Dian hanya mengangguk untuk membalas ucapanku. Aku salut padanya, dia punya konsentrasi yang hebat.

Perlahan aku memundurkan kursiku dan bangkit dari sana dengan buku-buku di pelukanku. Kakiku kemudian melangkah ke deretan rak buku tempat dimana sebelumnya aku mengambil.

Selesai menaruh kembali apa yang baru saja kupinjam, kakiku kembali melangkah menuju pintu keluar. Namun ketika hampir sampai mencapai pintu tiba-tiba aku mendengar suara bedebuk yang sangat keras. Refleks aku berlari kecil menuju ke arah dimana suara itu berasal.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang