EC. 3: Jodoh Saya Disini

351 20 1
                                    

Dengan segala pertimbangan, pertentangan sana-sini dan pengambilan keputusan yang tidak mudah, akhirnya Theo berhasil mendapatkan pekerjaan yang melenceng abis dari bidang ilmu yang selama 4 tahun ia geluti. Atas bantuan tantenya, Naida, ia berhasil mendapatkan posisi sebagai seorang guru matematika di sekolah swasta tempat Lena menuntut ilmu.

Tidak hanya Naida dan Carissa, kakak perempuannya, yang terkejut dengan keputusan itu. Bahkan di hari pertama Theo mengajar, ia puas sekali melihat ekspresi Alena yang bengong-bengong-gemas-banget.

Meskipun Naida maupun Carissa selalu menasihatinya untuk resign dan kembali praktek di rumah sakit mereka, tapi dengan keras kepalanya pria itu menolak. Ia hanya meminta setidaknya setengah sampai satu tahun untuk mengajar di sana. Karena setelah agak lama berada di sana, ia justru semakin betah dan semakin yakin bahwa keputusannya sudah tepat. Setidaknya untuk saat ini.

"Theo! Liat ini aku bawain apa!" tanpa basa-basi mengetuk pintu, Naida begitu saja masuk ke ruangan ponakannya sambil membawa kotak tupperware di genggamannya.

Sudah terbiasa dengan kelakuan tantenya itu tidak membuat Theo terganggu. Lagipula, Naida itu hampir sebelas dua belas sama kakaknya. Kadang suka lupa usia. "Apaan Mbak?"

Sambil menunjukkan ekspresi girang, Naida segera membuka tutup tupperware, memperlihatkan spageti saus jamur kesukaan Theo. Semerbak harumnya langsung menyebar begitu tutupnya terangkat. "Nih dimakan ya. Kemaren mbak ditelpon sama Carissa katanya kamu makannya gak bener." Ujar Naida sambil menyodorkan kotak berisi spageti itu ke meja Theo. "Atulah, kamu tuh udah gede, Dek. Harusnya bisa ngurus diri sendiri jangan apa-apa maunya disosodorin mulu. Kan gak enak kan kemaren sampe kena tifus."

Omelan Naida hanya ditanggapi dengan anggukan oleh Theo. Keponakannya itu justru langsung fokus melahap spageti saus jamurnya. Keliatan sekali ia tidak terlalu mengindahkan ultimatum yang Naida beberkan.

Dalam hati, sebenarnya Theo tidak begitu menyesalinya. Karena tanpa diduga, sakitnya ia ketika itu justru mendatangkan kebahagiaan. Mana mungkin ia tidak bahagia bisa dirawat sepenuh cinta—menurut versinya—oleh Alena?

Naida memutar bola matanya, kesal karena reaksi Theo malah terlihat seperti tidak peduli. "Pokoknya jaga kesehatan kamu ya, Dek." Wanita berumur 30 tahun itu menyerah. "Kan kalo kamu sakit nanti gak bisa cium-cium Alena lagi?" di akhir kalimatnya Naida langsung cekikikan. Kalimatnya ini merujuk pada kejadian kecil yang terjadi siang tadi, ketika ia memergoki dua keponakannya yang sedang keasikan bermesra di ruangan itu.

Spontan Theo tersedak begitu Naida mengungkit-ungkit lagi kejadian itu. "Apa sih Mbak. Jangan suka ikut campur urusan anak muda deh." Ia terbatuk beberapa kali baru kemudian meraih botol minumnya dan menegak beberapa teguk. "Oh iya, Mbak udah ngasih tau ke Lena belum sih Mbak? Kalo Mbak itu adeknya ayah?"

Naida mengangkat sebelah alisnya. "Lah? Mbak kira kamu udah bilang ke dia..."

Sesaat Theo tertegun. Ternyata belum ada yang memberitahu Alena tentang hal ini. Pantas saja kemarin respon panik begitu.

"Aku balik dulu ah, itu tupperwarenya dicuci dulu sebelum balikin ke mbak ya, Dek." Wanita itupun segera membalikkan badan dan bergerak menuju pintu. Sebelum benar-benar menghilang di balik pintu, Naida kembali berpesan, "Lain kali hati-hati, Dek. Untung cuma mbak yang mergokin, gimana kalo guru lain? Bisa berabe kamu."

Setelah mendapatkan anggukan dari Theo, Naidapun langsung pergi dari sana. Meninggalkan keponakannya yang masih berkutat dengan spageti saus jamur miliknya.

Tak lama setelah kepergian Naida, juga setelah spagetinya habis, tiba-tiba iphonenya bergetar di bibir meja. Theo meraihnya. Ketika tombol kunci terbuka, ia mendapati ada chat masuk dari kakaknya.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang