The sweetest joy, the wildest woe is love.
(Pearl Bailey)
Farren
Aku terbangun. Karena kupingku menangkap suara orang berbicara. Setelah kukecek-kucek mataku, ternyata sudah ada Willy dan Adam yang sedang menonton TV. Benar saja, suranya mengganggu telingaku.
"Udah bangun, Ren? Gimana tidurnya?" Willy bertanya.
Aku menggeliat. "Nyaman. Makasih ya, Wil." Aku berusaha tersenyum. Bagaimanapun juga Willy berjasa atas perjalananku.
"Itu sahabat yang lo ceritakan? Menarik jue." Mata Willy tertuju pada Favian yang masih terlelap.
"Diam, nanti bangun." Kuletakkan telunjukku di bibir.
"Udah sana mandi dulu," suruh Willy.
Ya, Willy benar. Sejak kemarin aku tak mandi. Pakaianku saja tetap ini. Badanku terasa lengket semua. Baunya ... sudahlah tak usah dibahas.
Aku segera mengambil handuk di dalam tas dan menuju ke kamar mandi.
Willy. Terima kasih atas pertolonganmu. Untung saja Favian tak menanyakan siapa kamu. Namun aku belum menemukan alasan jika nanti Favian bertanya lagi.
Aneh memang seorang bisa baik banget walau Cuma berteman lewat dunia maya. Ya, asal Favian tahu, Willy baik karena ada maunya. Aku sudah terikat perjanjian dengannya. Ups. Favian jangan sampai tahu.
Semua ini kulakukan demi Favian, sahabatku, saudaraku.
Aku tak tahu siapa Adam sebenarnya. Mungkin dia ... entahlah. Aku tak peduli. Peduliku bagaimana nanti melunasi hutangku pada Willy. Uh. Memang di dunia ini sudah tak ada ketulusan. Termasuk dalam hal menolong. Tapi yasudahlah, aku terpaksa.
Lagipula jika tak ada Willy bagaimana nasibku dengan Favian di sini? Mungkin ke Bali hanya akan menjadi anganku dan Favian sampai mati.
Kusiram lagi tubuhku dengan air. Segar.
Langsung saja aku ganti baju di dalam kamar mandi dan keluar.
Ternyata Favian sudah bangun.
"Baru bangun, Fa?" tanyaku seraya mendekati mereka bertiga yang kelihatan tengah mengobrol. Entah apa.
"Iya, Ren. Lo udah dari tadi?" tanyanya balik.
"He eh."
"Baru pertama kali ke Bali?" tanya Adam tiba-tiba. Ia tersenyum ke arah Favian. Manja.
Duh. Mungkin apa yang ada di pikiranku benar.
"Iya. Rencananya mau coba kerja di sini, sekalian mau ketemu seseoang." Favian membalas senyum cowok berkulit sawo matang itu.
"Pacar?" sahut Willy.
Muka Favian mendadak memerah. Terlihat benar perubahan itu. "Dulunya. Tapi uda putus."
Memang salah satu yang menjadi tujuannya ke sini adalah Anggrek. Cewek yang dicintainya, meski ia tahu sekarang sudah tak ada lagi ada hubungan dengannya. Tapi di sinilah Favian akan meminta Anggrek untuk kembali menjadi pacarnya.
Aku masih diam. Menyimak pembicaraan mereka.
"Oh ya, masalah kerja, Farren sudah minta bantuan ke gue buat masukin kaliaan ke hotel tempat gue kerja."
"Benarkah, Ren?" Favian menatap ke arahku. Aku mengangguk.
"Terima kasih banyak, Willy. Tapi ijazah kita belum keluar. Lulus aja belum."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bromance [18+] End
RomanceJangan lupa follow dulu ya. Lebih baik baca aja dulu, siapa tahu suka. 18+ dan buat yang open minded. . --Favian Jika boleh terlahir kembali, aku ingin lahir seperti Farren: bebas. Tak ada kekangan dari orang tua, harus ijin ini-itu sebelum berbua...