Rain

155 13 0
                                    

     "YAA! Kamu akan pergi ke sekolah dengan tas sebesar itu? Dan rok sepanjang itu? Dasar norak" laki-laki dengan suara yang familiar itu mengejekku dari belakang. Rutinitas setiap pagi kok. Aku sudah biasa dengan ini.

     "Cewek norak!" panggilnya lagi. Aku pun menoleh. Terukir senyuman puas di bibirnya. Sebut saja nama Junhoe. Laki-laki tampan seperti malaikat dengan hati iblis.

     "Ambil ini. Aku pergi dulu, kita bicara lagi nanti sepulang sekolah" dia memberikanku kantong berwarna putih dengan motif bunga berwarna merah muda. Terlalu girly untuk seorang laki-laki. Apakah ini benar-benar untukku? Maksudku, spesial untukku?? Aku menatap punggung yang berjalan pergi itu dengan wajah heran. "Apa-apaan ini?" aku melihat ke dalam kantong. Sebuah boneka kelinci putih ukuran sedang, disebelahnya ada setangkai mawar merah palsu. hey lihat! Ada sebuah surat! Surat cinta?!

     "Untuk Kim Dahee, mungkin aku memang sering membuatmu kesal. Tapi sungguh, aku sangat menyukai wajah kesalmu itu. Kamu terlihat i-imut.." aku coba mencerna kalimat yang baru saja ku baca. "Aku tak tahu kenapa, tapi saat pergi berlinur kemarin rasanya sepi sekali jika tidak ada kamu. Apa kamu juga merindukanku? Astaga ini memalukan.." aku tertawa membaca kalimat itu. "Sebenarnya aku tidak tahu harus bagaimana mengatakannya tapi, apakah kamu mau jadi pacarku?" sungguh? Dia tidak sedang mengerjaiku lagi kan?

***

     "Junhoe!" Dahee memanggil laki-laki yang sedari tadi berdiri di depan gerbang. Dahee terlihat membawa sebuah kantong yang Junhoe berikan padanya tadi pagi. Dengan gugup Junehoe bertanya "Jadi bagaimana?"

     "Apanya yang bagaimana?" terukir senyuman nakal.

    "Berhentilah bermain-main karena aku sedang serius Kim Dahee"

     "Aku tak pernah tau kalau Koo Junhoe bisa serius" gadis itu tertawa puas melihat wajah Junehoe yang putus asa.

     "Ara..ara.." Dahee mulai serius kali ini. "Apa yang terjadi jika aku menjawab iya?"

     "Kita pacaran" kalimat sederhana yang cukup membuat seorang Kim Dahee terdiam cukup lama.

     "Yasudah kalau begitu.. Ayo kita pacaran"

***

        Akhir-akhir ini semuanya tidak berjalan baik. Sekolahku, persahabatanku dengan Yerin, keuangan keluarga, begitu juga hubunganku dengan Junhoe. Rasanya kepalaku ingin pecah memikirkan sekaligus seperti ini. Saat semuanya buru-buru pulang, aku tetap santai membereskan barang-barangku. Aku berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi. Di luar hujan. Aku suka hujan. Aku suka aroma hujan. Aku suka suara hujan. Aku suka semua tentang hujan. Jika orang-orang melambangan hujan sebagai kesedihan dan kesenduan, aku kebalikannya. Hujan adalah bagian dari kebahagiaanku. Begitu juga Junhoe dan Yerin. Mereka kebahagiaanku ketika aku di sekolah. Tapi aku tak ingin hubungan kami jadi seperti ini.

        Aku melihat Junhoe memberikan jasnya pada Yerin kemarin sepulang sekolah karena Yerin kedinginan. Entah kenapa aku tak suka melihat perlakuan spesial Junhoe pada Yerin. YA, memang seharusnya aku tidak suka. Aku kan pacarnya Junhoe! Tapi.. Yerin juga sahabatku.. Aku dan June bertengkar hebat kemarin. Aku tak tahu kenapa juga Junehoe bisa mengeluarkan kalimat 'Kita sudah berakhir' dari mulutnya. Aku belum ingin semua ini berakhir. Tapi, aku rasa Yerin senang dengan ini semua..

***

        Aku mulai menjauhi June. Aku rasa dia mulai merasa kalau aku menjauh darinya. Kami memang masing saling mengirim pesan singkat, tapi aku menjawab sesingkat yang aku bisa dan mencoba untuk tidak mencari-cari topik pembicaraan. Dulu, kami kadang telponan. Tapi sekarang, aku terus mencari berbagai macam alasan agar aku tidak mengangkat telpon darinya. Dan Yerin.. hubunganku dengan Yerin tak berubah. Kami tetap berteman dan pergi bersama. Aku hanya mencoba melupakan hal yang terjadi kemarin.

        Kelas ribut sekali siang ini. Anak laki-laki berkumpul di belakang dan membuat meja bundar untuk main. Dasar. Aku memperhatikan mereka satu persatu. Secara tidak sengaja aku membuat eye contact dengan June. Aku segera memalingkan wajahku dan kembali membaca komik yang belum selesai kubaca.

     "Dahee, kita harus bicara.." entah sejak kapan Junehoe sudah berada di sampingku. Junhoe berjalan keluar kelas. Dengan terpaksa aku berjalan mengikutinya di belakang. Pandangan mata teman-teman sekelasku tertuju pada kami berdua. Beberapa dari mereka ada yang mulai berbisik-bisik.

       Junhoe mengajakku untuk ngobrol di tempat yang agak jauh dari hujan. Tapi aku menolak, karena aku suka hujan. "Ada apa?" tanyaku.

     "Kamu kenapa? Akhir-akhir ini suka tidak menjawab pesan singkat dan telponku. Kamu menghindariku? Apa aku berbuat salah?"

     "Semuanya sudah berakhir June.."

     "Apanya yang berakhir?"

     "Kita" kami berdua terdiam sejenak.

     "Maksudku, aku dan kamu. Aku dan kamu tidak pernah menjadi kita. Dan tidak akan pernah menjadi kita. Iyakan?" aku mencoba menahan air mata.

     "Aku gak ngerti maksud kamu. Aku dan kamu gak pernah jadi kita? Dahee.." June menggenggam tanganku.

     "Takdir berkata begitu June.." suaraku bergetar.

     "Jangan menyimpulkan suatu hal secepat itu!" bentak Junhoe.

     "Tapi memang begitu kan!?" aku balas membentaknya.

     "June! Aku air dan kamu api. Kamu keras dan aku lembut! Kita gak akan bersama! Kita hanya akan saling menghancurkan Koo Junhoe!" aku meninggikan suaraku. Junhoe terdiam. Hujan soang itu semakin deras.

    "Tapi kenapa kamu ingin hubungan kita berakhir Dahee?"

     "Kenapa kamu bertanya padaku?! Bukannya kamu yang ingin hubungan kita berakhir?!" aku meninggikan suaraku.

     "Itu sebuah kesalahan Dahee! Aku hanya terbawa emosi Dahee.. Aku—" kalimatnya kupotong. "Itu yang kemarin-kemarin June! Tapi sekarang kamu juga menunjukkan kalau kamu ingin mengakhirinya Junhoe!" Junhoe terdiam. Hening.

     "Lagi pula kamu juga sudah punya pacar.. kamu gak perlu punya dua pacar kan? Kamu sudah gak perlu aku lagi June.." aku melepas genggamannya.

     "Gak usah tanya aku tahu dari siapa" lanjutku.

     "Dasar penguntit.." June tertawa puas. Aku juga ikut tertawa. Tapi sayang, aku sudah tidak bisa membendung air yang ada di pelupuk mataku. Aku membalikkan badan dan mulai menagis. June berhenti tertawa. June menatapku dalam. Dia tahu seberapa rapuhnya aku.

        Aku segera menghapus air mataku dan berdeham lalu menatap Junehoe sambil tersenyum. "Gwaenchana?" tanya June. "Gwaenchana.." aku tersenyum. "Aku akan selalu ingat ini. Aku akan selalu mengingat kenangan kita, karena ini hujan. Kamu tahu kan kalau aku sangat suka hujan?" June tersenyum tulus. "Tapi kenangan ini juga akan hilang seiring hujan mereda.." ucapku dalam hati.

     "Sepertinya aku harus pulang, hujannya tidak akan berhenti cepat. Dan kamu juga harus pulang June" ujarku.

     "Aku harap setelah hujan ini reda,aku bisa melihat pelangi yang akan menghubungkanku dengan pasanganku danmenghubungkanmu dengan pasanganmu" aku tersenyum lalu berjalan pergi. GomawoyoJune.. Gomawoyo hujan, sudah rela menjadi pengingat kenanganku dengannya.


-Fin-


Thank You for reading this story!

Choesonghamnida karena ceritanya kurang menarik .-.

Don't forget to vote and comment!!

(Karena setiap votingmu berharga dan memberiku semangat untuk terus berkarya)

-{Author{-

IKON FanFictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang