CHAPTER 17

821 71 55
                                    

Dari kecil sampai sekarang umur 17 tahun, Reno memang bukan anak laki-laki baik dambaan orang tua. Bukan juga siswa cerdas dengan segudang prestasi kesayangan guru-guru. Raportnya setiap tahun tidak pernah sekelam arang, lebih sering dihiasi warna merah yang merupakan momok menakutkan bagi kebanyakan orang tua. Reno bukan remaja rumahan yang lebih sering berada di kamar, memainkan game online sampai lupa waktu. Bukan juga remaja yang menghabiskan semalam suntuk dengan gitar di tangan ditemani secarik kertas dan sebatang pena. Menemukan ketepatan nada kemudian menciptakan harmoni.

Reno juga bukan seorang anak korban broken home, yang menyimpan kesakithatian kepada orang tuanya kemudian mencari pelarian pada segala bentuk kenakalan remaja. Menyembunyikan jati diri diballik label 'badboy', cowok misterius dengan sejuta pesona seperti tokoh novel teenlit yang sedang hitz.

Reno adalah dia yang selalu menyuarakan pikirannya. Yang kadang bertindak seenak hati tapi tidak pernah benar-benar tidak perduli pada orang lain. Yang sering bikin guru-guru di sekolah naik darah, tapi diam-diam dibuat tertawa karenanya. Yang sering membuat teman-teman perempuan di kelasnya jengkel tapi tidak pernah bisa benar-benar membencinya. Yang tidak pernah membiarkan harga dirinya terinjak barang sedikit saja. Baginya, harga diri adalah harga mati.

Reno tahu, tidak semua orang menyukai dirinya. Sama seperti ia yang tidak bisa menyukai semua orang di dunia. Musuh itu seperti teman, dimanapun dia ada. Seperti orang tua yang akan mencintaimu seperti apapun keadaanmu, musuh akan membencimu apa pun yang kau perbuat.

Mencari musuh itu mudah, tapi Reno tidak pernah melakukannya. Dari sekian banyak kenakalan yang pernah ia lakukan, ada satu yang betul-betul ia hindari. Tawuran. Sejauh yang ia tahu -minus dua tahun masa SMA yang ia lupakan- Reno belum pernah barang sekali saja terlibat tawuran. Satu hal yang rasanya mustahil mengingat segala kenakalan yang pernah ia perbuat sejauh ini.

Mama pernah berkata padanya, bahwa beliau pernah melahirkan dua orang jagoan. Tapi tidak pernah melahirkan preman. Mama berpesan padanya, bahwa beliau akan sangat kecewa bila Reno sampai terlibat kegiatan tawuran. Reno tidak bisa mengecewakan mamanya, apa pun yang terjadi.

Meski sebisa mungkin menghindari konflik dengan sekolah lain, Reno tetap mempunyai musuh. Yang disayangkan, musuh-musuh itu justru berasal dari sekolahnya sendiri. Hanya saja selama ini mereka lebih sering melakukan gerakan bawa tanah, bersembunyi di balik selimut. Tapi hari ini, bisa jadi pengecualian.

Reno memacu pedal gas motornya dalam-dalam di jalanan lembab sehabis hujan. Ia tidak tahu apakah ini masih bisa disebut pulang sekolah, ketika jam sekolah telah berakhir dan ia tidak menuju ke rumah. Yang ia tahu hanya angin basah yang berpacu bersama kecepatan. Reno kembali terjebak dalam kemelut pikiran yang sama. Kemelut yang sudah tidak bisa lagi ia bedakan yang mana penyesalan, yang mana sedih, rasa bersalah, bahkan amarah. Melihat Gita terluka seperti tadi, membuatnya merasa seperti dilukai dari segala sisi.

Berkendara dalam keadaan tidak sepenuhnya focus membuat Reno sama sekali tidak bisa berkelit ketika sebuah motor besar menghantam motornya dengan sengaja. Menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Pertahanan Reno oleng parah. Setirnya dipaksa berbelok ke arah trotoar untuk tidak menabrak mobil yang melaju di depannya. Terakhir Reno terguling dengan posisi merebah di bahu jalan, sebagian tubuhnya tertindih motornya sendiri. Sementara motor hitam yang tadi menabraknya sudah melesat jauh di depan sana.

Reno mengumpat menahan sakit, punggungnya nyeri hebat. Ada rasa perih yang bersarang di lutut dan sekujur kaki kirinya. Jalanan yang ia lewati kali ini tergolong jalan pintas sehingga cenderung sepi. Susah payah Reno berusaha menaikkan motornya, dengan sisa tenaga yang ia miliki cowok itu berusaha membebaskan kakinya yang tertindih motor.

Ujung celana abu-abunya menghitam karena knalpot, kulit di dalamnya melepuh. Lutut kirinya robek, ada darah segar mengalir turun sampai ke sepatunya. Reno berdiri, berusaha menaiki motornya yang sudah berhasil dijagang. Namun tubuhnya tidak kuat. Hampir terjatuh lagi, Reno berpegangan pada jok motor yang tergores.

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang