Semenjak musibah yang menimpa abangnya, sudah dua hari ini Sandra tidak menemukan Reno di sekolah. Setiap pagi, ia menyempatkan diri berdiam sejenak di depan ruang BP yang menghadap langsung pada lahan parkir, berharap ia akan melihat cowok itu memarkir motor besar merahnya. Begitupun setiap jam pulang sekolah. Namun pagi ini harapannya tidak kunjung terkabul.
Sandra sempat berfikir untuk menengok ke kelasnya namun rupanya rasa gengsi yang ia miliki kelewat tinggi untuk melakukan hal itu. Akhirnya sewaktu jam istirahat ia meminta Anneke menemaninya ke kantin.
Meski biasanya lebih sering menghabiskan jam istirahatnya di ruang OSIS atau perpustakaan daripada makan di kantin. Sandra tahu benar bahwa gerombolan Reno selalu menempati salah satu meja paling sudut. Tidak pernah makan, kecuali salah satu diantara mereka ada yang ulang tahun sehingga dipaksa mentraktir.
Dugaan Sandra tidak meleset. Di meja yang sama seperti biasanya, gerombolan yang hampir separuhnya justru terdiri dari anak kelas XI, yang berarti kakak kelas Reno itu berkumpul melingkari meja, memainkan segepok kartu remi ditemani bergelas-gelas kopi yang hampir habis.
"Ke, balik aja deh mukanya tengil-tengil begitu." Sandra merasakan dorongan kuat untuk mundur teratur begitu melihat teman-teman Reno yang tidak dikenalinya dengan baik. Hampir seluruh dari mereka berpenampilan sama dengan baju tidak dimasukkan ke dalam celana, ujung belakang rambut yang melewati kerah baju dan dasi yang luar biasa longgar. Menegaskan julukan yang selama ini telah melekat pada gerombolan itu. Tukang rusuh.
Sandra bukannya alergi dengan yang namanya bad boy. Meski bisa dibilang dirinya adalah anak baik-baik Sandra justru berpandangan bahwa cowok yang kelewat kalem perlu ditanyakan kadar 'cowok'nya. Sandra ingin berbalik sebenarnya karena rasa gengsi yang tiba-tiba melonjak naik.
"Nggak bisa." kata Anneke dengan tangan terlipat di dada, menghadang. "Lo pikir udah berapa banyak kalori yang gue keluarin buat berjalan kesini. Lo udah pernah ngukur berapa jarak kantin dari kelas kita?"
Kelas mereka ada di ujung selatan, paling dekat dengan gerbang depan sekolah dan pos satpam. Sementara kantin letaknya terpencil di bagian belakang. Sandra tahu Anneke begitu menghemat setiap serat daging yang melekat di tulangnya. Anneke hanya dua cm lebih pendek daripada Sandra namun bobot tubuhnya hampir separuh lebih ringan. Hal itu tidak pernah berubah meski ia makan sebanyak apa pun, meminum susu penambah berat badan, bahkan mengkonsumsi suplemen. Awalnya, Anneka menganggap itu berkah. Karena di saat perempuan lain sibuk menyiksa diri sendiri dengan diet dan olahraga keras hanya untuk menurunkan berat badan, Anneke justru bisa makan sampai nggak bisa berdiri tanpa mengkhawatirkan bobot tubuh. Namun kini, ia justru kesal setengah mati karena selera cowok-cowok zaman sekarang mulai nggak bisa ditebak. Mereka tetap mengejek cewek-cewek gendut, namun yang kurus juga mulai dilirik sebagai bahan bully-an terbaru.
Sandra akhirnya maju selangkah mendekati gerombolan itu, bukan karena kemauannya sendiri. Tapi karena dorongan kuat Anneke di punggungnya.
"Eh-eh ada cewek dateng." Ridwan, salah satu dari gerombolan itu menceletuk. Meski namanya seperti malaikat penjaga surga. Percaya deh, tampangnya nggak ada cocok-cocoknya jadi penghuni surga dengan tahi lalat yang muncul hampir di setiap titik.
"Itukan wakil ketua OSIS kita? Eh, tapi udah ganti belum ya? Kan dia udah mau lulus." Ridwan berkata kepada teman-temannya meski sudut matanya jelas-jelas terarah pada Sandra.
"Ada perlu apa ya?" Setyo menimpali. Sandra baru membuka mulut ketika Setyo manukas. "Mau godain kita? Astaga kak, biar kami masih kecil tapi nggak murahan." Kata-kata Setyo disambut tawa berderai oleh teman-temannya.
Sandra memaksa mulutnya menutup. Sial. Kenapa dia yang jadi dibully adik-adik kelasnya.
"Gue mau tanya soal Reno. Dia kenapa ya nggak masuk lagi? Kemarin gue telvon katanya abangnya udah baikan tapi dia bilangnya masih ada urusan. Kalian tau kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me |√
Ficção AdolescenteAkan selalu ada saat, bahkan yang tidak berbatas waktu harus diakhiri.