CHAPTER 21

570 57 2
                                    

Halo...

Finally saya bisa menyapa kalian lagi. Nggak nyangka sendiri ternyata saya bisa update. Kesibukan saya akhir-akhir ini bener-bener luar biasa. Mungkin setelah chapter ini saya akan buat satu updatean khusus buat sesi curhat yang mungkin nggak penting. Tapi menurut saya, saya harus membayar atas menghilangnya saya dari peradaban sekian lama ini. saya bahkan mengingkari janji update yang saya buat sendiri. Sorry, for let you down. Jadi saya rasa, saya berkewajiban untuk menceritakan banyak hal luar biasa yang terjadi pada diri saya selama saya vakum menulis. So, just wait guys, it will not take a long time.

Happy reading. Hope you like it!!!

------

"Kamu kenapa, Sandra?"

Sandra mengulang persis pertanyaan yang diajukan Mr. Gerald kepadanya kurang dari setengah jam yang lalu. Kepada dirinya sendiri, ia juga ingin mengetahui hal yang sama. Sebenarnya gue kenapa? Dulu ketika awal-awal Reno hilang ingatan, nilai kuliah Sandra juga sempat jatuh. Tapi sedikit demi sedikit berhasil terdongkrak naik. Tapi kali ini nilai Sandra tidak Cuma jatuh melainkan terjun bebas.

"Lo kenapa, San?" itu Anneke. Sandra sendiri jadi ingin bertanya kepada semesta apa yang terjadi? Mengapa semua orang bertanya demikian kepadanya. Seolah ada yang salah dengan dirinya, seolah ia kenapa-kenapa.

Sandra mencomot gorengan di kantung kertas yang dibawa Anneke, kemudian duduk di undakan batu taman fakultasnya. "Kalo gue bilang gue baik-baik saja, lo nggak akan percayakan?"

"Jadi jangan coba-coba bohongin gue."

Anneke melempar bungkus gorengannya ke tempat sampah. "Gue denger, nilai lo pada jatuh ya." Hati-hati cewek itu berkata.

Sandra mengangguk lunglai. "Menurut lo kenapa itu bisa terjadi? Ya, selain karena factor belajar."

"Lo beneran pengen gue jawab jujur?"

"Ya-iyalah." Sandra menyelonjorkan kedua kakinya.

"Gini San, jangan tersinggung kalo gue bilang begini. Lo bisa bilang bahwa Reno adalah semangat hidup lo, motivasi lo, inspirisi or whatever. Tapi lo juga bukan anak ABG labil lagi yang akan merasa nggak punya semangat hidup ketika nggak punya pacar."

Sandra menatap Anneke lurus-lurus. "Maksud lo apa sih? Lo nyalahin Reno? Gue nggak ngerti."

Alis Sandra yang menukik tajam membuat Anneke harus lebih berhati-hati agar temannya itu tidak meledak.

Dengan gugup, Anneke menyisir rambut depannya ke belakang dengan jemari. "Gini lo Sandra, gue mau tanya sama lo, kira-kira apa yang terjadi kalo tiba-tiba Reno hilang dari hidup lo?"

Rahang Sandra mengencang. "Reno nggak boleh hilang."

Anneke menyentuh lengan Sandra. "Misal, cuma misal."

Sandra menggeleng dramatis. "Nggak, nggak bisa. Nggak boleh. Gue nggak bisa kalo nggak ada Reno."

Senyum pengertian tersungging di bibir Anneke. Senyum yang tidak dimengerti Sandra. "That's the point. Lo terlalu menggantungkan diri lo sama Reno. Sampai lo lupa sama mimpi lo, sama cita-cita lo sendiri. Lo terlalu sibuk memikirkan dia."

"Jadi menurut lo gue salah?" tanya Sandra menuntut.

"Gue nggak bilang begitu. Lo masih terlalu muda Sandra. we are too young. Lo, gue, Reno, Dewo. Apa yang kita rasakan sekarang mungkin saja bisa berubah besok waktu kita bangun pagi. Atau mungkin orang yang kita pikir akan selalu sama kita sampai mati bisa aja hilang besok, bisa pergi, bisa terpisah. Lo nggak boleh seperti ini."

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang