CHAPTER 19

635 57 14
                                    

Farid sebetulnya sudah ingin lepas tangan. Sudah cukup dirinya ikut menjatuhkan diri dalam kisah Reno yang keruh dan berbelit. Tapi nyatanya tidak mudah , bagaimana mungkin Farid bisa melepaskan diri dari sebuah kisah ketika dirinya juga menjadi bagian dari kisah itu sendiri? Bukan mau Farid, bukan pula permintaan Reno atau siapa pun.

Farid baru menyadari bahwa persahabatannya dengan Reno terajut begitu jauhnya. Sepuluh tahun mereka saling mengenal, sepuluh tahun mereka terbiasa berbagi. Awalnya Farid mengira bahwa Reno sama seperti teman-temannya yang lain. Teman yang dipertemukan di bangku sekolahan, yang akan dengan mudah melupakan ketika dipisahkan jenjang pendidikan berikutnya. Tapi nyatanya bahkan takdir pun enggan memisahkan mereka. Mereka tidak menghabiskan masa putih-biru di bawah atap sekolah yang sama, tapi toh nyatanya mereka tetap dipertemukan di warnet game online, di SSB, bahkan di masjid. Sejak itu mereka rajin mengunjungi rumah satu sama lain, nongkrong bareng, bahkan saling menginap saat malam minggu.

Farid merasa dirinya mirip perempuan. Yang mau diajak pacaran namun mengaku tidak sungguh-sungguh menyukai pacarnya. Namun merasa sangat kehilangan ketika putus. Ia hanya gengsi, atau mungkin sedikit lelah dan butuh istirahat.

Tapi Reno tidak pernah lelah membelanya.

Sebelum Dimas, Reno ada di urutan pertama orang yang membantunya mengusir sepi. Reno adalah tukang pukul yang handal, yang akan menghajar anak laki-laki yang mengganggu Farid saat masih SD. Terlahir sebagai bayi premature membuat tubuh Farid kalah besar dari teman-temannya semasa SD. Tapi Farid tidak pernah takut. Karena ia punya Reno.

Farid masih ingat. Reno adalah orang pertama yang menepuki pundaknya ketika ia kalah dalam pertandingan bola pertamanya semasa SMP dulu. Padahal saat itu SMP mereka saling berhadapan dan sekolah Farid tumbang di kandang lawan. Reno mencetak gol tunggal untuk kemenangan sekolahnya, tapi ia tak jumawa. Di tepi lapangan, dihampirinya Farid yang tertunduk seusai pertandingan. Reno adalah orang pertama yang memberi tahunya bahwa juara sejati akan kalah di awal namun menang pada pertandingan berikutnya. Meski kenyatannya setelah itu Farid lebih banyak lagi mengalami kekalahan. Tapi sekali lagi, Farid tidak takut. Karena ia punya Reno.

"Ngelamun, Kak?" Ratih mengibaskan tangannya persis di depan muka Farid. Padahal seingatnya Farid jarang melamun.

Farid terkejut sebentar. "Nggak kok, udah pulang?"

Ratih bukan orang yang mudah dibohongi, lebih-lebih oleh pacarnya sendiri.

"Mampir ke kedai jus depan sekolah bentar ya." Kata Ratih sebelum naik ke boncengan motor Farid.

Farid menurut, beberapa meter setelah keluar dari gerbang sekolah mereka. Cowok itu membelokkan setir ke arah kedai kecil di sisi utara jalan. Farid masuk kemudian langsung mengambil tempat duduk di dekat jendela. Sementara Ratih tertahan sebentar di gerobak jus yang terparkir di teras depan kedai untuk memesan minuman. Ia tidak perlu lagi bertanya kepada Farid cowok itu mau minum apa, Ratih sudah cukup tahu bahwa mereka punya selera yang sama. Jus alpukat dengan banyak kucuran susu cokelat kental manis.

"Ada apa sebenernya?" Ratih bertanya sambil mengangsurkan satu gelas jus alpukat untuk Farid. Kini, mereka duduk berhadapan.

Farid mengaduk jus alpukat menggunakan sedotan dengan tidak berselera. Dua tahun lebih berpacaran membuat mereka telah terbiasa berbagi cerita untuk satu sama lain. Tapi kali ini Farid merasa dirinya yang sekarang terlalu memalukan untuk diceritakan.

Ratih meneguk sedikit jus alpukatnya. "Masalah Kak Reno?"

Farid tidak menyanggah, tidak pula menyetujui. Hal itu membuat Ratih yakin dirinya benar.

"Kamu nggak perlu menyiksa diri kamu sendiri seperti ini, Kak."

"Kamu ngomong apa sih?" Farid menyangkal. "Aku nggak apa-apa kok."

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang