CHAPTER 7

1K 147 82
                                    

Sandra mengira tulang lehernya bergeser ketika merasakan rasa sakit tak tertahankan yang menyerang tengkuknya. Semalaman tidur dengan berbantalkan lengan sofa benar-bernar membuatnya tersiksa. Ruang tamu yang telah dibanjiri cahaya hangat matahari pagi adalah pemandangan pertama yang ia lihat begitu matanya membuka. Sudah cukup siang. Hari minggu. Sandra memiringkan badan, berusaha mencari posisi paling nyaman untuk melanjutkan tidur. Mengesampingkan fakta bahwa lehernya pegal bukan main. Tepat saat matanya hendak memejam kembali ia menyadari separuh selimut lebarnya sedari tadi membentang di atas tubuhnya, separuhnya lagi menjuntai dari tepian sofa. Koneksi otaknya yang masih lemot berusaha menyusun serpihan ingatannya seperti puzzle. Tadi malam ia belajar, Reno datang, ia belajar lagi, kelelahan kemudian tertidur, tidur di sofa tanpa selimut.

Sandra tersentak bangun. Ayah.. Ia lantas menyibak selimutnya. Ia tidak bisa bangun siang seperti hari minggu biasanya. Ayahnya di rumah, ia seharusnya sudah bangun sejak satu jam yang lalu untuk membuatkan sarapan.

Dinginnya keramik membuat mata Sandra membuka sepenuhnya. Dengan kesadaran penuh ia melesat ke beranda depan, tempat biasanya ayah menghabiskan pagi sambil membaca koran edisi terbaru. Tapi nyatanya ayah tidak berada disana. Sandra berpaling ke bagian belakang rumah, dan terkejutlah ia begitu mendapati ayahnya berdiri di depan kompor. Mengaduk sesuatu di dalam panci yang mengepul dan beraroma harum. Sup ayam?

"Ayah ngapain?" tanya Sandra spontan, membuat ayahnya berpaling dari kompor dan menghadap ke arahnya.

"Masak." Jawab ayah ringan. Sandra berjalan mendekat dan terlihatlah potongan-potongan sayur yang tercacah sia-sia di meja porselen atau kulit wortel yang dikelupas beserta daging-dagingnya.

"Kenapa nggak bangunin aku sih yah?" Sandra menatap hasil pekerjaan ayahnya miris. Mungkin bahan-bahan yang berhasil dimasak kalah dengan yang terbuang.

Ayah tersenyum kikuk. "Ayah nggak tega. Kamu kelihatan capek banget. Kamu bahkan sama sekali nggak bergerak waktu ayah bangunin buat pindah ke kamar."

Sandra menggigit bibir. Separah itukah? Kemudian ia berinisiatif membersihkan kulit bawang yang tercecer sembarangan. Memastikan nasi di rice cooker yang dimasak ayahnya tidak menjadi bubur karena kebanyakan air seperti kejadian empat bulan yang lalu, yang untungnya kali ini tidak terulang.

"Reno titip salam. Semalem kamu udah tidur waktu dia pulang." Ucapan ayah sejenak menghentikan gerakan Sandra yang sedang mencuci talenan di bak cuci.

Sandra menggumamkan 'oh' pendek sebelum bertanya. "Emang dia pulang jam berapa, yah?"

"Sekitar jam satu." Jawab ayah sambil mematikan kompor. Memindahkan sup ayam ke dalam mangkuk kaca. "Ayah tawari nginep tapi nggak mau."

Sandra menahan nafas. "Ayah suruh dia nginep?"

"Iya. Habisnya kasihan udah malem, jalanan pasti sepi." Kini, ayah sibuk menata piring di meja makan. "Sepertinya dia anak baik-baik. Kasihan, wajahnya sampai lebam-lebam gara-gara jatuh dari tangga bantuin orang tuanya betulin genteng."

Betulin genteng, katanya?

Selesai mencuci talenan dan beberapa alat memasak. Sandra membantu ayahnya mengelap meja makan sehingga kini mereka berdiri berhadapan.

"Hari ini kamu kosongkan?" Tanya ayah. Sandra dengan segera mengangguk, selain mengerjakan tugas proyek nanti malam, ia tidak punya rencana apa-apa.

"Ayah mau ajak aku jalan-jalan, ya?" tebak Sandra girang.

"Maunya sih gitu, tapi udah keduluan sama Reno." Kata ayah datar, tidak menyadari bahwa di depannya Sandra terkejut sekaligus heran.

"Reno?"

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang