CHAPTER 18

690 69 35
                                    

"Sandra?"

Pertanyaan itu kembali Reno ajukan untuk dirinya sendiri. Berulang-ulang, dan kembali berakhir pada pening hebat di kepala.

Tadi ia kabur begitu saja dari hadapan Gita, memacu motornya gila-gilaan dan dirinya berakhir dengan terseok-seok di tepian kali keruh dekat perumahan kumuh. Sebuah tempat yang ditujunya hanya karena gelap, sebuah tempat dimana ia bisa bersembunyi dan tidak ditemukan.

Gelap bisa menyembunyikan Reno dari orang lain, tapi tidak dari dirinya sendiri. Dari rasa bersalah, dari rasa kecewa akan semua orang, dari penyesalan yang entah sejak kapan datangnya.

Maka yang dilakukan Reno kali ini hanya duduk di atas motornya. Berharap bayang-bayang akan menenggelamkannya dalam gelap. Menunggui malam yang seperti tidak ada habis-habisnya. Sebuah tindakan yang tidak laki-laki, namun terasa amat manusiawi.

Harusnya Reno lebih cepat menyadari bahwa mata bulat Sandra tidak pernah menatap matanya dengan cara yang sama seperti yang orang-orang lakukan. Bahwa sentuhan yang gadis itu berikan di setiap permukaan kulitnya selalu sehangat senja.

Tapi Sandra membohonginya!?

Semua orang membohonginya, semua orang berpura-pura padanya.

Semua orang seperti berkonspirasi untuk menjadikannya brengsek.

Reno terbakar amarah. Ia butuh samsak tinju. Dan nama pertama yang muncul di kepalanya adalah Farid. Maka ia pun bergegas menuju rumah Farid dengan kecepatan luar biasa. Untuk pertama kalinya Reno mensyukuri fakta bahwa Farid tinggal sendirian di rumahnya- padahal sebelumnya ia selalu mengeluh karena di rumah Farid jarang ada makanan- sehingga bisa Reno habisi. Dari sekian banyak orang yang ia kenal, Farid adalah orang kedua terakhir setelah mamanya yang Reno pikir akan membohonginya.

Reno memarkirkan motornya sembarangan di pekarangan rumah Farid yang asri. Seperti orang yang tidak pernah mengenal sopan santun, Reno nyelonong masuk. Berteriak-teriak memanggil nama Farid, dan begitu temannya itu keluar dari kamar dan menemuinya dengan memakai sarung. Reno langsung melayangkan kepalan tangan tepat di pelipis Farid.

Farid terhuyung mundur. Tangannya mencengkram sudut dinding untuk mencegahnya jatuh terjerembab.

"Lo gila ya, Ren!?"

Reno mendecih. "Gue mungkin gila, tapi seenggaknya gue bukan pembohong kayak lo!"

Lagi, Reno menyerang Farid. Kini dengan tinju yang diarahkan ke perut.

Farid sempat kesakitan, namun karena tidak mau menjadi bulan-bulanan Reno begitu saja. Farid balas menyerang. Dihantamnya Reno dengan satu bogem mentah yang mendarat tepat di pipi.

"Lo sialan, Rid," Reno berteriak sambil mengelap darah yang merembes dari ujung bibirnya. "lo ngaku temen gue tapi lo ikut-ikut mereka bohongin gue?"

Farid sempat terkejut, namun kemudian tertawa sumbang.

"Lo udah tau? Bagus deh!"

Emosi Reno kembali tersulut. Ia merangsek maju dan kembali menghajar Farid.

Farid melawan dengan sekuat tenaga. Kini ganti Reno yang terkapar di sofa ruang tamu, dan Farid yang berada di atas angin. Dipukulinya wajah Reno sampai lebam-lebam.

"Lo kira gue seneng bohongin lo? Lo nggak akan ngerti seberapa tersiksanya gue setiap kali liat muka lo. Iya, muka lo itu!" Farid menunjuk wajah Reno lurus-lurus. "Muka yang tanpa dosa, muka yang nggak tau apa-apa, muka yang nggak tau kalo dia udah nyakitin seseorang,"

Reno ganti mendorong Farid sampai terjerambab di lantai. Reno berjongkok untuk bisa menjangkau wajah Farid dan ganti memukul.

"Lo seneng semua orang begoin gue begini? Lo seneng gue jadi brengsek begini? Hah!?"

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang