CHAPTER 20

663 57 25
                                    

Langit mendung. Padahal hati Reno sedang secerah matahari. Segala sesuatu tentang Sandra membekas dalam-dalam di sudut hatinya. Apa yang gadis itu ceritakan kepadanya kemarin terasa terlalu indah, membuat Reno takut untuk percaya. Tapi Sandra mengajarkannnya untuk berdamai dengan kenyataan, berdamai kepada orang-orang yang dianggapnya pernah mengecewakan, berdamai dengan dirinya sendiri.

Reno dan Mama sudah hangat seperti biasa, saling berbagi penjelasan dan pengertian. Dan ketika melangkahkan kaki melewati gerbang sekolah hari ini, Reno bertekad dirinya juga akan berdamai dengan Farid dan teman-temannya yang lain.

"Rid!"

Seantero sekolah boleh jadi mengenal suara itu. Suara yang sejatinya telah akrab di telinga Farid selama bertahun-tahun, namun akhir-akhir ini suara itu terasa asing. Farid memutar badan menghadap ke asal suara, di sampingnya Ratih telah memutar duluan. Dan benar saja, Reno kini berjalan ke arahnya. Senyumnya hangat, mudah menular.

"Tumben jam segini udah berangkat," Reno menoyor bahu Farid, tidak terlalu keras. Kemudian sudut matanya melirik Ratih." Sambil modus ya, Nyet."

Farid ingin tertawa, ingin memeluk Reno saat itu juga tapi gengsi. "Itu mulut mingkem aja, bagusan pasti."

Ratih sendiri merasakan kehangatan yang merebak diantara kedua sahabat itu. Kehangatan itu menular, menginfeksi Ratih dan membuatnya ingin menetap di sana lebih lama. Tapi Ratih tahu, mereka butuh ruang untuk bicara. Ratih tidak mau membatasi ruang itu, maka ia pun pamit undur diri.

Setelah Ratih pergi, Reno menghembuskan nafas lewat mulut. "Rid gue bukannya mau melankolis, gue Cuma mau minta ma'af."

Apa yang terjadi di hadapannya seperti melampaui harapan. Setelah dua malam memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menemui Reno dan meminta ma'af, tidak pernah terlintas di kepala Farid, Reno yang akan datang kepadanya dan meminta ma'af duluan. Dorongan untuk memeluk Reno semakin kuat, tapi sekolahan juga semakin ramai, jadi rasa gengsi Farid pun menguat.

"Lo minta ma'af buat apa sih, Nyet? Habis dapet hidayah? Atau mau tobat habis ditipu MLM?"

Tawa Reno menyembur keluar. "Lo harusnya minta ma'af balik sama gue, terus kita rebutan sebagai orang yang paling bersalah. Terus sama-sama berjanji untuk nggak mengulangi kesalahan yang sama. Itu yang gue lihat di FTV hidayah."

"Nah kan, otak lo gesrek kebanyakan nonton tv bareng emak lu." Farid memasang tampang judes. "awas-awas aja lo ngarep setelah ini akan turun gerimis, dan kita berdua berpelukan di bawah hujan kemudian sama-sama melihat pelangi. Amit-amit jabang bayi." Kata Farid sambil menggosok perut ratanya dengan dramatis.

"Awas-awas? Kaya' lagunya bunda Rita dong." Reno berfikir sejenak, kemudian bernyanyi, "Awas-awas-awas! Kalo hanya makanan di meja tak pernah engkau makan,"

Farid menyahuti, menirukan liukan nada gitar melodi "Terorerong!"

"Kalau hanya kopi yang kusuguhkan tak pernah engkau minum."

"tapi jangan sampai kau macam-macam, di luaran rumah." Itu suara yang lain. Dari arah belakang Reno, Jerry dan Bowo mendekat. Di belakangnya lagi Roni dan Bayu menyusul. Bergantian mereka menyanyikan lagu dua kursi milik Rita Sugiarto sambil berjalin menuju kelas, membentuk barisan laskar yang segera saja jadi pusat perhatian.

Reno tidak tahu persahabatan yang sempurna itu seperti apa. Tapi teman-teman yang dimilikanya saat ini sangat berharga.

Skip

Memang benar Reno ingin berdamai dengan kenyataan. Berdamai pada setiap orang yang dianggapnya pernah mengecewakannya. Berdamai dengan dunia. Berdamai dengan rasa sakit. Tapi rasa sakit yang satu ini lain sekali.

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang