CHAPTER 12

700 109 32
                                    

Hari ini Sandra sepakat untuk menghabiskan sore liburnya di café kakak perempuan Dewo. Mengerjakan tugas kuliah sambil mengobrol ringan bersama Anneke juga. Tapi jangan salah, meski sudah mengenal Anneke sejak SMP dan mengenal Dewo sejak SMA, tetap saja ia tidak akan sudi dijadikan obat nyamuk. Maka dengan senang hati, Sandra menelepon Dimas untuk bergabung.

"Wo!" Berbeda dari dua tahun yang lalu dimana Dewo selalu uring-uringan setiap ada yang memanggilnya 'wo'. Akhir-akhir ini Dewo sudah tidak pernah protes lagi, cowok itu sudah ikhlas atau lebih tepatnya pasrah. 

Dewo mengalihkan pandangan dari Anneke ke Sandra. Meninggalkan sejenak ceweknya yang sedang curhat gila-gilaan tentang apa saja. "Gue main piano boleh ya?"

Dewo melirik sekilas grand piano yang terpajang di panggung rendah yang menghadap langsung pada pintu masuk. Kemudian memandang lagi ekspresi Sandra yang menuntut.

"Boleh deh, daripada lo ganggu gue pacaran," jawab Dewo asal.

Sandra berdiri sambil mendorong kursinya ke belakang. "yang ada mata gue pedes liat kalian."

Tak lama berselang denting piano segera memenuhi seantero café. Tepat pada saat Dimas melangkah ke dalam café. Melodi itu terdengar indah, lembut, namun diam-diam menyayat. Yang tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh tidak akan mengerti makna tersirat di dalam melodi itu. Namun agaknya Anneke dan Dewo mengerti, karena ketika Dimas mendekati mereka, dua orang itu saling terdiam.

Dimas membetulkan letak kursi yang akan ia duduki. Disampirkan jaket kulitnya ke sandaran.

"Nggak tega gue liat Sandra kaya' begitu," kata Anneke, dipandangnya Sandra di kejauhan lekat-lekat. "Dia bego, sangat bego. Kalo emang nggak mau ngaku ke Reno kalo dia pacarnya. Ya udah, nggak usah dideketin lagi. Dilupain aja. Cari cowok lain."

"Ck. Lo cewek loh Ke, gue pikir lo harusnya lebih ngerti," kata Dewo, jelas dia berbeda pendapat.

Anneke menatap pacarnya dengan pandangan seolah bertanya mana-yang-nggak-gue-mengerti?

"Lo nggak coba nempatin diri lo sebagai Sandra? Kalo misalnya gue yang jadi Reno, lo akan ninggalin gue gitu aja?"

Anneke mendecih. "Iyalah. Buat apa gue memperjuangkan elu kalo kenyataannya kayak begini."

Sebelum Dewo sempat memprotes, Anneke mengeluarkan ponsel androidnya dari tas tangan mungilnya. Dengan cepat tangannya membuka pola di layar dan terlihatlah salah satu foto di laman Instagram Reno. Ditunjukkannya layar ponselnya kepada Dewo dan Dimas bergantian.

"See?"

"Sandra udah tau?" Dimas yang sedari tadi diam angkat bicara.

"Belum. Ini Instagram baru. Sandra juga masih off dari kemarin."

Dimas menjauhkan wajahnya dari ponsel Anneke, wajah perempuan itupun lenyap. Disandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakang tubuhnya. Perempuan itu cantik sekali dan fakta bahwa foto itu diambil saat perempuan itu tidak menyadari dirinya sedang dipotret membuat ekspresi natural itu tergambar begitu jelas. Saat itu untuk pertama kali, Dimas merasa dirinya pecah jadi dua. Seraut wajah polos itu rupanya mampu membuat Reno berpaling. Kesimpulan itu bisa jadi terlalu cepat ia tarik. Namun sisi egois Dimas merasa menang, sementara sisi yang lain rasanya hancur berkeping-keping.

"Cuma foto gitu, belum berarti apa-apakan?" Kata Dimas, sisi egoisnya berhasil teredam.

"Lo nggak baca captionnya? Atau pura-pura polos?" Anneke semakin ketus. "One in a million? Apalagi maksudnya coba? Ini cewek jelas special!"

Dimas terdiam. Anneke bisa jadi memang benar. Ia hanya terlalu na'if.

Skip

Ada beberapa hal yang pantas Gita syukuri semenjak Reno mulai terang-terangan mendekatinya. Salah satunya, ia jadi punya teman. Beberapa memang ada yang hanya sekedar numpang tenar mumpung Gita sedang jadi topik hangat seantero sekolah, namun Gita tahu beberapa dari mereka ada yang tulus. Sifatnya yang pendiam dan hanya bicara seperlunya memang membuat Gita kesulitan bergaul dengan teman sebayanya. Terlebih lagi orang tuanya menerapkan disiplin ketat, menekankan Gita untuk selektif memilih teman dan pergaulan. Namun beberapa minggu ini ia merasa ... usianya benar-benar masih 16 tahun. Bersama Anisa, Dinda, dan Selvi, sisi dewasa yang selama ini dipupuk oleh orang tuanya sedikit demi sedikit mulai teredam.

Remember Me |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang