Just Breathe (Complete)

Chapter 5: Hippogriff

Hermione's POV

Setelah beberapa hari, akhirnya aku terbiasa dipanggil 'Jean' atau 'Leroy'. Dan aku pun mulai terbiasa dengan rutinitas di sini. Hampir sama seperti dulu – eh – bukan dulu sih, teknisnya di sini kan aku belum ada dan belum melakukan apa – apa.

Aku ke kelas, mencatat, membaca buku, belajar, sosialisasi, belajar, makan, bermesraan dengan Harry – Oke, yang terakhir itu memang hanya bisa setiap pagi hari. Kami sudah terbiasa bangun pagi – pagi, terima kasih pada Pembunuh Gila yang berkeliaran di masa itu.

Aku menikmati perpustakaan, seperti biasa. Sekali dua kali Harry menemaniku di sini, dan kami akan belajar bersama dengan nyaman. Tapi aku lebih sering bersama teman – teman Ravenclawku, Mandy, Hortensia, dan Daisy. Aku senang mereka tidak cekikikan ataupun tipe penggosip seperti Lavender dan Parvati. Kami bisa mengobrol dengan baik, belajar bersama di ruang rekreasi. Meskipun tentu saja, sebagai remaja perempuan mereka juga melakukan hal-hal yang 'sewajarnya'. Berpacaran, janjian Hogsmeade – Man , Akhir pecan ke Hogsmeade masih minggu depan! Dan mereka sudah janjian dari sekarang!

Oke, mungkin kalian memikirkan aku dengan Harry. Tidak, kami tidak janjian. Tidak, kami tidak perlu bertukar rayuan. Aku mencintainya, dan dia mencintaiku balik. Sederhana. Kami sudah bersahabat 6 tahun lebih, tidak ada perubahan yang begitu signifikan dalam hubungan kami sekarang. Kecuali beberapa ciuman dan sentuhan –

Oke, aku sudah membiarkan pikiranku melayang – layang. Fokus, kembali ke PR ku. Hmm... Arithmancy, pelajaran favoritku. Selalu mengingatkanku akan Matematika. Logika, strategi, semua di sini.

Oke, lagi-lagi ngelantur. PR ku sudah mapir selesai, tinggal kutambahkan sedikit 1 inchi, O..... Ke! Selesai! Aku yakin Profesor Vector akan memberi nilai bagus untuk ini. Deskripsi sudut beres, bahkan sudah kuberi tambahan dari Matematika Muggle : Pythagoras. Aku tak mengerti mengapa selama ini penyihir mengambil cara rumit untuk ini. Matematika Muggle menyediakan segala yang dibutuhkan untuk perhitungan ini!

Anyway , aku memasukkan kembali buku-bukuku ke tas, dan juga perkamennya. Perpustakaan kosong. Hanya ada Madam Pince yang sepertinya sedang mengembalikan buku-buku ke tempatnya sambil menggerutu tentang anak-anak sekarang yang tidak bertanggung jawab, berantakan, dsb.

Aku teringat James Potter dan Sirius Black. Ayah dan wali Harry. Mereka sangat kekanakan, tidak dewasa di zaman ini. Tukang onar, menjahili orang-orang. Persis Fred dan George, eh tidak, bahkan lebih parah. Fred dan George tidak mengerjai Slytherin setiap kali mereka lewat, dan tidak menggantung dan mencat rambut seseorang tertentu sekedar untuk senang-senang.

Snape. Melihat Severus Snape muda di sini sungguh sangat menyesakkan. Ya, Harry dan aku sudah mengetahui kenyataan sebenarnya tentang Snape dari Dumbledore. Saat di Pegunungan di antara dua dunia itu, dia sudah menceritakan semuanya. Kami sama sekali sudah tak memendam apapun terhadapnya. Harry tercengang ketika Dumbledore bercerita itu semua. Apalagi di bagian kenyataan bahwa Snape mau kembali ke Orde dan menjadi mata-mata untuk Dumbledore semata-mata karena cintanya pada Ibu Harry.

Ibu Harry.

Lily Rose Evans. Sangat betul yang dikatakan Harry, dia sangat mirip dengan diriku. Kecuali kekeras kepalaannya (melebihiku) plus temperamen Harry. Oh, ledakan besar di Aula hari Selasa kemarin. James, anehnya, masih saja merayu-rayu Lily. Aku tak mengerti, bagaimana caranya mereka bisa menikah. Sekali-dua kali aku berpikir, apakah Lily kasihan pada James. Atau James memaksanya.

Tapi itu tidak mungkin. Lily jelas-jelas mencintai James. Lily melahirkan anaknya, dan berkorban untuk nyawa Harry. Lily lah yang mengalahkan Tom Riddle dengan cintanya kepada Harry. Aku bergidik lagi mengingatnya.

Harry dan aku sudah bertemu dengan James dan Sirius sebelum di Hogwarts Express, untung saja. Kami melihat mereka di Diagon Alley. Harry shock selama beberapa hari, tapi akhirnya berhasil tenang.