Chapter 22: Each of Their Journey

3.7K 339 13
                                    

Dia berbaring menelungkup di atas sesuatu yang empuk, dan sejuk. Sesuatu ini mengingatkannya akan hal yang tidak bisa diingatnya dengan jernih. Sesuatu yang nyaman, menyenangkan, dan penuh kenangan membahagiakan.

Dia menggerakkan tubuhnya sedikit, dan akhirnya mengingat benda apa yang ada di bawahnya: Rerumputan. Dan lapisan salju. Dia mulai menyebarkan fungsi syarafnya ke seluruh penjuru tubuhnya, mengecek semua inderanya. Indera peraba, perasa, pendengar, pengecap, dan penglihatan, serta satu indera lagi di tepia, yang tak bernama.

Setelah dia bisa merasakan seluruh badannya, dia bangun perlahan-lahan. Dia membuka matanya dengan perlahan, dan mulai menggerak-gerakkan kaki dan tangannya. Dia menoleh ke kirinya, dan melihat lengan kirinya masih ada.

Dia dikelilingi kabut juga, namun tidak terlalu tebal, dan tampaknya menipis dengan cepat, memperlihatkan garis-garis cahaya putih yang menembus kanopi daun-daun pepohonan tinggi di sekelilingnya. Dia ingin berpakaian. Dan, kaos berwarna merah cerah dengan strip kuning di dadanya, beserta celana Jins dan celana dalamnya muncul. Beberapa meter dari lipatan pakaian ini, tergeletak sepatu kets sehari-hari miliknya. Dia memakai semuanya, lalu berdiri.

Harry memandang berkeliling, dan semakin banyak yang dilihatnya. Tanah hutan yang tertutup salju tipis, pohon-pohon seperti pinus... Kemudian rerumputan hijau jernih di bawah salju. Dia memandang ke atas, dan melihat matahari bersinar, bercahaya putih, tidak kuning. Cahayanya cerah, langit tak berawan, biru jernih. Harry mencoba berjalan.

Harry memandang berkeliling, dan puas ketika dia menyadari tidak ada suara rintihan atau rengekan itu lagi. Tidak ada potongan jiwa mahluk jahat di sini. Dia mulai berjalan, ke arah yang sama dengan yang ada di ingatannya. Dia berjalan ke arah kabut yang makin menipis, dan akhirnya memperlihatkan tempat yang persis sama dengan yang diingatnya.

Kemudian, Harry akhirnya bisa memfungsikan indera pendengarannya lagi. Dia mendengar suara desir. Suara angin. Suara belaian daun di pohon. Suara matahari. Dia memejamkan matanya, dan suara-suara tersebut semakin banyak. Desahan angin, aliran air, suara cipratan, suara salju bergesekan karena angin, suara tetes-tetes air dari pucuk pohon...

"Aku kembali...." desah Harry Potter.

Dia melihat ke kanan kirinya, mencari suatu hal yang dia tahu harus dia tuju. Dia bisa melihatnya: Sebuah air terjun di tepi tebing di kejauhan, yang mengalir dengan derasnya, jatuh dari ketinggian tebing yang sangat tinggi. Air terjun tersebut membiaskan cahaya matahari putih, mengahsilkan sebuah pelangi yang turun memanjang mengikuti arah aliran air terjun tersebut.

Akhirnya, Ujung Dunia. Dan, sungai kehidupan lagi.

Harry berjalan ke arah air terjun tersebut, ke arah sungai tersebut. Dia berjalan sepanjang tebing, dan sama seperti sebelumnya, dia sama sekali tidak takut. Ada perasaan yang sangat aneh dalam dirinya, bahwa kalaupun dia jatuh, dia akan bisa mendarat dengan mulus dan sangat lancar seperti kucing. Jalanan di pinggir tebing menurun dan berbatu. Menanjak, menurun. Bebatuan dan tanahnya terasa sangat halus, seolah tak mengizinkan apapun mengakibatkan ketidaknyamanan pada yang menjejaknya. Matahari tidak bergerak dari tempatnya di langit. Harry terus berjalan sepanjang tebing itu, seolah seluruh hidupnya memang bertujuan untuk itu. Dan memang benar, karena dia masih mengingat segala yang telah terjadi, apa saja yang telah terjadi. Dia mengingat semuanya.

Dan dia mencapai sungai tersebut. Sungai yang membentuk air terjun. Air terjun yang sangat deras, sangat tinggi. Pelangi terbentuk di bibir air terjun tersebut, memanjang samoai bawah. Harry mengintip ke pinggir tebing. Dia bisa melihat sungai kecil jauh di bawahnya. Dihimpit oleh permadani hijau, yang Harry tahu adalah hutan. Pegunungan berwarna biru dengan sedikit warna putih di puncak-puncaknya. Awan melayang-layang di puncak-puncak tersebut.

Just Breathe (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang