9

6K 400 3
                                    

Bugh!

Satu tinjuan melayang ke salah satu pipi lawan Patra. "Gue, gak suka liat lo sama cewek gue! Ngerti?!" Bentak Patra setelah melayangkan sebuah tinjuan sambil menunjuk-nunjuk ke arah orang itu.

Orang itu hanya memegangi pipinya yang telah dilayangkan sebuah tinjuan. Lalu ia menatap Patra dengan tajam. "Apa, sih, maksud lo tiba-tiba langsung giniin gue?!" Bentak orang itu balik.

"Patra! Abrar!" Teriak Nessa yang sedang berlari keluar, berusaha untuk melerai kedua lelaki yang berada di hadapannya.

"Apa coba maksud lo selalu berduaan sama cewek gue?!" Patra pun naik pitam. Yang ia ingin lakukan hanyalah melenyapkan Abrar dari hidupnya dan hidup Nessa.

"Patra! Udah!" Tiara ikut meleraikan.

"Gue gak suka, dateng-dateng langsung diginiin!"

Bugh!

Abrar ikut melayangkan satu tinjuan ke salah satu pipi Patra. Dan tinjuan itu, sukses membuat bibir Patra berdarah dan terluka kecil. "Kalau lo gak tau apa-apa! Jangan sok tau! Lo jauh dari Nessa! Dan lo gak tau apa yang Nessa alami setiap harinya!" Bentak Abrar pada Patra lebih keras.

"Udaaah! Udaaah!" Teriak Nessa sambil berdiri diantara keduanya. Berharap keduanya bisa berbaikan.

Ternyata gagal. Patra menggeser paksa Nessa walau pelan karena ia takut menyakiti Nessa. Dan ia pun langsung melayangkan sebuah tinjuan lagi ke arah Abrar. Dan, kena. Abrar langsung tersungkur ke belakang. Tiara yang daritadi mencoba memisahkan keduanya, tetap gagal pula sama seperti Nessa.

Ingatlah. Sekalinya Patra marah, tidak ada yang bisa menghalanginya untuk mengekspresikan kemarahannya. Kecuali, ibunya.

Nessa berlari ke Abrar yang sedang tersungkur sambil memegangi pipinya, "Abrar!" Nessa langsung memegang kedua pundak Abrar. "Kamu gak papa?" Tanya Nessa dengan airmata yang sudah siap terjatuh sebentar lagi.

"I'm okay, Nes. Lo ke pinggir aja. Gue gak mau lo kena sama Patra." Balas Abrar.

"Patra! Udah Patra!" Tiara akhirnya mengunci gerakan Patra dari belakang. Dan berhasil.

"Kak! Lepasin gue! Gue belum puas buat bikin dia kapok!" Teriak Patra sambil mencoba melepas kuncian Tiara.

"Gak, Pat! Gak! Gue gak mau lo terusin karena gue takut lo malah kenain Nessa! Gue gak mau!" Balas Tiara dengan sebuah teriakan pula. "Udah, Pat. Udah..."

Patra yang tadinya memberontak minta dilepaskan pun akhirnya perlahan-lahan berhenti. "Oke, gue berhenti." Patra mengangkat kedua tangannya dengan lemas. Secara perlahan pula Tiara melepaskan kunciannya.

Nessa yang sedang menemani Abrar yang sedang tersungkur, hanya bisa menatap kekasihnya yang sedang menjadi liar ini dengan airmata yang menggumpal di penghujung matanya sambil memegang kedua pundak Abrar-untuk menahan Abrar. "Kak Patra...," lirihnya pelan seiringan airmata yang pelan-pelan terjatuh.

"Maafin aku, Nes." Patra menundukkan kepalanya sambil menggelengkan kepalanya. "Aku...aku emosi."

"Udah, Pat..." Tiara menepuk pundak Patra. "Lo masuk dulu aja lagi ke dalem. Biar Nessa sama Abrar dulu sebentar." Patra setuju. Ia hanya bisa pasrah. Karena tak biasanya, bahkan tak pernah Nessa melihat Patra yang sedang emosi seperti ini.

Nessa dan Abrar memerhatikan Patra yang sedang Tiara bawa masuk ke dalam. "Yaudah, sini aku bantu bangun. Kamu nanti duduk di bangku dulu, aku ambil kotak P3K, oke?" Tanya Nessa dengan suara paraunya. Abrar hanya mengangguk.

Nessa pun membantu Abrar untuk bangun dan berjalan menuju bangku yang terletak di depan rumah Nessa-bangku untuk menerima tamu. Sebenarnya, jauh dalam lubuk hatinya, ia lebih mengkhawatirkan Patra dibanding Abrar. Ya, jelas. Karena Patra adalah kekasihnya dan Abrar bukan.

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang