15

5.4K 335 8
                                    

Perempuan itu daritadi masih saja mondar-mandir enggan berhenti. Perasaannya tak bisa berhenti mengkhawatirkan seseorang yang berada di dalam ruang ICU di rumah sakit itu. Air mata daritadi setia meluncur di pipinya. "Udah, Nes. Abang pasti gak papa. Waktu itu juga pernah kayak gini kok." Adriana menenangkan.

Tanpa membalas ucapan Adriana, Nessa langsung saja memeluk Adriana. "Gue cuma takut Dri. Lagipula, kak Patra kayak gini akibat kebodohan gue sendiri. Kak Patra gak pernah cerita dia punya asma kronis." Nessa sesunggukkan. Adriana hanya mengelus-elus punggung Nessa.

"Abang emang gak mau cerita sama lo. Dia juga bilang ke gue untuk jangan cerita ke lo. Maafin gue Nes." Adriana tetap mengelus punggung Nessa.

Di sana, seorang perempuan juga menunggu Patra. Ia menangis. Takut akan keadaan Patra. Ia berharap Patra baik-baik saja. "Udah, kak. Jangan nangis lagi." Leona menenangkan perempuan itu.

"Maaf ya tadi kakak harus nunggu Patra berjam-jam. Tau-tau, ternyata dia harus dibawa ke rumah sakit." Tambah Leona lagi.

"Gapapa, kok." Arabella menyeka air matanya. "Cuma takut aja dia kenapa-napa." Arabella tersenyum.

Tadi, saat Patra ke rumah Nessa, Bella datang ke rumah Patra untuk sekedar bermain. Tetapi Bella hanya menemukan harapan kosong, karena Patra ke rumah Nessa. Ia menunggu hingga jam 11 malam, hingga ia mendapat kabar bahwa Patra sesak nafas.

Patra langsung dibawa ke rumah sakit oleh Leona, Adriana, dan Bella. Kebetulan orang tua Patra sedang keluar kota pula untuk mengurus beberapa kepentingan perusahaan.

Saat sedang mengantar Patra ke rumah sakit, Nessa sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Bella. Karena satu-satunya yang ia pedulikan adalah kekasihnya sendiri. Masalah kenapa Patra bisa sesak, Nessa sudah menceritakan dari awal sampai akhir saat sedang dalam perjalanan.

Tiba-tiba seorang dokter berjalan keluar dari ruang ICU, semuanya langsung dalam keadaan berdiri. "Tenang saja, pasien di dalam sudah diberikan oxygen. Keadaannya akan membaik. Harap administrasi secepatnya diselesaikan agar pasien bisa dipindahkan ke ruang rawat inap, karena ia harus dirawat dulu selama beberapa hari hingga pasien merasa lebih baik." Ucap dokter itu pada Leona yang kebetulan Leona berdiri tepat di depan dokter itu.

"Oke, dok. Makasih banyak ya, dok." Leona menganggukkan kepalanya. "Tapi boleh ditengok kan dok abang saya?" Tanya Leona.

"Boleh kok. Asal jangan diajak bicara dulu bila ia sudah bangun. Saat ini, ia sedang dalam keadaan tertidur. Ia harus istirahat." Dokter itu tersenyum. "Saya permisi dulu." Leona dan Arabella menganggukkan kepalanya.

"Tuh kan Nes. Apa gue bilang. Abang pasti baik-baik aja." Adriana menyemangati Nessa. Adriana menyunggingkan senyum lebar.

Air mata Nessa pun terhapuskan dengan senyuman yang tercetak di bibir Nessa. "Makasih Dri semangatnya." Bibir Nessa membentuk lengkungan ke atas. Adriana hanya mengangguk sambil mengusap-usap pundak Nessa.

"Sana masuk," suruh Adriana.

Nessa berjalan ke arah pintu ICU. Saat hendak masuk, Bella menahan Nessa masuk. "Lo mau masuk Nes?" Tanya Bella sinis.

"Iya. Kenapa?" Tanya Nessa pelan dan sopan.

"Lo udah bikin Patra kayak gini. Emang lo masih pantes untuk nengok Patra? Kayaknya nggak." Bella menghalangi langkah Nessa.

Di sana, Adriana mengerutkan dahinya. Sama halnya dengan Leona yang melihat tingkah Bella. Siapa Bella? Berani-berani nya melarang Nessa masuk. Bahkan, Adriana dan Leona yang adiknya Patra saja tidak menghalangi langkah Nessa untuk masuk.

"Gue tanya, ya, kak sama lo. Lo siapa Patra?" Tanya Nessa menantang karena sudah merasa muak dengan Bella.

"Gue temen Patra yang nemenin hari-hari Patra di Malang. Di sana, gue mencoba membahagiakan dia. Di sini? Di saat dia seneng ketemu lo. Lo malah bikin dia kayak gini? Emang lo pantes disebut sebagai pacarnya dia?" Bella malah tambah tidak bersahabat dengan Nessa.

"Gue yang udah lebih lama hidup sama Patra. Lo gak usah berlagak layaknya lo yang udah kenal lebih lama sama Patra, Arabella." Tukas Nessa tegas.

Adriana dan Leona hanya jaga-jaga di belakang keduanya. Takut-takut malah jambak-jambakan berdua.

"Seenggaknya, gue lebih membahagiakan dia daripada lo, Vanessa." Balas Bella tak kalah tegas.

"Lo tau apa sih tentang cowok gue?" Bella tambah panas mendengar kata 'cowok gue' yang terlontarkan dari bibir Nessa. Ia masih tak rela Patra adalah milik orang lain. "Tuh, lo diem. Lo gak tau apa-apa tentang dia. Lo gak tau apa ukuran sepatunya. Ukuran bajunya. Warna kesukaannya. Makanan dan minuman kesukaannya. Hobinya." Balas Nessa kesal.

"Nes udah Nes." Adriana menahan Nessa. "Udah kak, udah." Leona menahan Bella.

Bella menggeram kesal, "Gue kenal Patra, bukan berarti gue harus tau semua hal itu kan? Seenggaknya, gue tau apa yang suka dia lakuin di Malang selama gak ada lo!" Bella menunjuk Nessa tepat di depan wajah Nessa.

Ingin rasanya Nessa menampar pipi mulus milik Bella itu bila saja Adriana tidak menariknya untuk mundur. Adriana menarik Nessa mundur, sama saja membiarkan Bella untuk masuk pertama kali untuk menemui Patra di dalam.

Bella tersenyum miring, lalu mulai melangkah masuk ke dalam ruang ICU. Nessa, ia malah diajak Adriana untuk menyelesaikan administrasi pembayaran bersama Leona.

Di dalam, Bella berdiri tepat di samping tempat tidur rumah sakit itu yang mana sedang ditempati oleh Patra. Ia memerhatikan wajah seseorang yang sudah selama 6 bulan ini ia begitu sayangi dan cintai.

"Gue gak ngerti. Padahal kita baru kenal. Tapi selama enam bulan ini, lo sukses buat gue jatuh cinta. Buat gue gak bisa jauh dari lo." Ucap Bella pada Patra yang masih tertidur. "Bangun, Pat. Liat gue yang ada di sini. Lihat, cewek lo udah bikin lo kayak gini. Lo masih mau sama cewek lo? Plis, jangan jadi cowok bodoh. Ada cewek yang bener-bener tepat berada di hadapan lo, lagi nunggu lo. Siap untuk bahagiain lo." Air mata terjatuh dari kelopak matanya. Bella langsung menghapusnya.

"Gue sayang banget tau sama lo. Gue juga gak tau kenapa." Gumamnya. "Gue pasti bisa dapetin lo. Pasti." Bella tersenyum.

Sepersekian detik setelah Bella melontarkan kalimat-kalimatnya, jari-jari Patra bergerak. Lalu, matanya perlahan terbuka. Penglihatannya masih buram. Tapi yang pasti, ia tahu bahwa ada seorang perempuan di hadapannya. Bisa dilihat dari rambutnya yang panjang.

Tanpa memfokuskan penglihatannya dahulu, Patra langsung mengangkat tangannya dan memegang tangan seseorang yang di hadapannya. Ia genggam, lalu tersenyum.

Bella, ia kaget dengan pegangan dari tangan Patra. Apakah ini sebuah tanda?

Nessa yang ternyata sedaritadi sudah kembali dari menemani Adriana dan Leona, akhirnya meneteskan air matanya. Melihat sang kekasih memegang tangan seseorang yang begitu ia benci. Atau begitu tidak ia sukai.

"Kenapa? Kenapa jatuh cinta sesakit ini?" Nessa menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

○○○

Maafkan kelebayanku ya. Maklumi saja. Aku masih pemuda yang masih labil. :b
Maafkan tentang kekuranganku dalam hal kedokteran, choy. :( Maaf juga singkat hehe.

Tangerang, 21 Agustus 2016
01.06 AM

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang