(Alcander's POV)Aku merapatkan tubuhku saat udara dingin menggelitik bahuku yang terbuka. Saat itu juga aku merasakan tangan yang besar dan hangat memeluk bahuku lembut. Sebuah udara hangat meniup rambutku dengan irama yang teratur.
Aku membuka mata perlahan dan menemukan dada bidang dan kuat milik Ignatius terpampang jelas di depan mataku. Aku terbelalak saat melihat dada itu bergerak naik-turun perlahan--tepat di depan mataku.
Degupan jantungnya terasa menenangkanku, saat dada itu menempel pada tubuhku.
Sangat aman dan nyaman..
Mataku kembali terpejam saat menatap wajah Ignatius yang tertidur dengan damainya. Tapi dengan segera aku membuka mata dengan panik saat menyadari sesuatu. Karena gerakan bangunku yang tiba-tiba, rasa nyeri yang amat sangat diperut, pinggul, dan juga anusku langsung menyerang.
Aku meringis.
Perlakuan kasar Ignatius benar-benar membuat tubuhku ambruk. Bekas ikatan tali dipergelangan tangan dan kaki masih memerah dan terlihat jelas. Selain itu, bekas cengkraman tangan Ignatius dilenganku juga masih sakit. Dan saat kuraba bekas gigitannya di bahuku, terasa sedikit membengkak.
Bangsat!
Aku menyambar handphone milik Ignatius, lalu melemparnya kuat tepat dikepalanya, sampai membuat si pemilik handphone bangun dengan terlonjak kaget sembari memegangi kepalanya.
"WHAT THE F--" teriaknya marah. Ia terdiam begitu melihatku yng sudah duduk menyingkir diujung ranjang; telanjang bulat dengan bekas-bekas penyiksaannya yang terlihat jelas.
"Tadinya aku ingin menghancurkan kepalamu dengan vas bunga. Tapi berhubung tidak ada, kupakai handphonemu sebagai penggantinya. Berterima kasihlah padaku yang berbaik hati tidak menghancurkan kepalamu, hanya meninggalkan benjol saja." ujarku dingin.
Aku menyambar handphoneku sendiri tanpa mengacuhkan Ignatius yang duduk menatapku, dan aku langsung terbelalak begitu melihat jam,
"ASTAGA, AKU TERLAMBAT!" dengan segera aku melempar selimut yang membungkus tubuhku, lalu memakai pakaianku cepat. Tubuhku terasa sakit, dan aku hampir terjatuh saat memakai celana panjangku, tapi aku tidak punya waktu untuk hal itu. Aku sudah berjanji pada Jason untuk masuk kerja hari Senin ini.
"A-Alcander, hati-hati.." ujar Ignatius pelan dari atas ranjangnya. Aku mendelik kearahnya,
"Diam kau, brengsek." desisku. "Kau.. Jangan pernah datang menemuiku lagi." Aku melangkah dengan hati-hati keluar kamar saat sudah berpakaian, dan menelepon taksi.
"TUNGGU ALCANDER!! HEY..!" teriak Ignatius dari kamar.
"T-TUNGGU, ALCANDER! Please.. Aku minta maaf, jangan membenciku, please.." Ignatius berlarian menghadangku yang hendak berjalan menuju pintu rumahnya dengan kondisi masih telanjang bulat.
"Heh. Aku sudah mengaku meniduri gadis-gadis selain dirimu, dan aku juga sudah membiarkanmu menyiksaku semalam sampai tubuhku sakit semua dan memar. Jadi kupikir kita sudah impas. Oh ya, dan juga sex perpisahan kita. Jadi jangan mengangguku lagi, oke?"
Aku membuka pintu dan segera keluar dari rumah itu, meninggalkan Ignatius yang tetap berdiri di tempatnya--terpaku dalam diam.
===
"Maafkan aku, J." Ujarku sungguh-sungguh, saat melihat alis Jason yang berkerut saat melihatku yang terlihat kacau balau.
"Setidaknya anda sempatkan diri untuk mandi, bos. Anda terlihat seperti habis terkena angin badai. Penampilan anda benar-benar tidak enak dipandang."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Contract
FantasyWarning: Cerita ini mengandung unsur 18+++ (homoseksual, seks, mpreg(?)) dan juga penggunaan bahasa yang kasar, sangat vulgar, dan detil. Mohon bijak dalam memilih bacaan yang sesuai dgn umur! Sinopsis Alcander Grey, seorang bos mafia yang menutup...