(Alcander's POV)Aku pulang dengan segera tanpa Andre yang mengantar. Ketika sudah sampai, aku langsung masuk ke dalam rumahku yang sepi.
"Sharon.. Aku pulang..! Kau sudah selesai?" teriakku dari ruang tamu.
Hening.
Aku mengeryit, dan segera pergi mengecek ke dapur. Tidak ada Sharon di sana. Aku kembali berjalan menuju ruang TV dan memutuskan untuk menunggunya di sana. Mungkin dia sedang bersiap di kamarnya.
Tapi perasaanku jadi tidak enak.
Kesunyian ini terasa ganjil. Aku tidak ingin memikirkan hal aneh; jadi aku berusaha untuk menenangkan pikiranku.
Tapi lama-kelamaan rasa ganjil itu semakin meluap.Aku mengeluarkan pistol dari dalam koper kerja yang kubawa, lalu menyembunyikannya di balik badanku dengan gerakan waspada.
"Sharon..!" aku kembali berteriak memanggil namanya. Masih tidak ada jawaban.
Listrik tiba-tiba padam, keadaan menjadi gelap gulita. Berbekal lampu senter dari handphoneku, aku mencoba mencari-cari.
Shit!
Aku berdiri dan berjalan mengendap-endap menyusuri ruang di dalam rumahku. Dengan pistol dan senter handphone ditangan, aku bergerak sangat hati-hati.
Aku berjalan ke kamar Sharon, dan tidak menemukannya di sana. Aku memutuskan untuk mencoba mengeceknya di kamarku, dan hasilnya tetap nihil. Berjalan cepat ke ruang kontrol yang berada di samping kamar Jason, dan menyalakan kembali lampu tersebut.
Aku akhirnya kembali turun, dan..
"UGH..!!"
Kedua lengan asing tiba-tiba mendekap leherku, menguncinya rapat sampai aku kesulitan bernapas dan menjatuhkan pistol dari tanganku.
Aku memukul tulang rusuk orang itu beberapa kali secepat dan sekuat yang ku bisa sebelum sampai kehilangan kesadaran. Dan saat kunciannya sedikit longgar, aku langsung menendang lutut orang itu sampai limbung dan akhirnya jatuh terduduk.
Dengan tanpa memberinya kesempatan untuk bergerak, aku langsung menghantamkan satu pukulan kuat ditenggorokan orang itu, membuatnya mengeluarkan bunyi patah yang pelan.
Aku memungut kembali pistolku yang jatuh ke lantai dan berjalan dengan punggung menempel pada dinding, lalu menjulurkan tubuhku sedikit ke depan untuk mengintip ke sekitar.
Dan saat aku melakukan itu, sebuah tangan dengan knuckle dibuku jarinya meluncur tepat mengarah wajahku. Jika refleks tubuhku tidak cepat, sudah pasti tulang hidungku akan hancur dihantam oleh knuckle.
Aku memiringkan kepalaku, menghindar dari pukulan telak itu.
Dengan cepat aku pulih dari rasa kaget, dan menarik tangan tersebut dengan tangan kiri menarik dari sisi bawah tangannya dan tangan kanan dibagian atasnya dengan sangat kuat sehingga membuat orang itu--pria itu sedikit limbung. Tanpa membuang waktu aku langsung mendaratkan upper-cut secara tajam tepat dirahangnya.
Pria itu bertubuh cukup besar, sama besarnya dengan pria yang kupukul pertama kali. Pria itu mundur beberapa langkah dan mengeluarkan pistol. Ia langsung mengarahkannya tepat kearahku, dan aku langsung berlari menghindar bersembunyi dibalik dinding.
Suara tembakan menyusul, menembus tepian dinding tempatku bersembunyi. Suara desingan peluru yang menghantam dinding mengagetkanku. Aku menjulurkan tanganku untuk memberikan tembakan balasan dan kembali bersembunyi. Saat itu kurasakan tembakan menjadi bersahutan.
Peluru demi peluru terus menghantam dinding, membuatku semakin berhati-hati dalam menembakkan pistol milikku. Aku segera menyesali keputusanku menyuruh semua anak buahku pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Contract
FantasyWarning: Cerita ini mengandung unsur 18+++ (homoseksual, seks, mpreg(?)) dan juga penggunaan bahasa yang kasar, sangat vulgar, dan detil. Mohon bijak dalam memilih bacaan yang sesuai dgn umur! Sinopsis Alcander Grey, seorang bos mafia yang menutup...