XII. IN HIS TOUCH

13.3K 675 53
                                    

Warning: Alcander and Ignatius 'happy time'.

(Alcander's POV)

Baru saja aku kembali mengangkat handphone untuk menelepon Jiro, interkom rumahku sudah berbunyi,

"Alcander.. Ini aku, Ignatius! Buka pintunya..."

Astaga. Dia sudah ada di depan rumahku? Dasar si mesum brengsek!

Aku memencet tombol suara di layar interkomku,

"Heh, mau apa kau kemari? Sedari kapan sudah ada di depan rumahku? Baru juga telepon, masa' sudah ada di sini??"

"Yah, aku sampai beberapa menit sebelum aku meneleponmu. Ayolah, bukakan pintunya.."

"Tidak. Kau pasti merencanakan sesuatu kan? Kalau ada yang mau dibicarakan, bicara saja dari situ, tidak perlu masuk ke dalam rumahku."

Aku melirik kearah layar interkom. Dari kamera yang terpasang, aku bisa melihat wajah Ignatius yang memelas. Agak geli juga melihatnya seperti itu, jadi sambil menahan senyuman aku membuka pintu, dan menahannya.

"Kalau kau macam-macam pada orang sakit, kuhajar kau." ujarku galak. Ignatius mengangguk sedikit dan cepat, aku bahkan hampir tidak melihatnya. Ia berjalan masuk ke dalam rumah setelah aku mengizinkan.

"Aku tidak percaya kau masih sakit. Kau terlihat sudah benar-benar sehat" ujar Ignatius. Aku mendengus,

"Tentu saja aku sudah agak sehat, tapi belum pulih 100%. Jadi, ada apa?" tanyaku tidak sabar. Ignatius melihat sekeliling isi rumahku dengan sangat mencurigakan.

"Hei!" Aku menghentak Ignatius yang masih celingak-celinguk. Ignatius menatapku dengan seringai lebarnya, lalu menarikku ke pelukannya,

"Aku merindukanmu.." Ignatius merapatkan pelukannya, membuatku semakin menempel ke dadanya.

"Kau sudah membuatku hilang konsentrasi karena kondisimu itu. Bahkan aku jadi sulit tidur karena selalu memikirkanmu.." Ignatius melonggarkan pelukannya dan menarik daguku agar menatapnya,

"Berjanjilah untuk tidak membuatku panik lagi, oke?" Ia menutup mulutku yang hendak menyanggah omongannya dengan ciuman yang hati-hati. Aku tersentak kaget saat bibir itu menempel lembut padaku.

Aku mendesah diantara ciumannya. Sentuhan bibirnya, sapuan lidahnya dibibirku membuatku gemetar. Ia menekan lidahnya diantara bibirku yang terkatup, membuatnya terbuka tanpa kusadari. Menjulurkan lidahnya memasuki rongga mulutku, membuatku tergelitik sekaligus menariknya untuk memberiku lebih.

Ia terperanjat begitu tanganku menarik rambut diujung tengkuknya, memberikan izin untuk menciumku semakin dalam, dan akhirnya ia memberiku apa yang kuinginkan. Lidahnya mengajak milikku untuk menari, saling melilit satu sama lain. Aku melenguh akan kenikmatan yang ia beri.

"Alcander... Kau.. benar-benar membuatku gila.." Ignatius melepaskan ciumannya sesaat, sebelum akhirnya bibir itu kulumat.

Bisa kurasakan tubuh Ignatius yang sedikit menegang akibat tindakan tiba-tibaku, namun akhirnya ia menyambutnya dengan senang hati.

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, karena tiba-tiba aku merasa sangat haus akan sentuhan darinya, dan setiap sentuhannya membuatku merasa...

'Like an animal in heat.'

Aku terkejut begitu mendapati diriku yang bertingkah bukan seperti diriku sendiri.

Ya, aku ingin ia menyentuh setiap inci tubuhku--itu yang kupikirkan.

Ignatius terus menciumku sampai tubuhku tak mampu berdiri sempurna dan yang kulakukan hanya menyender di tubuhnya yang kekar, sampai Ignatius mendorongku pelan ke atas sofa, membuatku bersuara "huff.." dan ia langsung menindihku.

The ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang