XVII

7K 409 23
                                    


(??? POV)

"Kau harus membunuhnya, kau harus membalaskan dendam kita! Jangan sampai gagal.. Karena jika kau gagal, aku yang akan turun tangan!"
Gadis berambut pirang di depannya tersentak.

Tubuhnya menggigil--bukan karena kedinginan, tetapi karena rasa takut yang merayap. Telapak tangannya mengepal, mengutuk rasa takutnya.

Gadis itu sadar betul bahwa kata-kata itu bukan hanya gertakan semata.
Ia tidak sekejam orang itu. Ia tidak bisa membunuh hanya demi uang dan kesenangan. Gadis itu yakin bahwa ia berbeda.

"Kau tidak perlu terus-terusan menyuruhku! Aku tahu apa yang harus kulakukan!" jerit gadis itu marah. Giginya bergemeletuk. Sementara orang di depannya hanya menatapnya remeh.

"Kau itu gadis lemah yang payah. Kau tahu? Itulah mengapa kau diasingkan!" orang di depannya balas berteriak sembari menendang meja dihadapannya. Mata orang itu berkilat marah, membuat gadis pirang itu mengalah. Ia masih membutuhkan kepalanya.

"Kau pikir hanya kau yang paling dibutuhkan?" sindir gadis pirang itu. Orang di depannya tertawa mencemooh,

"Kau pikir aku bukanlah yang paling dibutuhkan? Kau ini idiot atau memang tolol, sih?? Tentu saja, sayangku. AKULAH YANG PALING MEREKA BUTUHKAN! BUKAN KAU, ATAU YANG LAINNYA!" Gadis itu mengeryit saat jeritan marah itu kembali terdengar. Ia benar-benar membenci orang ini.

Orang itu berdiri, beranjak menjauhi gadis itu,

"Kau harus ingat bahwa orang itu yang telah menghancurkan hidup kita. Menghancurkan segala yang kita miliki. Kuperingatkan sekali lagi; jika kau gagal, aku yang akan membereskannya, mengerti?" Gadis itu mengangguk lambat, membuat orang di depannya menyeringai tipis.

"Kalau begitu, sampai jumpa lagi. Aku akan terus mengawasimu, adikku tersayang." Orang itu segera menghilang dari balik pintu yang ia buka. Entah ke mana orang itu pergi.

Gadis pirang itu menghela napas. Ia akan melakukannya dengan caranya sendiri. Dengan cara yang pastinya bukan tindakan gila yang bisa dilakukan oleh orang itu.

Gadis itu menopangkan dagunya, berpikir.

Mungkin sebaiknya ia langsung menerjunkan diri? Tidak mengapa harus bertingkah seperti pelacur., pikir gadis itu.

Ia mengangguk pada diri sendiri, menyetujui rencana yang tersusun dibenaknya. Dengan segera, ia bergegas menemui orang terdekat dari targetnya.

---

Gadis itu bersyukur. Targetnya adalah pria yang sangat menyukai gadis cantik. Dan pria itu; pria berwajah tampan dan dingin itu menyukainya.

Apalagi saat tahu bahwa gadis itu masih perawan, mata pria itu langsung berubah--seperti mendapatkan jackpot.

Awalnya ia menyangka bahwa saat ia diserahkan pada pria itu--pria yang menjadi tuannya, akan langsung menyerangnya. Tapi tindakannya cukup mengagetkan gadis itu. Ia diajak makan malam dan ia tidak memperlakukannya seperti budak.

Gadis itu heran.

Ia tidak menyangka bahwa targetnya adalah pria yang ramah, walaupun gadis itu tidak yakin bahwa pria itu tidak sedang berakting. Tapi ia tidak menampik bahwa ia menyukai perlakuan pria itu. Perlakuan lembut yang ia rindukan. Sikap menghargai dirinya--hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Ia selalu menjadi bulan-bulanan kakaknya--orang tersinting yang ia kenal. Oh tidak, ada yang lebih sinting melebihi kakaknya itu.

Gadis itu tiba-tiba bergidik, saat bayangan sosok tersinting di dunia itu terlintas diotaknya. Perutnya langsung mulas, seperti ingin muntah. Ia menggelengkan kepalanya, menghapus pikiran akan orang itu.

The ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang