[27]

3.7K 187 5
                                    

Dua puluh tujuh - peduli

[Edited]

Hubungan Karina dan Zian sudah seperti sedia kala walaupun kadang Zian menjaga jarak dengan gadis itu karena keberadaan Lukas yang sudah seperti bodyguardnya, kemana-mana selalu berdua. Tiap hari Zian berharap kalau Lukas di sibukkan dengan kegiatan Osis sehingga ia bisa curi-curi waktu untuk berdua dengan Karina.

Zian sudah tidak lagi sibuk dengan kegiatan band, saat ini fokusnya hanya turnamen futsal pelajar se DKI-Jakarta yang akan di adakan minggu depan.

Sebenarnya cita-cita Zian dari kecil adalah pemain sepak bola, dari sejak kelas 2 SD Zian juga sudah sekolah sepak bola karena ia ingin betul-betul mengasah skill sepak bolanya. Namun sayang, harapan Zian menjadi pemain sepak bola profesional hancur berkeping-keping karena satu kejadian dimana Zian cedera dan hampir koma akibat Zian di jegal lawan yang tubuhnya lebih besar saat masih ia masih kelas 6 SD dulu dan tentu Ayahnya itu melarang untuk bermain sepak bola lagi. Makanya, Zian lebih memilih untuk bermain futsal saja yang ringan dan beresiko lebih rendah.

Ngomong-ngomong soal Nadine, intensitas pertemuan Nadine dan Zian sudah sangat berkurang karena Nadine sibuk ikut bimbingan belajar di sekolahnya dan Nadine merupakan anggota cheerleaders yang juga pasti sibuk karena lomba-lomba itu.

Zian seperti tidak punya cita-cita, saat ini ia hanya punya planning dan keinginan kuat. Zian terlalu lelah menjaga cita-citanya yang selalu berakhir menyedihkan. Zian memilih untuk menjadi arsitek suatu hari nanti, ia ingin membangun rumahnya sendiri.

Getaran dari ponsel Zian yang disimpan disaku celana mengagetkannya. Zian mengalihkan pandangan ke arah depan kelas, memastikan kalau Pak Aswan masih sibuk menulis di whiteboard sehingga ia bisa leluasa mengecek notifikasi di ponselnya.

2 text message.

From: Marco
Nyuk, pulang ntar bisa ke warung dulu gak?

Zian menyipitkan mata, ditatapnya pesan dari kakak pentolan kelas XII itu dengan heran. Gak biasa-biasanya nih kak Marco sms gue kaya ginian, batin Zian.

Di tutupnya pesan dari Marco, ia beralih ke pesan berikutnya yang berasal dari Miranda.

From: Miranda Evelyn
Kak, pulang sekolah mau ngomong bentar boleh?

Zian berdecak, ia heran dengan Miranda yang selalu ingin berdua dengannya. Karena Zian risih dengan cewek-cewek yang seperti itu. Lagipula urusan Miranda dan Zian juga sudah selesai untuk sementara karena tidak adanya jadwal manggung band lagi sampai perpisahan kelas tiga nanti.

Dengan cepat, Zian membalas pesan Marco dan Miranda, sambil melirik kearah pak Aswan yang hampir saja menyelesaikan rangkuman tentang reaksi Kimia di papan tulis itu.

To: Marco
Siap kak!

To: Miranda
Penting banget?

Tanpa menunggu balasan dari Miranda, Zian memasukan kembali ponselnya ke dalam saku dan langsung menyalin rangkuman panjang di papan tulis berwarna putih itu.

Selama ini, Zian memang tidak banyak berteman dengan orang di sekolahnya. Ia hanya dekat dengan Iksan karena kebetulan dia merupakan teman sebangku lalu dengan teman bandnya yaitu Petra, Dylan dan Adji serta Wahyu yang merupakan ketua team futsal disekolahnya.

Memori Zian tentang penghianatan kembali muncul beberapa waktu lalu, ia jadi ingat bagaimana dulu Zian yang cupu sering di jauhi cowok-cowok sepermainannya dan beberapa kali di bully karena Zian selalu memilih pergi ke perpustakaan di bandingkan dengan nongkrong-nongkrong di kantin sekolah atau sekedar bercanda ria di koridor depan kelasnya.

Stronger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang