[59]

3.2K 188 19
                                    

Lima puluh sembilan - ambigu

[Edited]

Zian berbaring diatas kasur, di dalam kamarnya yang di dominasi oleh warna hitam dan putih. Ia menatap langit-langit sambil berpikir bagaimana cara menjelaskan kepada Karina soal Nadine. Sudah berkali dibilang kalau lelaki berhidung mancung itu sulit menyampaikan isi hati.

Muncul pop up pesan dari Iksan, membuat Zian bangun lalu duduk dan mengambil ponsel di meja kecil yang berada di samping kasurnya.

Iksan Akbar S; Yaelah masih tolol aja urusan cewek. Jelasin monyong. Datengin rumahnya, bawa bunga.

Zian mengangkat sebelah alisnya yang hitam seperti ulat bulu, kemudian mulai mengetikan balasan untuk sahabat terdekatnya itu.

Bawa bunga? Gue gak yakin dah, batin Zian.

Mahesa Zian; yakin bunga? Gue gak pernah nyet, weird.

Zian meletakan ponselnya di atas paha, ia mengusap wajahnya kasar lalu memikirkan saran dari Iksan. Tidak ada salahnya melakukan hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya, apalagi untuk orang yang kita sayangi.

Layar ponsel Zian menyala, menampilkan nama Iksan lagi disana.

Iksan Akbar S; gemay gue ama lo, nyuk. Dasar GGS.

Kali ini, Zian menghentakkan kakinya di lantai yang dingin, mencoba mengingat sesuatu dari apa yang di kirim Iksan. Seperti ada kata yang familiar. Tiga detik setelahnya, Zian menjentikkan jari. Ia ingat sesuatu.

"Ah iya, GGS. Jodoh kali nih si Iksan sama Dewi." Zian mengucapkannya sambil tertawa sendiri.

Jarinya kembali menari di atas screen, ia harus dapat solusi malam ini juga.

Mahesa Zian; Ganteng-ganteng sedeng maksud lo? Babi. Makan tuh gemay. Kaya abg alay!

Lelaki yang mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek itu beranjak dari kasurnya menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Tenggorokannya kering.

Zian menoleh ke kanan dan kiri, merasakan keheningan di rumahnya pada jam-jam malam seperti ini. Ibunya, Myra pasti sudah tertidur nyenyak di kamar begitu juga Mbok Isah. Zian melirik jam dinding di ruang makan, waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari namun lelaki itu masih sulit memejamkan mata.

Zian mengambil satu botol air mineral dari dalam lemari pendingin, kemudian menuangkannya kedalam gelas bening yang ada di tangan kanannya.

Kasih bunga.

Entah kenapa, yang terpikir sejak tadi hanyalah dua kata tersebut dan Zian sepertinya tau apa yang akan di lakukannya besok pagi.

"Dek, lagi ngapain?"

Zian tersentak, ia kaget bukan main dengan kedatangan Myra yang tiba-tiba. Ibunya itu sedang mengusap mata berkali-kali, mungkin masih mengantuk. Iya, Zian yang sudah sebesar itu memang masih di panggil Adek oleh ibunya.

"Astagfirullah, Bu. Bikin kaget."

Myra refleks memukul lengan Zian, ia tersenyum penuh kehangatan kepada anak bungsunya itu.

"Lagian Ibu, ngagetin aja."

Zian menaruh botol berisi air mineral ke dalam kulkas, kemudian Myra memilih untuk membuat susu coklat hangat.

"Dek, tunggu di meja makan ya. Ada yang mau Ibu omongin."

Zian hanya mengangguk. Ia berjalan lunglai ke ruang makan dan duduk di kursi kayu yang di cat warna hitam tersebut. Matanya sudah mengantuk sejak tadi namun entah kenapa ia sulit sekali untuk tidur.

Stronger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang