Bab 0: Prolog

88.1K 3.8K 68
                                    


Langkah kakinya yang cepat terdengar berderap dengan sepatu bot hitam yang dia kenakan. Kaki panjangnya terlihat pas dengan celana latex berwarna hitam yang dia kenakan, dipadu dengan kaos hitam berlengan panjang dengan menampakan pusarnya. Wanita itu dengan napas tersenggal berlari masuk ke dalam rumah megah di mana tampak beberapa orang dengan kidmat menyaksikan upacara pernikahan yang sedang berlangsung.

"Hentikan pernikahan ini!" teriaknya dengan suara lantang tapi sedikit serak. Tatapan semua orang mengarah kepadanya termasuk mempelai wanita dengan gaun kebaya berwarna emas yang cantik dan mempelai pria dengan jas berwarna serupa sehingga membuatnya terlihat begitu tampan.

Wanita itu berjalan pelan ke dalam, mendekat kepada mempelai pria sambil mengatur napasnya. "Kumohon hentikan pernikahan ini," pintanya dengan nada memohon ke arah mempelai pria, "jangan membohonginya dan membohongi dirimu sendiri. Kamu tidak mencintai wanita itu," lanjutnya sambil menunjuk ke arah mempelai wanita.

"Siapa dia?" tanya mempelai wanita kepada pasangannya.

"A-Aku ti-"

"Nora. Namaku Nora. Aku mencintai Zainal. Begitu juga dengannya, kami sudah berhubungan cukup lama," jelas wanita itu yang mengaku bernama Nora sebelum memberi waktu Zainal untuk berkata.

"Tidak. Itu ti-"

"Hentikan Zainal. Aku tidak bisa melihatmu membohonginya sampai sejauh ini." Nora menatap Zainal dengan wajah sedih, lalu dia beralih menatap mempelai wanita yang masih memandang dengan ekspresi bingung. "Zainal tidak mencintaimu, dia ingin meninggalkanmu tapi dia tidak bisa mengatakannya kepadamu, Peony. Kamu perempuan yang sangat baik dan lembut, sehingga Zainal ragu mengambil keputusan dan mengorbankan perasaannya yang mencintaiku untukmu. Aku tidak bisa melihatnya menderita dan berkorban seperti itu."

"Itu tidak benar Poeny. Dia penipu. Aku tidak mengenalnya," balas Zainal kepada Poeny yang mencoba meyakinkannya.

"Kita sudah saling mengenal hampir satu tahun, Zainal." Nora mengeraskan suaranya, "bahkan aku sudah menyerahkan seluruh milikku untukmu, Zainal. Kehidupanku, perasaanku dan tubuhku," lanjutnya dengan nada melemah sehingga orang yang mendengarkan yakin bahwa yang dikatakannya benar.

"Diamlah. Aku tidak menge-"

"Aku tidak bisa diam. Aku kemari demi dirimu, Zainal." Nora menyela perkataan Zainal sehingga dia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, lagi.

"Zainal!" Wanita yang berumur setengah baya dengan sorot mata mirip dengan Zainal mulai mengeluarkan suaranya, "apa maksud semua ini? Apa yang dikatakannya benar? Apa kamu berselingkuh dari Poeny?"

"Mom, itu tidak benar," jawab Zainal yang menatap wanita setengah baya di dekatnya, "Poeny, jangan dengarkan perkataan wanita itu," lanjut Zainal sambil menatap Poeny.

"Zainal, berhenti membohonginya," sela Nora kembali.

"Diam!" Zainal mulai berteriak dan menatap geram ke arah Nora. Suara kusak kusuk orang di sekitar mulai terdengar.

"Aku tidak akan diam sampai kamu menghentikan pernikahan ini. Zainal jujurlah pada dirimu sendiri," pinta Nora yang masih bersikukuh.

"Berhentilah." Suara gumaman mulai terdengar dari mulut Poeny yang memperhatikan mereka berdua, "AKU BILANG BERHENTI! HENTIKAN SEMUA INI!" teriak Poeny lantang sehingga semua mata tertuju padanya.

Poeny mulai berdiri dari tempatnya duduk, mengangkat rok batiknya sehingga dia bisa bergegas pergi. Langkahnya terhenti ketika Zainal ikut berdiri dan mencekal lengan langsingnya.

"Lepaskan aku, Zainal. Aku-Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini." Peony menatap Zainal dengan mata berkaca-kaca, "aku tidak bisa menikah dengan laki-laki yang tidak mencintaiku," lanjutnya sambil menepis tangan Zainal.

Peony berlari secepatnya keluar rumah megah tersebut tanpa memperdulikan Zainal yang berteriak memanggil sambil mengejarnya. Nora yang mengetahui situasi dan tatapan yang dia dapatkan, langsung ikut berlari mengejar pasangan tersebut keluar rumah hingga mencapai pintu pagar berwarna hitam. Nora berlari ke arah berlawanan saat dia berhasil keluar pagar.

"Mission accomplished," seru Nora pada dirinya sendiri saat dia bersandar ke dinding putih yang jauh dari tempatnya tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu dengan senyum lebarnya. Setelah pesannya terkirim, dia memasukan ponsel ke dalam kantong celananya dan berjalan ringan sambil bersiul menatap langit biru yang cerah di atas kepalanya.

Z3;

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang