Bab 16: Kudapan Tengah Malam

32.4K 2.1K 64
                                    

 Finally update... sebelumnya saya mau minta maaf karena akhir-akhir ini jadi slow update. bukan maksud untuk jadi lama, tapi karena suasana hati sedang tidak baik, dengan cuaca hujan nan dingin mengakibatkan rasa malas menyerang.

untuk bab ini lebih sedikit dari kemarin, tapi saya mencoba menembusnya di baba berikutnya *fingerCross.

Have a nice read

K.S.

***

Langkah kaki panjangnya berjalan cepat menyusuri lorong sebuah gedung apartement yang sepi, meninggalkanku yang mengikutinya dari belakang. Napasku terasa tersengal dengan kaki nyeri akibat heels pada sepatu botku saat setengah berlari dengan kaki pendekku jika dibandingkan dengan miliknya.

"Bisa kamu berjalan pelan-pelan?" seruku yang berhenti sambil berpegangan pada dinding berwarna krem di sampingku.

Zainal berhenti dengan menengokkan kepalanya kepadaku sambil menghela napas tidak suka, "kamu yang lambat."

"Aku tidak lambat. Kamu yang berjalan seperti orang kesetanan. Apa kamu benar-benar ingin menawarkan tempat untukku atau mau meninggalkanku begitu saja?" kataku kesal yang berjalan tertatih lelah masih berpegangan.

"Aku tidak kesetanan. Kakimu saja yang pendek," sindirnya yang menatap iba. Sialan.

Aku berjalan mendekat ke arahnya dengan mengedarkan wajah kesal kepadanya, "kakiku tidak pendek. Kakiku normal. Kakimu yang terlalu panjang," dengusku kesal yang membuatnya menyengir, "kamu menertawakanku?"

"Kamu bodoh!" ejeknya dengan tawa kecil dari mulutnya.

Dia berjalan mendekat kepadaku melayangkan senyuman manis yang terasa mencurigakan. Tangan kanannya mengulur, menggengam bagian atas jas miliknya yang aku kenakkan dan menarikku mendekat kepadanya.

"Ap-pa yang kamu lakukan?" tanyaku terbata dengan aroma tubuhnya yang semerbak di sekitarku. Senyuman manisnya berubah menjadi senyuman nakal. Tangan kirinya mengulur masuk ke dalam jas. Merasa tak beres aku menarik tubuhku ke belakang, tapi dia menarik mendekat padanya sehingga aku tidak berkutik.

Tangan kirinya yang tadi masuk keluar dengan sebuah kunci, "memang kamu kira aku ingin melakukan apa?" ucapnya mengejek sambil melepas jas dari tangannya.

"Kau ... brengsek! Jika ingin mengambil kunci dalam jas, bilang saja, akan aku ambilkan. Jangan ..."

"Jangan membuatmu berharap?"

"Bo-bodoh! A-aku tidak berharap a ... papun."

"Stupid Virgin!" bisiknya yang berlalu begitu masuk ke dalam apartemennya.

Sialan. Dasar lelaki labil, kurang darah.

Aku membuang napasku keras dengan sengaja, ingin menunjukkan betapa marahnya diriku saat memasuki tempatnya. Zainal berjalan begitu saja masuk ke dalam sebuah ruangan yang meninggalkanku berdiri begitu saja di ruang tengahnya. Aku berjalan mengelilingi ruangan, melihat deretan buku di rak dengan beberapa hiasan, terlihat elegan tapi masih memproritaskan sisi maskulin dengan hiasan lampu, lukisan maupun warna ruangan. Dan catatan tambahan, lebih rapi daripada tempatku.

Mataku terpukau pada sebuah bingkai foto pada salah satu rak. Sebuah foto Zainal bersama Poeny dengan latar lautan dan langit biru yang cerah. Sebuah senyuman yang tidak pernah aku lihat terlukis di wajah Zainal dengan Poeny yang dia peluk dengan begitu penuh kasih.

Cemburu? Tidak. Aku tidak cemburu sama sekali dengan foto itu. Aku tidak ada urusan sama sekali. Aku bukan siapa-siapa disini. Tapi senyuman itu berhasil membuat mataku tidak bisa lepas untuk memandanginya. Jika boleh jujur ada sesuatu dari foto itu yang membuatku merasa tidak enak. Rasanya sedikit sesak. Dan aku tidak menyukainya.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang