Bab 6: Kepala Editor

36.4K 2.7K 40
                                    

"Astaga. Apa yang harus aku lakukan?" grutuku sambil menatapnya menghilang dari pandangan.

"Kamu tidak perlu melakukan apapun," ucap perempuan di sampingku masih dengan senyum ramahnya, "omong-omong namaku Elen dan kamu Eleonora, bukan?"

"Elle. Panggil aku Elle."

"Wow ... nama panggilan kita hampir sama. Kita pasti akan menjadi teman dekat nanti saat kamu diterima di sini."

"Jika aku diterima..." ucapku dengan sedikit sinis dan berharap aku tidak di terima.

"Aku berharap kamu diterima." Dia tersenyum sambil mengangguk, "aku suka pendapatmu mengenai gambar yang ditunjukkan. Dan kamu satu-satunya yang memberikan penilaian kalau pakaian itu buruk. Lainnya memuji itu pakaian bagus hanya karena pemakainya bintang hebat," jelasnya sambil memasang wajah malas, "dan kamu tahu orang sebelummu itu? Gayanya selangit dan dia tidak tersenyum sama sekali kepadaku. Rasanya ingin aku jambak rambut lurus hasil ion-an miliknya."

"Hum..." Aku mengangguk tanpa menatapnya, karena saat ini aku sedang gelisah.

"Kamu menyukai pak Zain?" tanyanya dengan senyum yang semakin lebar menampakan gigi putihnya. Aku menoleh ke arahnya dengan tampang 'yang benar saja.'

"Tidak. Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?"

"Karena kamu menatapnya seakan kamu jatuh cinta kepadanya."

"Ha ha ha, kamu bercanea Elen. Aku baru tahu kalau dia kepala editor di sini." Aku memberikan tawa mengejek.

"Baguslah. Aku sarankan kamu jangan jatuh cinta pada orang tidak bertanggung jawab sepertinya." Elen mendekatkan wajahnya kepadaku seakan ingin berbisik, "aku dengar dia mengkhianati calon istrinya. Dia berselingkuh dengan wanita lain tak dikenal, padahal calon istrinya itu adalah model ternama. Kamu kenal Poeny Soraya?"

Oh, aku kenal sekali dengan wanita jelek itu, jawabku dalam diam.

"Dia itu model papan atas dan nomor satu di Indonesia. Aku dan karyawati lainnya tidak habis pikir, bagaimana bisa pak Zain berselingkuh dari wanita seperti dewi yunani itu?" Elen menjauhkan tubuhnya sambil menggelengkan kepalanya, "gara-gara itu sifat aslinya muncul. Pak Zain yang dingin semakin dingin dan menghancurkan semua perencanaan atau pun berkas persentasi yang tidak sesuai harapannya."

Demi apapun, saat ini aku butuh kresek untuk muntah atas pujiannya kepada wanita jelek. Aku harus pergi dari sini. Elen terlalu banyak berbicara.

"A-aku harus kembali. Terima kasih atas informasinya."

"Ah, ya. Sampai jumpa lagi, Elle." Elen membalas salamanku. Masih dengan senyumannya, dia mengantarkanku di depan lift untuk turun ke bawah.

Dengan gugup, aku meremas kedua tanganku dan menggerakan kaki kananku saat berada di dalam lift. Aku bergegeas keluar saat lift terbuka dan melesat begitu saja keluar gedung setelah memberikan kartu pengunjungku kepada penjaga. Aku menatap gelisah gedung perkantoran itu saat aku sudah berada di seberang kantor dekat warung kopi.

"Aku membutuhkan kopi." Aku masuk ke tenda pinggir jalan dan memesan kopi hitam sederhana pinggiran. Karena uang yang minimalis dan berhemat, aku lebih memilih kopi kaki lima dari pada kopi di kafe yang harganya lumayan bisa untuk makan 3 hari.

"Mau pesan apa mbak?" tanya ibu penjaga.

"Kopi hitam satu, bu." Aku duduk di bangku kayu tanpa sandaran di warung tenda masih menggerakan sebelah kakiku.

Tadi dia bilang Zainal editor dingin yang semakin dingin karena pernikahan gagalnya. Lalu, aku melamar di kantornya dan dia yang akan memilih siapa yang pantas untuk kandidatnya. Berarti dia membaca semua berkas kandidat itu, lalu dia menemukan data diriku.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang