Bab 18: Panggilan Darurat

20.9K 1.6K 33
                                    

Kamu mau kemana?

Pertanyaan terakhir Zainal bergema dalam otakku. Dan itu merupakan utamaku sekarang, mau kemana aku? Aku tidak tahu. Yang pasti aku kini tengah berlari di mall besar di Jakarta menghindari Hendra yang tidak kunjung menyerah mengejarku. Aku masuk ke dalam lorong secepat yang aku bisa dan menyusup ke dalam kamar mandi wanita.

"Sekarang aku harus bagaimana?" gumamku pada pantulan diriku di depan cermin kamar mandi. Kutaruh belanjaanku pada westafel tanam, dengan minuman yang tumpah membasahi makananku, "Sialan!" makiku yang mulai mengeluarkan kentang goreng dan dua burger dari kantong.

Kubuang kedua minuman yang tumpah ke sampah, membersihkan ceceran cola yang menempel di celana dan sepatuku. Kucuci satu-satunya kantong plastik dari cairan lengket cola dan kukeringkan dengan tisu kamar mandi. Setelah selesai, kumasukkan kembali dua burger yang berhasil kuselamatkan dan satu kantong kentang goreng yang kering. Sedangkan satunya agak basah karena minuman.

"Hendra brengsek! Dia membuat jatah makanku berkurang," ujarku yang mulai memakan kentang goreng dengan rasa aneh dari cola. Jika aku banyak uang mungkin aku akan membuangnya, tapi karena uangku minimalis aku tidak bisa menyia-nyiakan makanan. Meski rasanya aneh tapi masih bisa dimakan.

Aku terperanjat seketika saat pintu kamar mandi terbuka. Kuhela napas panjang saat mengetahui petugas kebersihan muncul dari balik pintu dengan seragam perangnya. Kuberikan senyuman teramahku dan berjalan menuju pintu keluar. Kubuka perlahan dan kukeluarkan kepalaku sambil menengok kanan-kiri melihat situasi. Merasa aman aku keluar dari tempat persembunyianku.

aku rogoh tasku untuk meraih ponsel datarku yang sedari tadi tidak berhenti bergetar. Kutatap layar ponselku yang menampilkan nama yang tidak kukenal tapi menghubungiku tanpa henti. Apa Hendra? Tapi dia tidak tahu nomor baruku. Merasa ada yang tidak beres aku mengangkat panggilan untukku.

"Halo?"

Hening tidak ada jawaban.

"Halo?"

Suara berisik mulai terdengar.

"Halo?"

"Hah ... Leo...?"

"Ya. Siapa ini?"

"A-ar-yo ... srekk... srekk ... apa sudah kembali?" suara ini ... tidak salah lagi suara Christian. Ada dimana dia? Kenapa suaranya sedikit berbisik dengan kemrosok seperti tidak ada sinyal.

"Entahlah. Aku ada di luar saat ini," jawabku jujur yang sedikit bingung dengan panggilannya yang mendadak. Apalagi dia menggunakan nomor asing. "Ada apa? Dimana kamu? Kenapa kamu berbisik seperti ini?"

"Kamu terlalu banyak bicara."

"Baik. Aku tutup teleponnya," ancamku yang mulai menjaukan telingaku dari ponsel tipisku.

"Tunggu dulu... ha .. apa.. kamu tahu gedung SMPNxxx di daerah kebayoran lama?"

"Mungkin. Kenapa?" tanyaku yang mulai berpikir lokasi yang dia sebutkan.

"Jemput aku se-karang ... ha... disana."

"Kamu tidak apa? Suaramu terdengar tidak baik-baik saja?" ucapku yang mulai khawatir, kareana suaranya seakan kehabisan napas.

"Jemput aku sekarang Leo," jawabnya yang langsung memutuskan sambungan.

Aku terdiam di tempatku, menatap tidak percaya kepada ponselku sendiri tanpa bisa berkata apapun. Orang satu ini, terdengar mengkhawatirkan tapi menyebalkan. Apa perlu aku biarkan saja?

"Ah sial ... Aku terlalu baik," sindirku pada diri sendiri yang mulai menetapkan untuk menjemputnya. Meski menyebalkan, Christian tidak pernah membuat ulah denganku, apalagi suaranya terdengar mengkhawatirkan.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang