Bab 9: Kakak Laki-laki

33.3K 2.3K 33
                                    

"Apa yang kalian lakukan disini?" teriakku kesal kepada Karyono, lintah darat dengan mulut mesumnya, bersama Christian yang berdiri di sampingnya dengaan tas di punggungnya, "Apa yang kamu bawa?" tunjukku ke arah tasnya dengan curiga.

"Tentu saja mengunjungimu, gadis pelayan." Karyono memandangku dengan pandangan meremehkan sambil melipat tangannya di dada.

"Juga pekerjan untukmu," lanjut Christian datar.

"Apa maksudmu pekerjaan?"

"Jangan berpura-pura bodoh, gadis pelayan. Aku menagih janjimu yang bekerja untukku sampai melunasi hutangmu padaku."

Aish ... Karyono tidak bisa dibodohi. Dia terlalu pintar untuk ukuran lintah darat.

"Kamu bisa menghubungiku lewat pesan atau telepon, kenapa kamu harus repot datang kemari? Dan lagi bagaimana kamu tahu tempatku?"

"Kamu kira aku melepaskanmu tanpa mengetahui keberadaanmu?" tukasnya sambil menaikkan alisnya, "mau sampai kapan kamu membiarkan kami berdiri di depan pintu? Ambilkan aku minuman. Aku haus." Karyono mendorong tubuhku ke belakang dan masuk begitu saja ke dalam diikuti Christian di belakangnya. Dia langsung duduk pada satu-satunya sofa panjang di ruangan depan bersama Christian.

"Kamu tidak punya kulkas? Bagaimana kamu menyimpan bir?"

Sialan. Orang ini sudah tidak sopan masuk begitu saja, sekarang mengkritik isi tempatku. Dengan menampakkan wajah kesal, aku berjalan menuju meja dapur, melangkahi mereka begitu saja, lalu menaruh sebotol air mineral dan dua gelas plastik di atas meja.

"Kamu minta air, jadi aku beri air. Aku tidak minum bir dan tidak akan lagi."

"Wah, sayang sekali. Padahal kamu partner minumku yang paling menyenangkan," sindirnya yang meraih gelas air yang sudah dituangkan Christian padanya.

"Jika kalian sudah selesai minum air kalian, cepat pergi dari sini. aku ada urusan, kita bisa membicarakan pekerjaan kita besok pagi, mungkin?" saranku sedikit was-was karena saat ini aku bisa merasakan ponselku yang bergetar di dalam kantong celana elastisku.

Cepat pergi. Cepat pergi. Jangan sampai si penuntut melihat renternir gila ini.

"Ada apa denganmu, gadis pelayan? Kamu begitu dingin denganku. Mana mulut manismu yang biasanya?" sindir Karyono sembari menampakkan senyuman liciknya.

"Aku sudah ada janji dengan orang lain, Karyono. Meski aku punya waktu senggang, aku secara berat hati meladeni tingkahmu saat ini. Jadi bisa kita bicarakan urusan kita besok atau setelah aku menyelesaikan urusan pribadiku?" aku menyisir rambutku dengan jari tangan dengan frustasi, memikirkan bagaimana membuat mereka keluar dan melepaskanku malam ini.

"Janji?" Christian yang sedari tadi diam mulai bersuara, sedangkan matanya menelitiku dari atas sampai bawah, seperti seorang ayah yang curiga dengan perkataan bohong putrinya.

Jika diceritakan lebih detail, sejak aku berkerja bersama dengannya, entah mengapa hubungan kita sedikit dekat. Hanya sedikit. Karena Christian tipe orang tertutup yang hanya berbicara jika perlu dan segera menyingkir jika tidak dibutuhkan. Dia tidak pernah merespon setiap para wanita Karyono berbicara dengannya di bar ataupun di rumah tempat aku tinggal dulu bersama yang lain, tapi dia mau meresponku meski hanya satu kata.

Suatu hal yang menakjubkan menurut Queen yang merasa sedikit cemburu, karena aku baru tahu kalau Queen memiliki perasaan terpendam dengan Christian sejak dia datang di rumah itu. Nambun hubungan mereka tidak lebih dari pekerja Karyono, bahkan Christian tidak pernah melihatnya.

"Kamu ada kencan dengan seseorang, bukan?" ucapan datar Christian berhasil mengenai sasaran. Orang ini meski tidak peduli dengan sekitar tapi dia cukup cerdas menangkap sesuatu di sekitarnya.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang