Bab 17: Gadis Pelayan

33.5K 2K 53
                                    

Rasa hangat dan lembut dari bibirnya berhasil membuatku seakan tersihir, membalas setiap cecapan bibirnya padaku. Salah. Ini semua salah. Aku tidak seharusnya membalas ciumannya padaku. Ini menyalahi perjanjian kami berdua. Aku harus menyingkir dari jeratannya. Aku harus melakukan sesuatu.

Tapi terlepas dari pesonanya sangatlah tidak muda. Bahkan saat ini otak dan tubuhku tidak bisa singkron satu sama lain. Meski otakku bilang menjauh dan memarahinya, tapi tubuhku menyerah begitu saja. Ada apa denganku?

Rasa hangat yang kurasakan seketika menghilang begitu bibirnya menjauh dariku. Aku menundukkan wajahku darinya, menyembunyikan wajahku yang memerah dan aku membencinya, seakan aku menyerah padanya. Aku tidak menyukainya. Aku tidak suka jika merasa kalah seperti ini.

Sialan! Sialan tatapan intens Zainal. Sialan, lesung pipi Zainal. Sialan akan apapun dari Zainal. Dan sialan akan kebodohanku dan kekalahanku!

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku perlu mendongakan kepala untuk melihatnya? Tapi aku tidak bisa membiarkan dia melihat wajahku saat ini. Dia-

Ctakk... sengatan panas terasa begitu saja di dahiku. Aku terlonjak kaget ke belakang menjauh darinya sambil memegangi dahiku yang kesakitan seperti terbakar. Kudongakan kepalaku kepadanya yang kini sudah berdiri dari tempatny duduk dengan kedua tangan dia masukkan ke kantong celana panjangnya dengan kaku.

"Apa-ap-"

"Cuci semua piring yang kamu gunakan dan bersihkan dapurnya sebelum kamu tidur." Zainal memutar tubuhnya dan berjalan menuju kamarnya kembali, hendak meninggalkanku sendirian disini.

Tidak terima dengan apa yang dia lakukan, aku menyambar bantal yang dari tadi aku peluk dan kulemparkan begitu saja pada punggung belakangnya yang dia tunjukkan padaku.

"Brengsek! Jangan memerintahku, Zi! Jangan kabur, pengecut!" teriakku geram berdiri di atas sofa. Dia masuk begitu saja ke kamarnya tanpa memperdulikan teriakkanku ataupun makianku padanya yang dia anggap sebagai angin lalu.

Tidak bisa dibiarkan. Kuusap bibirku dengan kasar dengan lengan baju yang kepanjangan untuk menghapus jejak bibirnya yang terasa menjijikan saat ini. Tidak benar-benar menjijikan sebenarnya. Tapi saat ini aku sedang kesal dengannya yang mempermainkanku dan memerintahku begitu saja.

Aku turun dari sofa, berjalan menuju pintu kamarnya yang tertutup rapat. Kugedor pintunya masih dengan makianku padanya. Dia tidak menggubrisnya sama sekali. Baiklah. Biarkan lelaki pengecut itu sembunyi dalam kamarnya. Dan dia memintakku membersihkan semuanya. Mari kita bersihkan semua isi dapurnya.

Dengan pikiran licik, aku masuk ke dalam dapur sucinya, membuka kulkasnya dan mengeluarkan apapaun yang dapat kukeluarkan. Kumakan beberapa makanan disana tanpa perlu menghabiskannya. Lalu kutinggalkan begitu saja kotoran berceceran di lantai, meja dapur bahkan dengan sengaja aku menumpahkan soda pada rak kulkasnya.

Puas akan hasil karyaku, aku masuk ke dalam kamar tanpa repot membersihkannya. Kurebahkan tubuhku di atas kasur, lalu meraih ponselku untuk menghubungi biang kerok yang membuatku ada disini.

"Hello, Gadis pelayan. What's up?" sapanya dengan suara menyebalkannya.

"Dimana kamu sekarang?" tanyaku sedikit curiga dengan suara musik keras dibalik suaranya.

"Tentu saja bar, Gadis pelayan. Apa kamu mau kemari menemaniku minum seperti biasanya?"

"Brengsek! Kamu melarangku pulang karena menggunakan tempatku sebagai markas bisnis kotormu dan sekarang kamu ada di bar?"

"Ah ... itu sudah selesai dari tadi. Sekarang perayannya, lagipula ini masih jam satu kurang."

"Sial! Kenapa semua lelaki disekitarku itu brengsek?" gumamku pelan.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang