"Minum... Minum... Minum..."
Aku berlari kecil memasuki rumah kontrakan yang aku sewa bersama sahabat dekatku sejak aku duduk di bangku SMA, siang itu, hari paling sial dalam hidupku. Kesialan pertama yang beruntut dengan kesialan lainnya. Aku membuka pintu rumah itu tanpa banyak suara, karena aku yakin tidak aka nada orang dirumah. Pikirku seperti itu.
"Sedikit lagi, Minum... minum..."
Aku melepaskan sepatu bot berwarna biru tua dan menaruhnya di ruang depan. Rasa kesal dan lelah menyelimuti diriku siang itu. Aku berjalan pelan memasuki dapur, mengambil botol minuman dalam kulkas dan menegaknya hampir habis begitu saja. Air masih tersisa setengah di botol berukuran 600 ml di tanganku, aku berjalan menuju kamarku. Aku ingin beristirahat dan melupakan semua kejadian memalukan pagi ini.
"Ahhh... Yes..." suara desahan terdengar dari kamar sahabatku Luluk. Penasaran mulai menghantui pikiranku. Dengan mengendap bagai maling aku mendekat ke depan pintu kamarnya.
"Sebentar lagi... a-aku...Ahh..." suara terbata diiringi desahan terdengar kembali. Itu suaranya, suara Luluk. Tidak salah lagi. Kenapa dia sudah ada dirumah siang ini? Apa toko aksesoris yang dia jaga tutup lebih awal? Atau dia tidak masuk kerja hari ini?
"Agrrh..." gerangan suara lelaki kini terdengar. Aku tercekat pada tempatku berdiri. Luluk bersama lelaki berdua pada siang hari dan melakukan hubungan intim? Lulukku. Luluk yang polos. Tidak ini tidak bisa dibiarkan.
Aku membuka pintu kamarnya yang tidak tertutup dengan benar. Mataku terbelalak melihat pemandangan yang tersaji di hadapanku. Amarah, kesal dan rasa muak segera menghantuiku. Luluk berbaring tanpa sehelai pakaian di atas ranjangnya, bersama lelaki yang begitu aku kenal. Hendra. Pacarku. Mereka berdua, orang yang paling aku percayai dan paling aku sayangi, melakukan hal menjijikan seperti ini di belakangku.
"APA-APAAN INI?" teriakanku berhasil mengembalikan pikiran kotor mereka dari kenyataan. Hendra segera menjauh dari tubuh Luluk, berdiri sambil menutupi barang pribadinya yang terlihat begitu menjijikan di mataku. Sedangkan Luluk mencoba duduk dari ranjangnya dan menutupi dadanya dengan kedua tangannya. Aku melempar botol minumanku yang masih terbuka di antara mereka berdua, "BRENGSEK! KALIAN ORANG PALING MENJIJIKAN YANG PERNAH AKU TEMUI!" teriakku kembali yang kini berbalik meninggalkan mereka yang mencoba memanggilku untuk kembali.
"Yay... That's our Elle." Sorakan para penonton terdengar begitu meriah di sekitarku, tepat setelah aku menghabiskan gelas birku yang keempat. Aku mengangkat gelas yang berukuran lumayan besar ke udara bagaikan sebuah piala kemenangan dalam pertandingan. Tepuk tangan semakin bergemuruh melihatku yang berdiri dengan kedua kakiku.
"Satu gelas, satu juta... Hik ... Empat gelas .. hik ... sudah habis, empat juta menunggu," racauku dengan cegukan yang mengiringi setiap kalimatku. Aku tersenyum memandang Rio dengan seringaian lebarnya dan uang tunai di tangannya.
Aku berjalan mendekat padanya dengan pandangan yang sedikit kabur, tapi mataku masih bisa memandang jelas uang lembaran berwarna merah yang dia pegang. Aku mengulurkan tanganku padanya yang kini sudah ada di hadapanku, "my money..."
Rio mendengus kesal dan menyerahkan uang yang ada di tangannya pada tanganku. Senyuman lebar merekah di wajahku saat menerima uang darinya, "tunggu dulu... hik... Aku perlu ... hik... menghitungnya," ujarku dengan cegukan di akhir kalimat.
Rio melipat tangannya dengan wajah tidak suka ketika melihatku menghitung uangnya satu persatu dengan keras, diiringi sorakan yang lain. Aku berjalan mendekat ke arahnya dengan seringaian yang aku tiru darinya, "senang bekerja sama denganmu, kawan," ejekku sambil menepuk tumpukan uang di atas pundaknya dan berjalan sedikit linglung meninggalkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Breakers ✔
Romanzi rosa / ChickLitQuality: Raw Rate:21+ Status: 27 to 27 Started: 01 September 2016 End: 25 Desember 2016 Bagaimana jika rencana pernikahan yang sempurna, gagal begitu saja karena wanita asing yang mengaku sebagai kekasihnya? Zainal Bramastya - Kepa...